Namun AAG bersikukuh menilai putusan kasasi tersebut tidak sesuai fakta hukum yang ada. Sehingga dengan bukti baru (novum) yang dikantongi, pihak AAG akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
"Memang kita ada rencana PK. Secepatnya akan dilakukan. Tetapi kan perlu waktu mempersiapan bukti-buktinya supaya lengkap," kata Luhut Pangaribuan, kuasa hukum AAG kepada detikcom, Senin (15/7/2013) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini sedang disiapkan oleh kita. Segera, walau dalam pengajuan PK tidak ada batas waktunya," ujar Luhut.
Menurut Luhut, keputusan kasasi tidak sesuai fakta yang ada karena Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut Sawir Laut yang merupakan pegawai AAG terkait surat pemberitahuan (SPT). Padahal SPT adalah kewajiban perusahaan bukan pegawai.
"Sawir memang tidak menyerahkan SPT, kan dia karyawan. SPT itukan yang mengeluarkan perusahaan. Jadi ini salah orang antara kasus ini," ujar Luhut.
Luhut menilai ada akrobatik hukum yang dilakukan Kejagung dan MA. Penilaian ini muncul karena ulah Sawir membuat AAG harus membayar pajak triliunan rupiah.
"Ini adalah sikap akrobatik hukum oleh MA dan Kejaksaan dalam kasus Sawir Laut. Kalau Sawir Laut yang dipidanakan, seharusnya dia lah yang dikenakan sanksi denda. Bukan perusahaannya yang tidak pernah diadili," ujar Luhut.
Seperti diketahui SKP yang dikeluartkan Ditjen Pajak terhadap 14 perusahaan di bawah AAG adalah penetapan jumlah kekurangan pajak Rp 1,25 triliun di tahun 2002-2005. Namun yang mengherankan adalah jumlah tagihan tersebut melebihi total keuntungan dari ke 14 perusahaan tersebut pada periode tahun yang sama yakni Rp 1,24 triliun.
(vid/fjp)