Wajah KRL memang terus berbenah diri. Dimulai dengan pembersihan kios-kios di stasiun demi mewujudkan tiket single atau multi trip. Meski mendapat perlawanan keras dari pemilik kios, PT KAI pantang mundur.
Begitu juga saat penerapan e-ticketing yang membuat antrean mengular panjang. Namun lagi-lagi PT KAI bersikeras menjalankan programnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun kenyamanan penumpang Commuter Line terpaksa 'dikorbankan'. Dengan penerapan tarif itu, kenyamanan menjadi berkurang drastis.
Lonjakan penumpang tidak diimbangi dengan mesin pendingin yang berjalan optimal. Commuter Line kini mulai bertransformasi seperti KRL Ekonomi, namun dengan wajah yang baru.
"Jadwal perjalanan harusnya mendapat perhatian betul, jangan lagi ada kereta yang mogok dan alami gangguan sinyal," kata salah satu penumpang yang tergabung dalam KRL Mania, Nurcahyo saat berbincang, Kamis (11/7/2013).
Nurcahyo menyindir beberapa perjalanan Commuter Line yang terpaksa dijalani dengan pintu terbuka. Selain karena penuh, penumpang terpaksa menahan gerahnya udara di dalam gerbong.
"Harusnya bisa tetap dingin," katanya lagi.
Menambah rangkaian gerbong juga bisa jadi solusi alternatif untuk mengurangi kepadatan penumpang. Apalagi, lanjut Nurcahyo, beberapa peron di stasiun sudah ada yang ditambah panjangnya.
Saat berita ini diturunkan, Humas PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ), Eva Chairunisa belum bisa dihubungi untuk dimintai konfirmasinya.
(mok/nvc)