Dalam kasus pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM), nyaris selama lima tahun terakhir ini rakyat terus menunggu keputusan Pemerintah tentang harga BBM bersubsidi. Bersamaan dengan terus meningkatnya harga minyak mentah dunia dan merosotnya eksplorasi minyak (lifting) domestik, maka subsidi yang harus dialokasikan Pemerintah juga semakin besar dan pada akhirnya mengganggu fiskal.
Ledakan penduduk karena gagalnya Program Keluarga Berencana (KB) paska reformasi, tidak adanya pembangunan infrastruktur transportasi umum yang baik dan mudahnya memiliki kendaraan bermotor pribadi membuat beban fiskal Negara semakin berat.
Selain itu turunnya ekspor hasil bumi utama andalan Indonesia, seperti: sawit dan batubara sebagai akibat resesi yang tak kunjung selesai di benua Eropa, Amerika, serta melambatnya ekonomi Jepang dan China membuat lubang defisit APBN semakin lebar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Problematika Harga BBM Bagi Publik
Keplinplanan pengambil keputusan tampaknya diantisipasi oleh para pembantu-pembantunya melalui program pembatasan BBM bersubsidi dengan menggunakan 2 harga. Diharapkan metoda ini membuat Presiden senang, namun diharapkan rakyat kecil juga tidak terlalu heboh dan APBN terselamatkan. Melalui sistem 2 harga, harga premium untuk kendaraan pribadi roda sebesar Rp 6.500/l sedangkan harga untuk angkutan umum dan sepeda motor tetap Rp 4.500/l.
Menurut saya kebijakan tersebut akan membuat Negara, dalam hal ini APBN, tidak lebih baik tetapi juga tidak lebih buruk. Dengan hitung-hitungan bodoh, dana yang akan bisa dihemat melalui program pembatasan BBM untuk kendaraan pribadi hanya berkisar Rp 20 triliun, belum dikurangi dengan biaya untuk orang miskin. Terlalu kecil dan tetap tidak banyak manfaatnya untuk bangsa ini. Penghematan seharusnya minimal berkisar Rp 60 triliun/tahun dan ini bisa dilakukan jika Pemerintah menerapkan 1 harga BBM bersubsidi.
Pagi ini muncul di Blackberry Messenger saya pesan berikut: Kabar Gembira, peluang usaha baru buat semua : Bagi pemilik motor dan mobil penumpang umum (MPU), dari perbedaan harga premium bisa jadi sumber penghasilan baru. Misalnya motor bebek dengan kapasitas tanki rata-rata 4,5 liter, dalam sehari bisa di isi 10 kali hanya dengan modal Rp. 202.500 (4,5 x 10 x Rp. 4.500) dan jika dijual dengan harga Rp 6.000 saja, maka per hari bisa menghasilkan Rp. 270.000 (4,5 x 10 x Rp. 6.000) atau untung Rp 67.500/hari atau Rp. 2.025.000/bulan!!
Kalau MPU bisa lebih mantap. Dengan kapasitas tanki Angkot rata-rata 40 liter dan rata-rata bisa 5 kali saja ke SPBU maka dengan modal Rp 900.000/hari (40 x 5 x Rp 4.500) dan dijual dengan harga Rp 6.000/l akan menghasilkan Rp 1.200.000/hari (40 x 4 x Rp 6.000). Jadi dalam sehari akan menghasilkan keuntungan Rp. 300.000 atau sebulan Rp 9.000.000 !! Menggiurkan bukan?
Jika kesempatan tersebut diambil sebagai dampak kebijakan 2 harga, maka jalanan akan bertambah macet karena pengguna motor dan penjual bensin eceran di pinggir jalan yang menjual BBM bersubsidi dengan harga diatas Rp. 6.500/l juga semakin banyak. Sementara BBM bersubsidi di SPBU langka dan Pemerintah harus menambah terus kuota BBM bersubsidi. Jelas kembali subsidi BBM bukan untuk orang miskin. Akhirnya tidak ada itu penghematan subsidi BBM yang bisa disisihkan untuk membangun infrastruktur
Solusi
Batalkan kebijakan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi dengan menggunakan 2 harga karena sangat sulit pelaksanaannya. Di Jakarta mungkin bisa dilaksanakan tetapi bagaimana dengan di luar Jawa? BBM bersudsidi JANGAN dibatasi tetapi naikan saja harganya dan pasarkan dengan 1 harga. Lalu Pemerintah harus menjamin pasokannya cukup.
Angkutan umum HARUS disubsidi tetapi tidak melalui metoda dua (2) harga. Subsidi angkutan umum bisa menggunakan sistem TransJakarta Busway (TJB) yang menggunakan dasar subsidi langsung per orang berdasarkan kilometer tempuh setiap bis per hari per orang. Memang sebelumnya Pemerintah harus merubah regulasi dan penerapan subsidi langsung angkutan umum.
Pemerintah seharusnya tidak mengkaji pembatasan BBM, tetapi mengkaji bagaimana cara pemberian subsidi langsung untuk angkutan umum yang tepat sasaran. Lupakan pembatasan BBM bersubsidi.
Saat ini bengkel-bengkel di Pantura Jawa sudah mulai memodifikasi tangki bensin motor dan angkutan umum. Di Jawa Timur ketika BBM bersubsidi dibatasi, para sopir menyuap petugas SPBU supaya bisa diberikan BBM lebih, di Sulawesi Selatan sudah ada sopir truk perkebunan yang mengancam petugas SPBU ketika tidak di izinkan mengisi solar subsidi dsb.
Bapak Presiden SBY, apa lagi yang kau tunggu dan cari? Jabatan sudah mau selesai. Jangan kau tinggalkan bom waktu bagi Presiden mendatang. Cepat tetapkan kenaikan harga BBM bersubsidi dengan sistem 1 harga. Jika ini gagal, bangsa Indonesia semakin terpuruk dan Anda mempunyai andil besar atas keterpurukan bangsa ini.
*) Agus Pambagio, pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen
(nwk/nwk)