Berdasarkan data yang dihimpun detikcom, Selasa (23/7/2013), setelah berkas diadili dan syarat administrasi selesai, putusan lalu diketik pertama kali oleh juru ketik MA atau biasa disebut operator. Di lembaga peradilan tertinggi di Indonesia ini, para operator telah mengabdi selama puluhan tahun, sejak belum digunakan komputer untuk pengetikan sehari-hari.
Draf putusan yang diketik operator ini lalu diteliti oleh panitera pengganti. Dalam kasus Yayasan Supersemar, bertindak sebagai panitera pengganti adalah Pri Pambudi Teguh. Di tangan panitera pengganti, setiap ada kesalahan ketik akan dicoret atau ditandai dengan pensil. Kini Pambudi naik pangkat menjadi panitera muda perdata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun tahap IV, berkas lagi-lagi dikoreksi oleh ketua majelis perkara. Dalam perkara Yayasan Supersemar yaitu Harifin Tumpa yang juga Ketua MA.
Setelah ketua majelis selesai mengoreksi, lantas draf yang penuh coret-coretan tersebut kembali ke panitera pengganti untuk diketik tahap akhir atau biasa disebut minutasi.
Setelah selesai minutasi, berkas lalu ditandatangani oleh majelis hakim. Selanjutnya dikoreksi oleh panitera muda. Dalam kasus Yayasan Supersemar, orang yang paling terakhir mengoreksi yaitu Panitera Muda Perdata Soeroso Ono. Kini Soeroso Ono naik pangkat menjadi panitera MA.
Setelah selesai semuanya, lantas dikirim ke pihak berperkara. Dengan koreksi berlapis hingga lima orang tersebut, publik masih tidak percaya jika Rp 185 miliar tiba-tiba berubah menjadi Rp 185 juta.
"Ini karena adanya kesalahan pengetikan," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur menjawab kebingungan masyarakat.
(asp/nrl)