UN di Pedalaman, Dari Sulitnya Transportasi Hingga Ancaman Perampok

UN di Pedalaman, Dari Sulitnya Transportasi Hingga Ancaman Perampok

- detikNews
Selasa, 23 Apr 2013 09:57 WIB
Foto: Robert/detikcom
Tana Tidung - Setiap daerah memiliki kondisi geografis dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Seperti di pedalaman Kalimantan, pendistribusian soal UN ke sebuah SMA, dihadapkan dengan kesulitan transportasi dan ancaman aksi perampokan.

Detikcom berkesempatan melihat dari dekat pelaksanaan UN di Kabupaten Tana Tidung, ujung utara Kalimantan. Menuju Tideng Pale, ibu kota Kabupaten termuda di Kalimantan Utara itu, harus ditempuh selama 2,5 jam menggunakan transportasi speedboat dari kota Tarakan. Memang, Tideng Pale dapat diakses jalan darat dari Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Malinau, namun memakan waktu berjam-jam disebabkan medan berat dan kondisi jalan yang rusak.

Yang akan pergi ke Tana Tidung, harus mengandalkan kendaraan roda 2 yang banyak dijadikan warga setempat sebagai ojek dengan tarif bervariasi. Maklum, di Tideng Pale, tidak satupun tersedia fasilitas angkutan umum seperti angkutan kota seperti di kabupaten/kota lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berencana ingin mendatangi 2 SMA di SMAN 1 Sesayap dan SMAN 1 Sesayap Hilir, harus merogoh kocek Rp 100 ribu untuk pulang pergi dari sebuah penginapan di Tideng Pale. Tidak ada kendala berarti saat detikcom mendatangi SMAN 1 Sesayap, Tideng Pale, Tana Tidung, yang lokasinya berada di sekitar kawasan pusat perkantoran pemerintahan Kabupaten. Sebanyak 108 siswa SMAN 1 Sesayap di Tideng Pale, mengikuti UN hari kedua dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia sekitar pukul 08.05 WITA.

UN diundur 30 menit dari jadwal semula pukul 07.30 WITA. Di sekolah itu, soal UN Bahasa Indonesia hanya tersedia bagi siswa jurusan IPS, mengacu kepada keterangan tulisan di amplop yang dicetak di Jakarta. Belakangan diketahui soal UN Bahasa Indonesia untuk siswa IPA dan IPS, tidak ada perbedaan.

"Hari pertama, Jumat (19/4/2013), tidak ada masalah. Hari ini, terpaksa diundur mulai jam 8 karena persoalan itu. Kami mengacu di tulisan pada amplop. Itu kan cetaknya di Jakarta, bukan di daerah. Hingga hari kedua UN, Alhamdulillah soal untuk siswa asli semua tanpa fotokopi," kata Kepala SMAN 1 Sesayap, Agus Salim, dalam perbincangan bersama sejumlah wartawan di Tideng Pale, Tana Tidung, Selasa (23/4/2013).

Dari SMAN 1 Sesayap, pemantauan dilakukan ke ke SMAN 1 Sesayap Hilir, di Kecamatan Sesayap Hilir, Tana Tidung. Moda transportasinya ojek, butuh 1 jam perjalanan untuk sampai ke lokasi. Cuaca sedang cerah dengan sinar matahari cukup terik. Sekolah itu hanya memiliki 3 kelas untuk 42 siswa peserta UN di hari kedua ini.

Meski digelar tepat waktu pukul 07.30 WITA, sekolah itu mengalami kendala kekurangan soal. Panitia UN, pengawas dan aparat kepolisian setingkat Polsek dibikin repot, harus berangkat ke Tideng Pale sejauh 17 kilometer, untuk memfotokopi soal UN. Ya, tidak ada satupun mesin fotokopi di pedalaman, di Sesayap Hilir, sehingga mengharuskan mereka ke ibu kota Kabupaten, Tideng Pale.

"Seharusnya pemerintah di pusat peka dengan persoalan ini. Persoalan di pusat terkait pengadaan soal dan distribusi, berimbas ke daerah pelosok. Kami harus jalan 17 kilometer ke Tideng Pale buat fotokopi," kata Kepala SMAN 1 Sesayap Hilir, Wasis Iryanto, kepada detikcom.

Masih ada 1 Kecamatan lagi di Tana Tidung, yang juga menggelar UN, yakni SMAN 1 di Kecamatan Tana Lia. Tidak ada akses jalan darat ke lokasi, melainkan hanya mengandalkan transportasi sungai, yakni speedboat. Menuju ke sana, tidak semudah dibayangkan, naik speed tiba di Tana Lia. Bagi mereka yang ingin ke Tana Lia, siapapun itu, harus merogoh kocek Rp 2 juta untuk menyewa speedboat menuju Tana Lia.

"Mahal, sewa Rp 2 juta karena tidak ada speed regular ke sana (Tana Lia), harus menyewa speedboat," kata Kabid Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Kabupaten Tana Tidung, Padrin.

Belum lagi berbicara ancaman aksi perampokan di tengah perjalanan, membuat khawatir siapapun yang ingin bepergian ke Tana Lia tanpa pengawalan aparat kepolisian bersenjata api. Sang pelaku, tidak segan melukai dan merampas benda-benda milik penumpang speedboat dan membiarkan begitu saja di sebuah pulau tak berpenghuni.

"Pegawai Dinas Pendidikan Tana Tidung sendiri, pernah menjadi korban. Uang Rp 400 ribu dan dokumen administrasi seperti Kartu Pegawai juga dirampok," ujar Padrin bercerita.

"Maka dari itu, soal UN untuk Tana Lia, sudah sejak Minggu (21/4/2013) sudah didistribusikan dan disimpan di Polsek. Daripada pulang pergi mendistribusikan soal dari Tideng Pale dengan ancaman perampokan, lebih baik sekaligus didistribusikan lebih awal," ungkapnya.

Baik Kepala SMAN 1 Sesayap Agus Salim maupun Kepala SMAN 1 Sesayap Hilir Wasis Iryanto berpendapat, ketidakpastian akibat 3 kali penundaan UN disebabkan persoalan percetakan dan distribusi dari Jakarta ke daerah, berimbas kepada mental dan semangat belajar anak didiknya. Persoalan ini, sangat diharapkan tidak lagi terjadi di masa mendatang.

Kondisi dan fakta di lapangan akibat ketidakberesan percetakan dan distribusi, seperti akibat yang terjadi di Tana Tidung, harus menjadi catatan penting bagi Kemendiknas di Jakarta. Betapa tidak, UN yang digelar setahun sekali, bukan setiap hari atau sebulan sekali. Seharusnya pelaksanaannya sudah diperkirakan secara matang sesuai kondisi geografis. Begitu juga dengan penggandaan soal melalui fotokopi. Jika soal UN adalah dokumen rahasia negara boleh difotokopi, di mana letak kerahasiannya?

(try/try)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads