PPI Swedia: Pilih Bekerja di Indonesia atau di Luar Negeri?

Laporan dari Stockholm

PPI Swedia: Pilih Bekerja di Indonesia atau di Luar Negeri?

- detikNews
Rabu, 06 Feb 2013 15:25 WIB
PPI Swedia
Stockholm - Globalisasi berdampak pada penentuan lokasi untuk bekerja. Ada dua faktor utama yang menjadi pertimbangan, yaitu kualitas hidup (aspek pribadi) dan kualitas pekerjaan (aspek profesional).

Hal itu disampaikan Yudi Pawitan, profesor pada Karolinska Institute Stockholm dalam workshop yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Swedia baru-baru ini.

Workshop ini sebagaimana disampaikan Victor Samuel, Garniasih dan Muhammad Mufti Azis kepada detikcom adalah bagian dari rangkaian acara Winter Gathering PPI Swedia 2013 yang diselenggarakan di Stockholm pada 25-27 Januari 2013.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tujuannya untuk berbagi pengalaman dan pandangan terutama kepada lulusan muda. Setelah melalui perjuangan panjang menyelesaikan tugas belajar di luar negeri, biasanya kebimbangan mulai menghinggapi para lulusan muda ini karena harus memilih antara mengembangkan diri di luar negeri atau di Indonesia.

Dalam aspek pribadi, menurut Yudi, bekerja di Indonesia lebih menguntungkan dalam beberapa hal, antara lain kedekatan dengan handai taulan dan teman, kelekatan norma dan kebudayaan, dan pemenuhan idealisme melalui kontribusi kepada negara.

"Dalam aspek profesional, ada keuntungan dalam bersaing dengan lulusan dalam negeri. Lulusan luar negeri dapat menjadi ikan besar dalam kolam kecil," ujar profesor genetika statistik dan bioinformatika ini.

Sementara itu, bekerja di luar negeri dapat memberi keuntungan dalam aspek pribadi berupa pemuasan hasrat akan petualangan, pemahaman akan perspektif-perspektif skala dunia, dan gaji lebih tinggi.

Secara profesional, ada kesempatan lebih luas dan lingkungan penelitian lebih baik, yang lebih didukung oleh beberapa faktor, yakni budaya penelitian, peran jelas antara peneliti, pengajar, dan pengurus, serta sarana penelitian, aturan jelas, dan dana besar.

Pertanyaannya adalah seberapa cepat faktor-faktor ini berubah dalam era globalisasi atau kesejagatan dan dunia yang saling terhubung ini?

Menurut Yudi, perubahan itu tidak mudah. Mengubah fenomena mungkin mudah, namun budaya sangat sulit diubah meskipun tidak mustahil. Banyak bangsa sekarang mampu membeli ponsel pintar, namun masing-masing menggunakannya dengan cara dan tujuan berbeda.

Dalam kesimpulannya, Yudi mengungkapkan bahwa saat ini tersedia banyak pilihan untuk bekerja di luar Indonesia. Namun pada akhirnya, masing-masing individulah yang bertanggung jawab untuk memutuskan apa yang paling ingin dicapai dalam hidupnya.

"Tanpa menjawab pertanyaan kunci ini, seseorang tidak akan mampu memutuskan apapun," demikian Yudi.

Tantangan

Sementara itu dosen tetap bidang transportasi pada Kungliga Tekniska Hogskolan Yusak Susilo menyampaikan tantangan dan kesempatan dalam meniti karir di luar negeri dibandingkan di Indonesia.

"Salah satu hambatan untuk bekerja di Indonesia dulu adalah lingkungan pekerjaan yang cenderung korup dan tidak transparan," ungkap Yusak.

Berbekal pengalaman bekerja di empat negara maju, doktor lulusan Kyoto University ini berpendapat bahwa dengan bekerja di luar negeri, ia dapat merasakan lingkungan yang lebih baik di mana nilai kejujuran sangat dijunjung tinggi sebagaimana ia ingin menanamkan nilai-nilai ini kepada anak-anaknya.

"Tantangan terbesar ketika bekerja di luar negeri adalah kemungkinan diskriminasi, meskipun saat ini jauh lebih kecil, dan stereotipe yang ditimpakan kepada orang Asia, meskipun mungkin tidak disengaja," imbuh Yusak.

Dinomorduakan atau ditekan dengan harapan terlalu tinggi sudah dialami Yusak secara pribadi. Selain itu, kerinduan untuk pulang ataupun masalah keluarga yang mengikat juga menjadi tantangan untuk bekerja di luar negeri.

Namun, tantangan-tantangan dalam berkarir di luar negeri tersebut dapat memacu seseorang untuk menjadi individu lebih baik dan kesempatan-kesempatan yang bisa diraih juga besar. Jika orang Indonesia mampu menunjukkan karya yang baik, ia juga akan membuka pintu kesempatan bagi orang Indonesia lainnya untuk berkarir di luar negeri.

"Atasi tantangan-tantangan itu atau pulang saja," tandas Yusak.

Mitos-mitos

Yusak kemudian mengupas mitos-mitos dalam berkarir di luar negeri. Lebih kaya? Tidak selalu. Yusak telah membuktikan bahwa ia sendiri sulit mencapai tingkat kaya, meskipun sudah mendapat jabatan tetap.

Tidak stres? Tidak juga. Lebih stabil? Itu bergantung kepada jenis pekerjaan dan negara. Fasilitas lebih baik untuk keluarga? Mungkin, tapi tidak di semua negara. Lebih bahagia? Itu bergantung kepada masing-masing.

"Punya banyak hal tidak menjamin kebahagiaan. Yang paling penting adalah bersyukur atas apa yang dimiliki," papar Yusak.

Bagaimanapun juga, lanjut Yusak, berkarir di luar negeri tetap memiliki daya tarik. Di luar negeri, seseorang lebih mudah merencanakan kehidupan sebab didukung oleh sistem yang lebih jelas dan profesional. Selain itu, ia juga memiliki sarana untuk mencapai target-target dalam hidup.

Secara terpisah, Muhamad Reza doktor lulusan TU Delft, Belanda, menambahkan bahwa kesempatannya untuk memimpin sebuah grup internasional mungkin tidak akan terjadi jika ia bekerja di Indonesia, yang terkadang justru masih diwarnai diskriminasi.

"Tak kalah penting adalah penguasaan bahasa lokal, jika memilih berkarir di dunia industri," tegas Reza, yang kini bekerja di salah satu perusahaan peralatan listrik raksasa dunia di Swedia.

Pembicara tamu Said Irfan yang bekerja sebagai manager strategi di perusahaan telekomunikasi raksasa Swedia menambahkan bahwa selalu banyak tantangan dan hal-hal baru di dalam dunia industri yang membuatnya betah untuk terus belajar dan meningkatkan kapasitas diri.

PPI Swedia dalam workshop ini menghadirkan lima narasumber yang telah banyak malang melintang dalam berkarir di luar negeri. Selain Yudi Pawitan dan Yusak Susilo, sebelumnya Denny Tjahjanto, Setia Pramana, dan Muhammad Reza telah memaparkan topik Bekerja di Dunia Akademik atau Industri?

Hasil diskusi ini diharapkan dapat membantu memberikan pencerahan wawasan kepada para pembaca dalam mengejar segala impiannya.
(es/es)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads