"Ini bukan gugatan di siang bolong! Bisa dikabulkan!," kata pengamat hukum tata negara, Dr Irman Putra Sidin saat berbincang dengan detikcom, Minggu (15/7/2012).
Menurut Irman, kasus gugatan ini harus dilihat dalam kacamata filosofis konstitusi, bukan dilihat secara parsial. Sebab adanya perbedaan syarat persentase pemilihan suara untuk maju ke putaran kedua dalam 2 UU itu menjadi perdebatan konstitusional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi Irman, dirinya sepakat jika UU DKI Jakarta merupakan UU yang bersifat khusus mengatur Jakarta. Namun dalam UU tersebut mengatur banyak norma, dari keuangan, administrasi hingga jabatan birokrasi. Termasuk di dalamnya mengatur Pilgub. Tetapi menjadi masalah yaitu apakah seluruh norma yang ada di Jakarta mutlak diterapkan atau tidak.
"Apakah norma Pilgub DKI Jakarta dalam UU DKI Jakarta juga bersifat khusus yang mutlak diterapkan di Jakarta? MK yang bisa menjawab," tandas Irman.
Ketiga warga yang mengajukan gugatan tersebut yakni Abdul Havid, warga Cipinang Asem, Jakarta Timur, M Huda, warga Rawamangun, Jakarta Timur dan Satrio Fauziadamardji, warga Cilandak Jakarta Selatan.
Mereka menggugat UU No 29/2007 tentang Pemprov DKI. Menurut mereka, pelaksanaan Pilgub 2 putaran dinilai melanggar pasal 24A ayat 1, pasal 27 ayat 1, pasal 28D ayat 1, pasal 28 1 ayat 2 UUD 45. Padahal menurut mereka putaran kedua itu hanya mengacu pada satu UU No 29/2007 yaitu yang menyuarakan apabila tidak tercapai 50 persen plus.
(asp/nal)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini