Delegasi Indonesia mengunjungi PCA dan International Court of Justice (ICJ) di Peace Palace, Jl. Carnegieplein 2, Den Haag, Kamis (7/3/2013). Delegasi Indonesia diterima oleh Sekjen PCA Hugo Hanz Siblez. Hugo merupakan mantan birokrat senior Belanda dan pernah menjadi Dubes Kerajaan Belanda untuk Perancis. PCA didirikan melalui Convention Pacific Settlement of International Disputes pada tahun 1899. Delegasi Indonesia juga diterima Peter Tomka, Presiden ICJ.
PCA merupakan produk pertama Hague Peace Conference yang diprakarsai oleh Tsar Nicholas II of Russia yang bertujuan menjamin perdamaian dunia dan secara khusus mengurangi pembuatan, perdagangan dan penggunaan senjata untuk keperluan perang. PCA sebagai simbol memperjuangkan perdamaian melalui hukum. Walaupun konvensi PCA 1899 dan amandemen pada 1907 membuat rules of procedures yang didasarkan pada UNCITRAL Arbitration Rules, para pihak yg bersengketa dapat menggunakan prosedur pilihan mereka sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah itu PCA banyak digunakan sengketa-sengketa investasi antara swasta dan pemerintah. Sampai dengan saat ini sengketa internasional di bidang investasi sudah ditangani sebanyak 65 perkara. Dalam PCA ini juga dibentuk Financial Assistance Fund yang diberlakukan sejak tahun 1994 yang bertujuan membantu negara-negara berkembang yang berperkara di PCA ini. Yang berhak atas dana ini adalah pihak dalam Konvensi ini. Sampai dengan saat ini, jumlah negara-negara anggota PCA ini 115. Namun, Indonesia belum menjadi negara pihak dalam PCA ini.
Kunjungan ini menarik, karena Sekjen PCA dihujani dengan pertanyaan-pertanyaan terutama mengenai kemanfaatan PCA bagi Indonesia dan bagaimana agar lawyer-lawyer muda Indonesia bisa magang dan bekerja di PCA sebagai peserta magang ataupun staf. Sekjen sangat menyambut baik permintaan Indonesia.
Menurut Wamenkum HAM Denny Indrayana, Indonesia akan mengirimkan para lawyer muda untuk belajar di Hague Academy of International Law yang berada di bawa PCA. "Kita akan kuatkan central authority, dengan mengirim orang-orang muda, berbakat, cerdas ke Den Haag untuk terlibat di semua organisasi internasional di sini. Dengan demikian kita akan lebih siap dengan tantangan dan persoalan hukum internasional di masa yang akan datang," kata Denny. Rencananya, pengiriman orang-orang muda ini akan dikirimkan dalam musim panas tahun ini.
Salah satu delegasi Indonesia, Mas Achmad Santosa (MAS) yang merupakan Deputi VI Kepala UKP4, sangat menyambut baik langkah Kemkum HAM yang akan segera merealisir kerja sama untuk mengirimkan para ahli hukum muda yang potensial (terutama yang berada di pemerintah Indonesia) untuk lebih memahami badan-badan hukum internasional seperti ICJ, PAC, ICC dan Hague Conference of International Private Law. Pemerintah perlu mengirimkan sebanyak banyak ahli hukum muda ke The Hague Academy of International Law yang berada di Hague untuk mendalami public international law maupun private international law.
"Dengan demikian kita akan lebih mungkin menempatkan lawyer-lawyer kita di lembaga-lembaga internasional. Selama ini kita sangat sepi dengan peran orang-orang hukum Indonesia di lembaga-lembaga hukum internasional setelah Mochtar Kusumaatmadja, Hasyim Djalal, Koesnadi Hardjasoemantri, Adnan Buyung Nasution, dan Hassan Wirajuda," kata MAS.
Menurut MAS, saat ini kaderisasi ahli-ahli hukum Indonesia masih kurang baik. Karena itu, prakarsa pemerintah lewat Wamenkum HAM perlu didukung. "Sepertinya pemerintah Indonesia juga perlu memikirkan sebagai potensial user PCA, untuk meratifikasi Konvensi Pacific Settelement of International Disputes. Saya kira Indonesia sebagai tempat investasi internasional dan bagian dari aktor aktif di tingkat global tidak mungkin menghindar dari keanggotaan-keanggotaan semacam ini. PAC penting karena pada saat kita menjadi anggota kita bisa mempengaruhi kebijakan-kebijakan PCA dan menaruh orang-orang terbaiknya sebagai arbiter internasional," kata MAS
(asy/asy)