Seperti yang dituturkan salah seorang napi dari tujuh orang yang dijemput Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk kepentingan penyidikan pengendalian narkotika di balik penjara.
Yadi Mulyadi alias Bule alias Aa. Dia adalah napi hukuman mati atas kasus pembunuhan berencana di Sukabumi tahun 2000 lalu. Dia dicokok BNN karena terindikasi terlibat dalam pengendalian kurir narkotika. Di dalam penjara, dia menjadi pembantu seorang napi vonis mati asal Nigeria yang terlilit kasus narkotika, Sylvester Obiekwe alias Mustofa, yang juga dijemput BNN.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka ini punya banyak uang di penjara, hidupnya sejahtera," kata Yadi.
Yadi tinggal satu kamar dengan Mustofa dan seorang napi vonis mati lainnya. Yadi menjadi pembantu yang setiap hari membereskan barang-barang milik Mustofa. Dia digaji tak tentu, kadang Rp 200 ribu bahkan Rp 100 ribu. "Ya lumayan untuk rokok seminggu," katanya.
Yadi menyebut kelompok napi satu kewarganegaraan dengan Mustofa seperti mesin uang. Dia dan beberapa kawannya tak ayal berharap pekerjaan seperti menjadi pembantu dari orang-orang seperti Mustofa.
"Makanya mereka bisa main ke depan (kantor administrasi Lapas Batu), kalau kayak saya enggak bisa main sampai ke depan-depan," tuturnya.
Selama dua tahun hidup dengan Mustofa, dia memperhatikan bos-nya itu banyak menerima tamu dari luar, salah satunya adalah pengacara.
"Dia cerita mau ajuin PK terus minta saya jadi saksi dan sudah kenal lama kalau dia itu enggak bersalah, padahal saya baru kenal dia," katanya.
Di dalam penjara, kisah Yadi, Mustofa memiliki handphone, tidak hanya satu tapi enam unit handhone. "Telepon satu bunyi, telepon yang lain bunyi, pokoknya sibuklah," katanya seraya menambahkan dia tidak terlalu mengerti apa saja yang dibicarakan bosnya itu dalam pembicaraan telepon.
Ada yang lebih mengejutkan lagi, Mustofa menyimpan buku-buku rekening bank di dalam penjara. Dia tidak terlalu ingat berapa jumlah buku tabungan yang dimiliki Mustofa.
"Uangnya enggak terhitung," kisah laki-laki yang ditangkap ketika anaknya berusia enam bulan ini.
Detikcom mencoba mengkonfirmasi pernyataan tersebut kepada Mustofa yang duduk di kursi kanan dalam bus. Napi yang berdalih sedikit menguasai Bahasa Indonesia ini mengaku dia tidak tahu kasus yang menimpanya sekarang. Berkali-kali juga dia menampik tudingan Yadi tentang kepemilikan telepon dan rekening.
"Saya punya pengacara bicara saja dengan dia," ujarnya yang menolak menyebutkan siapa pengacaranya.
Mustofa dan yadi dicokok BNN, Selasa (27/11/2012) lalu guna kepentingan penyidikan BNN terkait peredaran dan pengendalian sabu di masyarakat. Bersama Mustofa, BNN juga menjemput Hillary K Chimize, napi vonis mati yang mendapat keringanan hukuman mejadi 15 tahun penjara dan belakangan diketahui vonisnya dimanipulasi menjadi 12 tahun penjara.
(ahy/rmd)