"Sebelum sampai ke meja hijau, ada upaya perundingan, tapi nggak ditanggapi. Saya melaporkan ke Disnaker," kata Patemi kepada detikcom, Selasa (30/4/2013).
Dari Disnaker Kota Surabaya, kasus tersebut lalu dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Surabaya dan diteruskan ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada 2009. Namun Tjioe Christina Chandra divonis bebas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Patemi melaporkan ke Disnaker terkait pabrik tempat dia bekerja, UD Terang Suara Elektronik, hanya mengupah buruh Rp 700 ribu per bulan. Padahal UMR di Sukamanunggal, Surabaya sebesar Rp 940 ribu.
"Waktu melaporkan saya masih kerja. Terus gara-gara itu saya tidak dikerjakan, terus saya di PHK tahun 2009," ujar ibu satu anak ini.
Patemi menambahkan selain upah yang di bawah UMR, perusahaan tersebut juga tidak memberikan jaminan kesehatan dan transportasi. Hanya upah itu yang menghidupinya sendirian karena anaknya berada di Jakarta dan suaminya telah meninggal.
"Sampai sekarang belum dapat kerjaan, karena usia saya 47 tahun, jadi belum dapat pekerjaan. Saya sudah mencari-cari pekerjaan. Kebetulan saya juga nggak punya rumah, suami meninggal, anak cuma 1 kerja di Jakarta ikut suami," ujar Patemi.
Senyum Patemi sempat merekah saat dirinya bersama temannya didampingi oleh anggota DPR Komisi IX Rieke Diah Pitaloka menemui Kepala Kejaksaan Negeri Sukamanunggal, Surabaya, M Dhofir untuk segera mengeksekusi Chandra.
"Tapi masalah eksekusi atau nggaknya menunggu surat dari Jakarta. Tapi kata Ketua Kejarinya mau membantu," ucap Patemi menyudahi pembicaraan.
Kisah ini bermula saat Pengadilan Negeri (PN) Surabaya membebaskan Chandra. Lantas jaksa mengajukan kasasi dan dikabulkan. MA memvonis Chandra 1 tahun penjara sesuai Pasal 90 ayat 1a UU Ketenagakerjaan. Duduk sebagai majelis kasasi yaitu Zaharuddin Utama, Prof Dr Surya Jaya dan Prof Dr Gayus Lumbuun.
(vid/asp)