"Saya tidak setuju kalau ada aturan yang melarang polwan berjilbab," kata seorang pegawai swasta asal Yogyakarta bernama Pratama saat berbincang dengan detikcom, Minggu (16/6/2013).
Pratama menilai larangan polwan berjilbab sebagai bentuk pengekangan kebebasan seseorang dalam menjalani keyakinannya. Dia berharap tak perlu ada larangan untuk polwan berjilbab, namun tak perlu juga ada aturan yang mewajibkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi nanti masyarakat akan melihat ada polwan cantik berjilbab yang siap melayani laporan masyarakat, apa itu bukan salah satu bentuk reformasi di instansi penegak hukum kita yang masih sering menuai kritikan pedas?" ujar mahasiswi jurusan Filsafat ini.
Dany, seorang penulis yang bekerja di Jakarta, memiliki pandangan serupa. Dia menilai tak perlu ada larangan polwan berjilbab. Dia meyakini kinerja polwan tak akan dipengaruhi oleh ada tidaknya jilbab yang dikenakan.
"Yang mau pakai ya dihormati saja, itu kan keyakinan dan tidak mempengaruhi pekerjaannya," kata Dany.
Seorang ibu rumah tangga bernama Desy menilai penggunaan jilbab seharusnya tak dibatasi dalam segala bidang pekerjaan. "Jadi kalau mereka ingin mengenakan jilbab jangan dilarang. Jilbab tidak mempengaruhi profesinya, tapi tergantung individunya masing-masing. Kalau misalkan dia malas, mau pakai jilbab atau nggak ya tetap saja kerjanya malas-malasan," ungkap Dessy.
(vid/trq)