"Kami menghormati putusan kasasi ini. Namun mempunyai dampak buruk terhadap demokrasi," kata Direktur Program Imparsial Al Araf, Selasa (8/5/2012).
Al Araf menjelaskan, putusan itu berdampak buruk terhadap sistem demokrasi yaitu pejabat militer menjadi seenaknya mengidentifikasi LSM dengan hal-hal yang buruk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kacamata Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Keadilan alias Imparsial ini, putusan hakim sebenarnya sudah tegas menilai bahwa pejabat tidak boleh seenaknya mengidentifikasi masyarakat sebagai suatu ancaman. Namun, perdebatan yang terjadi hal itu menjadi diperbolehkan ketika dinyatakan di ruang tertutup.
"Masih debatable di ruang tertutup atau terbuka. Kami menilai bahwa tidak pantas dalam rezim demokrasi instansi militer seperti KaBais mengidentifikasi kelompok masyarakat sebagai ancaman," pungkasnya.
Seperti diketahui, pada seminar 29 Agustus 2006 itu, Mayjen TNI Syafnil Armen menyatakan Imparsial, Kontras, dan Elsham merupakan bagian dari "kelompok radikal lain" yang mengancam eksistensi keberadaan Pancasila dan merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tidak puas serta kecewa kepada Pemerintah.
Mendapati pernyataan ini Imparsial menggugat KaBais karena dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum sesuai dalam pasal 1365 KUHPerdata. Selain itu Imparsial menggugat ganti rugi Rp 1.061.945 sesuai dengan hari lahir Pancasila pada 1 Juni 1945.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan memang dari bukti-bukti yang ada pernyataan itu ada dalam makalah. Namun perkataan itu tidak melawan hukum karena disampaikan dalam seminar tertutup dan mengacu pada chatam house of rule. Lalu Imparsial mengajukan banding dan kasasi. Lagi-lagi Imparsial menelan kekalahan di dua tingkat peradilan tersebut.
(asp/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini