Paman Fikri, Muhammad Hafiz Halim, menjelaskan kronologi dugaan malpraktik ini ke wartawan dan komisioner Komnas PA Arist Merdeka Sirait. Sesekali dia tampak menahan air mata saat membacakan testimoni.
Menurut Hafiz, awalnya sang keponakan mengalami sakit demam dan muntah tiga tahun lalu. Lalu pada 22 Juni 2010 dibawa ke RS pemerintah di Kotabaru, Kalsel. Di sana, sang bocah divonis mengalami ileus obstruksi dan invaginasi atau lazim disebut penyumbatan usus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada 26 Juni, kondisi Fikri makin parah, karena itu kami bawa ke RSUD Ulin Banjarmasin," terang Hafiz di kantor Komnas PA, Jl TB Simatupang, Jaksel, Kamis (11/7/2013).
Singkat cerita, kesehatan Fikri kemudian membaik setelah dirawat di RSUD Ulin. Hingga akhirnya bisa dirawat di rumah.
Namun, dua bulan kemudian ada kondisi aneh di bagian perut. Benjolan sebesar bola tenis muncul di sekitar area operasi. Saat dikonfirmasi pada dokter RS pemerintah di Kotabaru, solusi yang ditawarkan adalah menempelkan koin logam atau operasi. Pihak keluarga pun akhirnya memilih cara pertama.
"Karena takut operasi kami akhirnya nempelin koin aja. Tapi benjolannya makin lama makin besar dan makin parah sampai sekarang," imbuhnya
Melihat kondisi ini, keluarga menduga ada dugaan malpraktik. Mereka pun mengadu ke pihak Ombudsman Kalsel. Setelah melewati proses mediasi yang cukup alot, dicapailah sebuah kesepakatan.
"Hasilnya, pihak keluarga meminta penanganan merujuk ke RSUD Ulin. Transpor menggunakan ambulans RSUD Kotabaru. Selama dirawat di Ulin Banjarmasin, pembiayaan ditanggung Jaminan Kesehatan Provinsi (Jamkeprov)," jelas Hafiz.
Namun rupanya, setelah pertemuan 2 Mei 2013 itu, tak ada tindak lanjut dari pihak rumah sakit. Padahal di surat perjanjian, tertera tanda tangan Plt Direktur RS pemerintah Kotabaru, perwakilan Ombudsman dan ayah Fikri, Hendra.
"Makanya sekarang kita mengadu ke Komnas PA," tambah Hafiz.
Menanggapi aduan ini, Arist Merdeka menduga ada dugaan pelanggaran kode etik kedokteran. Tak hanya itu, setelah dilakukan mediasi, pihak rumah sakit melakukan wanprestasi.
"Kami menunggu seminggu untuk mendapat keterangan dari rumah sakit. Kalau tidak ada tanggapan, kami ada upaya hukum karena bisa dipidanakan," tegas Arist.
RS di Kotabaru yang dimaksud Hafiz saat dikontak detikcom via telepon tak memberi jawaban pasti. Seorang wanita yang mengaku sebagai resepsionis hanya memberi nomor kontak humas, namun saat dicoba dihubungi, tak diangkat.
(mad/nrl)