Mahasiswa UGM Kembangkan Teknologi Pemanen Kabut untuk Hasilkan Air

Mahasiswa UGM Kembangkan Teknologi Pemanen Kabut untuk Hasilkan Air

- detikNews
Jumat, 12 Apr 2013 16:30 WIB
Yogyakarta - Kekeringan di musim kemarau tidak hanya menjadi masalah di daerah tandus saja. Namun juga menjadi masalah bagi masyarakat yang tinggal di kawasan perbukitan atau pegunungan. Krisis air di musim kemarau dialami masyarakat Dusun Ngoho, Desa Kemitir, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Ketika musim kemarau tiba, sumur-sumur warga dusun terluar dari Kabupaten Semarang selalu kering. Berdasarkan hasil penelitian Badan Geologi Jawa Tengah, kekeringan bisa diatasi dengan membuat sumur artesis sedalam 200 meter. Sayangnya, hal tersebut tidak membuahkan hasil, sehingga masyarakat masih harus bersusah payah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga maupun pertanian.

Dusun Ngoho yang berada di dataran tinggi Ungaran (Kabupaten Semarang) ini memiliki potensi kabut cukup tinggi dan bisa digunakan untuk mengurangi krisis air di wilayah tersebut. Kabut hampir setiap harinya muncul. Hanya saja potensi itu belum dimanfaatkan karena terkendala teknologi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melihat kenyataan tersebut, sejumlah mahasiswa Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan UGM, yakni Aditya Riski Taufani, Puji Utomo, Taufiq Ilham Maulana, dan Musofa, tergerak dan mengembangkan teknologi pemanen kabut dan hasil akhirnya berupa air. Diharapkan teknologi ini bisa mengatasi kekeringan di musim kemarau di Dusun Ngoho.

"Pada bulan Februari lalu sudah diujicobakan dan berhasil," kata Aditya, ketua tim pengembang pemanen kabut di kampus UGM, Jumat (12/4/2013).

Menurut Aditya, teknologi pemanen kabut yang dikembangkan sangat sederhana. Hanya berbentuk jaring dari poliprofilen berbahan plastik yang ditopang dengan dua tiang penyangga. Alat pemanen kabut ini bekerja secara manual sebagi penjerat atau penangkap kabut. Kabut di udara yang tertangkap jaring, kemudian dialirkan melalui paralon yang selanjutnya ditampung dalam jeriken.

"Alat ini cukup sederhana dan sangat ekonomis sehingga sangat memungkinkan diproduksi masyarakat secara massal," katanya.

Sementara itu, anggota tim Puji Utomo menambahkan, dari hasil penelitian yang dilakukan sejak Februari lalu, dari satu buah instalasi pemanen kabut bisa diperoleh seitar 1,5 hingga 3 liter air setiap harinya. Untuk pilot project ini, tim baru memasang dua instalasi pemanen kabut.

"Ini kami lakukan untuk menentukan seberapa besar debit air yang bisa dikumpulkan setiap harinya," kata Puji.

Puji mengaku optimis jika sudah banyak terpasang instalasi pemanen kabut, air yang didapat bisa dipakai untuk mencukupi kebutuhan warga setempat.

Dia bersama anggota lainnya berencana mengembangkan teknologi pemanen kabut dengan menggunakan mesin agar bisa mengumpulkan kabut dalam jumlah lebih besar. Tidak seperti saat menangkap kabut secara manual.

"Kalau menggunakan mesin bisa lebih besar sehingga tidak lagi tergantung pada kabut yang lewat jaring saja," pungkas Puji.

(bgs/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads