Pada awal Agustus 2011, KPK membentuk komite etik dengan susunan anggota tiga dari unsur internal yakni Abdullah Hehamahua, Said Zainal Abidin dan Bibit Samad Rianto serta empat dari pihak eksternal Buya Syafii Ma'arif, Nono Anwar Makarim, Mardjono Reksodiputro, dan mantan komisioner KPK Sjahrudin Rasul.
Tim memeriksa 37 orang yang meliputi unsur internal dan eksternal KPK untuk mengklarifikasi benar tidaknya tudingan M Nazaruddin. Mantan Bendum Demokrat ini sebelumnya bernyanyi bahwa dia pernah memberikan uang dan melakukan pertemuan dengan sejumlah unsur internal KPK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Satu setengah tahun kemudian, KPK kembali dilanda masalah. Kali ini persoalan datangnya bukan dari luar, melainkan dari dalam. Ada draf sprindik penersangkaan terhadap Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum yang beredar luas pada 9 Februari. Padahal, draf tersebut memiliki tingkat kerahasiaan yang lebih tinggi dengan sprindik (jika diputuskan untuk diterbitkan) itu sendiri. KPK sampai saat ini menyatakaj status Anas sebagai saksi.
Setelah melakukan serangkaian penelusuran terkait bocornya sprindik itu, tim dari Pengawas Internal akhirnya memberikan rekomendasi kepada pimpinan untuk membentuk komite etik. Ada informasi yang menyebutkan, satu dari lima unsur pimpinan diduga mengetahui atau membocorkan dokumen tersebut.
"Ada dugaan di level pimpinan maka dibentuk komite etik," ujar jubir KPK Johan Budi, Kamis (21/2) malam.
KPK memang belum mengumumkan siapa-siapa yang akan menjadi anggota komite etik. Johan menambahkan, pimpinan yang dapat dipilih menjadi komite etik, adalah pimpinan KPK yang tidak memiliki conflict of interest dalam kasus tersebut.
Siapapun, anggota komite etik nanti diharapkan dapat mengungkap secara gamblang siapa pembocor draf sprindik tersebut. Apalagi karena kebocoran ini, citra KPK yang selama ini dikenal garang dan tak tebang pilih dalam mengangkut koruptor, disebut-sebut mulai masuk dalam pusaran politik elite.
(fjr/nrl)