"Ada rencana membeli pesawat, kita sedang jajaki jumlahnya tiga sampai empat pesawat. Tapi harganya terlalu mahal," kata Menag Suryadharma Ali kepada wartawan usai rapat dengan komisi VIII di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (30/1/2013).
Latar belakang munculnya ide pengadaan pesawat khusus, adalah melihat keterbatasan kemampuan dari maskapai dalam melayani penerbangan haji. Baik pihak Garuda Indonesia dan Saudi Airline yang selama ini melayani penerbangan haji, dalam prakteknya menyewa pesawat terbang berbadan lebar agar jadwal penerbangan reguler mereka tidak terganggu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun masalah efisiensi menjadi pertimbangan utama sebelum memutuskan untuk realisasikan rencana pengadaan pesawat. Jangan sampai pesawat tersebut hanya beroperasi secara efektif selama musim haji dan setelah itu hanya menghuni hanggar sehingga tidak efisien dalam biaya perawatannya.
"Sebab kalau Kemenag beli pesawat, maka harus merupakan investasi yang aman, menguntungkan, dan jamaah dapat diringankan dari biaya tiket," papar Suryadharma tentang tiga pertimbangan utama pengadaan pesawat.
Maka solusinya adalah jalinan kerja sama operasional dengan maskapai penerbangan nasional untuk perawatannya. Sebagai kompensasinya, maskapai dapat menggunakan pesawat milik Kemenag untuk penerbangan reguler angkutan penumpang di luar musim haji.
Pesawat sebesar itu tentu saja lebih efisien untuk penerbangan jarak jauh dengan load faktor yang tinggi. Masalahnya tidak semua bandara tujuan di dalam negeri yang lalu lintas penerbangannya padat, mampu melayani Airbus A-380.
"Kalau dioperasikan (usai musim haji) kira-kira ke mana? Tentu daerah yang banyak penumpangnya," ujar Suryadharma.
(iqb/lh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini