Dalam pertimbangannya, anggota hakim Hari Budi Setiawan membeberkan sejumlah teori yang menjadi landasan majelis mengeluarkan putusan. Salah satunya mengacu pada teori retributif, yaitu hukuman setimpal yang sebagai sarana balas dendam dan teori unitarian mengacu pada pemanfaatan pidana.
"Pandangan gabungan kedua sebelumnya yang menekankan pencegahan dan rehabilitasi yang harus dicapai dalam pemidanaan kemudian lahir lagi pemikiran justice model menjelaskan sanksi yang tepat dan efektif bagi si pelaku sendiri sekaligus mencegah pelaku lain melakukannya," jelas Hari di Pengadilan Negeri Jaktim, Jl. Dr Sudarso, Cakung, Senin (25/3/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sedangkan sisi lain harus memperhatikan keadaan si pelaku dan korban agar dapat tercipta kesimbangan di antaranya oleh pihak yang berkaitan konflik itu sendiri. Mengacu pada teori itu maka harus disampaikan oleh majelis hakim terdakwa menyatakan bertanggung jawab dan sikap terdakwa yang turut aktif meyelamatkan korban dan tidak melarikan diri, ditambah lagi tindakan keluarga terdakwa memberikan perhatian cukup besar pada korban," tutur Hari.
Hari mengatakan atas fakta hukum itu, majelis hakim menggunakan teori restorative justice. Fakta tersebut memfokuskan si pelaku sebagai karakter yang bertanggung jawab.
"Segala bantuan yang diberikan keluarga terdakwa terhadap korban sebagai wujud restitusi, rekonsiliasi dan restrorasi sikap memaafkan dari korban adalah dialog," ujarnya.
"Atas pertimbangan tersebut maka adil dan patut kalau majelis menerapkan pasal 14 KUHP tentang pidana bersyarat, maka majelis hakim bependapat tujuan pemidanaan tersebut adalah mencegah dan tidak mengulangi lagi tindak pindana tersebut dengan pidana secara formal pada terdakwa tapi dengan sisi lain restorative justice, memenuhi keseimbangan terdakwa. Pidana yang dijatuhkan pada terdakwa sudah tepat," tandasnya.
(edo/fjp)