Perekonomian Indonesia saat ini adalah yang ke-16 terbesar di dunia. Pertumbuhan ekonomi tahunannya menggiurkan banyak negara lain untuk menanam saham dan, pada tahun 2030, ekonomi Indonesia akan menjadi yang ke-7 terbesar di dunia. Tapi Awidya Santikajaya mengatakan sifat dan gaya kebijakan luar negeri Indonesia berbeda dari negara-negara sedang membangun lainnya.
Dibanding dengan negara-negara yang kini terhimpun dalam BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan) Indonesia dianggapnya kurang bergigi dan cenderung dan belum membangun lembaga-lembaga yang kiranya diperlukan untuk memberikan 'kekekaran' pada kehadiran Indonesia di tengah-tengah masyarakat mancanegara.
"Masalah pembangunan yang tidak kunjung teratasi di dalam negerinya sendiri, seperti tingkat kemiskinan yang tinggi, kesenjangan pendapatan yang terus melebar dan korupsi yang merajalela, yang semuanya menjadi pengekang penerapan kebijakan luar negeri yang lebih jantan," katanya.
Indonesia, katanya lagi, terlalu bergantung pada industri ekstraktif sedangkan negara-negara seperti India dan Cina dapat dengan mudah melakukan transformasi strukturalnya dengan cepat ketika perekonomiannya mulai tumbuh.
"Dari pertanian ke industri manufuktur terjadi perpindahan yang pesat dan bahkan Cina sekarang ini sudah memasuki era teknologi yang lebih maju. Jadi sama seperti India, sementara kita masih belum bergeser", kata Awidya. ; ;
Namun, "kebaculan" Indonesia ini bukan seluruhnya akibat ketidak mampuan manusianya, melainkan juga gara-gara posisi geografis.
"Secara geografis Indonesia terletak di tengah-tengah major powers (kekuatan-kekuatan besar) seperti India, Cina, Australia dan Indonesia berbentuk kepulauan, karenanya Indonesia tidak mampu memproyeksikan kekuatannya dengan aktif, dengan interventif. Kasarnya, Indonesia memang sudah ditakdirkan untuk memilih jalur engagement (berhubungan dengan baik) alias jalur bilateral," ujarnya.
Perlu pengertian mengenai dunia internasional
Di Australia, kata Awidya, banyak universitas punya jurusan kajian Indonesia, sedangkan di Indonesia hal yang sama belum dikenal.Ia menyarankan agar Indonesia mengirimkan para mahasiswanya ke perguruan-perguruan di mana mereka dapat menekuni budaya dan bahasa negara-negara Asia Tenggara lainnya, dan kalau perlu agar pemerintah ikut mendanainya.
"Pada akhirnya, ini sangat penting dalam menjalin ikatan emosional dan intelektual antara orang-orang Indonesia dan sesama orang-orang dari Asia Tenggara lainnya," katanya.
Sekarang ini saja, sebenarnya Indonesia sudah punya banyak pilihan kebijakan luar negeri berkat pertumbuhannya menjadi sebuah "kekuatan menengah", tapi menurutnya akan menguntungkan apabila Indonesia mengevaluasi kembali Asia Tenggara sebagai mitra strategis yang lebih berbobot.
(nwk/nwk)