"Nggak ada. Lebih banyak saya sasar pengguna narkoba. Dari 111 ribu lebih napi itu 54.690 narkoba. Pengguna narkoba ini kan wajib direhabilitasi, kalau bandar itu saya sepakat harus dihukum berat," kata Amir kepada detikcom, Senin (15/7/2013).
Surat bernomor M.HH-04.PK.01.05.06 tahun 2013 yang ditandatangani Amir Syamsuddin pada 12 Juli 2013 itu berisi Petunjuk Pelaksanaan Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Amir menyadari surat edaran ini secara tidak langsung menguntungkan para napi korupsi. Namun dia memastikan tak ada niat untuk membela koruptor.
"Bahwa kebijakan ini bisa diboncengi juga tidak apa-apa demi manfaat yang lebih besar untuk menyelamatkan adik-adik kita yang menjadi narapidana narkoba. Demi manfaat yang lebih besar saya siap bertanggung jawab," tegas Amir.
Amir menegaskan bahwa aturan remisi untuk para terpidana korupsi tetap berat karena aturan PP 99/2013 tidak diubah sama sekali. "Tetap sangat ketat," tegas Amir.
Dia berharap para napi narkoba mendapatkan hak remisi sehingga ada perbedaan hukuman bagi pengguna dan bandar narkoba. "Dari 2.600-an terpidana di LP Tanjung Gusta itu hanya ada 5 napi korupsi," catatnya.
Wakil Ketua DPR Pramono menyayangkan Menkum HAM Amir Syamsuddin menerbitkan surat edaran tentang pemberian remisi bagi narapidana terkait PP 99/2012. Menurut Pramono, aturan tersebut justru melemahkan aturan remisi koruptor yang sudah ketat.
"Itu melemahkan pemerintah. Kelihatan banget bahwa responsnya itu terlalu cepat dan menurut saya itu menjadi salah," kata Pramono kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (15/7/2013).
Menurut Pramono, kasus LP Tanjung Gusta tak ada kaitannya dengan PP 99/2012 namun murni karena pengelolaan LP yang tidak profesional.
"Tanjung Gusta itu bukan persoalan remisi tapi persoalan mengenai manajemen lembaga permasyarakatan yang amburadul," tegasnya.
(van/nrl)