"Vonis ringan plus remisi rasanya haram bagi koruptor. Harusnya vonis berat dan hak remisi dicabut. Baru keadilan tegak di tengah masyarakat hukum Indonesia ini," jelas aktivis Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) Jamil Mubarok, Kamis (16/8/2012).
Jamil menilai apabila hak remisi dicabut tidak melanggar HAM. Karena remisi itu hak yang diberikan oleh negara, bukan hak yang diberikan oleh Tuhan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum lagi, ketika disidang di pengadilan, koruptor hanya mendapat vonis ringan. Ditambah dengan panen remisi di hari besar nasional dan keagamaan membuat koruptor semakin sedikit menjalani masa tahanan.
"Remisi bagi koruptor semakin menjauhkan dari rasa keadilan masyarakat," tegasnya.
Sebelumnya, Dirjen Pemasyarakatan (PAS) Kementerian Hukum dan HAM, Sihabudin menegaskan pemberian remisi terhadap narapidana terpidana perkara korupsi termasuk Gayus Halomoan Tambunan, diberikan sesuai aturan perundangan yakni UU Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Persyaratan pemberian remisi juga harus dipenuhi narapidana.
"Tapi yang jelas kan kalau memang remisi itu kan merujuk pada UU, adalah hak ketika dia tidak melakukan pelanggaran disiplin atau berkelakukan baik," kata Sihabudin di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jaksel, Rabu (15/8/2012).
Khusus terpidana korupsi, aturan pemberian remisi diatur dalam PP 28 tahun 2006. "Tentunya kita masih kembali ke PP 28 untuk bisa menggunakan dasar hukum bagi terpidana korupsi, teroris dan narkotika," sebutnya.
Dalam PP 28/2006 remisi kepada narapidana korupsi diberikan ketika narapidana tersebut menjalani 1/3 masa hukuman pidana. "Maksimal remisi umum itu enam bulan ketika dia sudah melewati masa tahun keenam," pungkasnya.
(ndr/vit)