"Pendapatnya (Habiburrahman) keliru, perspektif MK adalah perlindungan hak anak," kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar sata berbincang-bincang dengan wartawan di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (5/6/2013).
Akil mewanti-wanti sangat salah karena hakim tidak boleh mengomentari putusan. Sebab putusan MK berdasarkan teori hukum. Dalam putusan pengadilan, semua putusan pengadilan hukum itu benar selama tidak ada pembatalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akil menjelaskan, dalam hukum Islam, perkawinan tidak dicatat pun tetap sah. Perkawinan ini biasa disebut sebagai nikah siri. Kalau hal itu dibiarkan terjadi, Akil tidak bisa membayangkan berapa banyak anak yang akan telantar.
"Putusan ini bukan soal agama, tapi memberi perlindungan terhadap anak yang memberi perlakuan yang layak oleh ayahnya. Anak yang lahir seperti itu kan hanya memiliki hubungaan hukum dengan ibunya saja. Walau nikahnya sah secara agama tetapi anak hanya punya hubungan dengan ibu," papar hakim konstitusi penggemar wisata kuliner ini.
Sehingga, putusan MK bukan persoalan perkawinannya, tetapi perlindungan anak hasil perkawinan. Anak-anak itu harus diperlakukan sama sebagai warga negara Indonesia.
"Makanya siapa saja yang kawin diam-diam, tapi secara sah secara agama, nanti anaknya tidak disebut nama ayahnya dan ada perlakuan berbeda terhadap anak dan anak menjadi korban. Hukum yang seperti itu yang harus dibatalkan," pungkas Akil.
Sebelumnya, Habiburrahman dalam makalah ilmiah yang ia sampaikan dalam Rakernas Mahkamah Agung (MA) akhir tahun lalu berpendapat bahwa putusan MK terkait anak biologis lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya.
"Amar putusan MK yang berisi pengakuan terhadap anak di luar nikah, bertentangan dengan maqashid asy syari'ah dan amat menusuk perasaan umat Islam yang menjunjung tinggi ajaran Islam," kata Habibburahman.
(asp/nrl)











































