Lima orang waria berdandan habis-habisan dengan kostum kabaret penuh manik-manik dan berumbai warna oranye dan hijau. Mereka memakai topi berbulu warna-warni dominan warna pink lengkap dengan sepatu selop. Wajah mereka dipoles make up tebal dan selalu menebar senyuman.
"Kita ingin tampil beda, biar gampang dikenali," ujar seorang waria dengan nada genitnya di Bundaran HI, Jakarta, Rabu (1/5/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selama ini contohnya kayak waria cuma ada di salon dan make up artis. Tetapi tidak ada perusahaan yang bisa menerima kondisi kami yang berbeda. Masih sangat susah di perusahaan formal menerima orang-orang LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender)," protes Widodo Budi Darmo, Sekjen Arus Pelangi.
Lazimnya pendemo, waria mengusung poster bertuliskan "Skill LBGT=Skill Hetero", dan "Hak kerja waria= tugas negara."
Kehadiran waria mencolok di antara lautan buruh. Gerombolan buruh mesam-mesem melihat polah waria yang asyik joget-joget kecil saat mendengar alunan mars buruh. Panas terik yang menyengat membuat para waria keringetan. Untuk mengusir hawa panas, mereka dipayungi rekan-rekannya.
Bukan hanya waria, 5 pria bertelanjang dada dan dicat warna biru juga ikut menarik perhatian. Di badan kelima pria itu ditulisi masing-masing huruf yang disambung terbaca: BURUH!.
Tangan mereka dirantai. "Ini simbolisasi keterpurukan nasib buruh, kontrak, BBM naik, dan BPJS," kata Suja Supriyadi, korlap dari Serikat Buruh Independen.
(aan/nrl)