Orang Papua, kata Amelia, tidak pernah merasa diberdayakan, terutama secara ekonomi.
“Kami hanya menjadi penonton di daerah kami. Sektor perekonomian pun dikuasai orang lain,” ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Makanya di seluruh Papua tetap ada gelombang protes ketidakpuasan,” katanya.
Kekecewaan senada dan sama kerasnya dilontarkan kepala suku Yapen Waropen-Serui, Rudolf Yusuf Warinussy, di tempat yang sama. Menurut dia, ada akumulasi kemarahan yang dirasakan orang-orang Papua karena beragam ketidakadilan dan diskriminasi. Belum lagi berbagai macam tindak kekerasan dialami orang-orang Papua justru setelah Papua bergabung dengan Indonesia.
“Selesaikan kasus kekerasan yang terjadi, jangan lagi ada kebohongan kepada generasi muda Papua,” katanya.
Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman, saat menjadi pembicara dalam forum tersebut, mengakui, akibat pembangunan yang bercorak sentralistik selama berpuluh-puluh tahun, lebih banyak kekayaan alam tanah Papua yang dikuras ketimbang yang dikembalikan untuk membangun daerah dan masyarakat Papua.
“Daerah ini justru terjerat dalam kemiskinan dan ketertinggalan. Ibarat ayam mati di lumbung padi, itik berenang di air kehausan,” ujarnya.
Tulisan ini sudah dimuat di Harian Detik edisi Senin, 13 Mei 2013.
(nwk/nwk)