"Hapus saja Pasal 505 KUHP karena tidak pro rakyat. Menjadi gelandangan itu karena kesalahan kebijakan pembangunan," kata Sekjen Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) M Ihsan saat berbincang dengan detikcom, Kamis (29/3/2012).
Apalagi, menurut Ihsan, dalam pasal 34 UUD 1945 jelas disebutkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Jadi tidak ada alasan untuk mempertahankannya. "KUHP dibuat pada zaman Belanda. Saat itu orang Belanda tidak mau ada gelandangan karena membuat pemandangan kota-kota jelek," ujar Ihsan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Umpamanya kalau polisi salah tangkap, karena tidak mau dipersalahkan atau dipraperadilankan maka pakai pasal ini," ungkap Ihsan.
Seperti diketahui, Debi Agustino Pratama yang juga mahasiswa Fakultas Hukum ini meminta Mahkamah Konstitusi membatalkan pasal tersebut. Aparat menangkapi anak-anak punk dengan berdalih ada pasal 505 KUHP tersebut. Dirinya tidak terima lalu meminta MK membatalkan pasal itu karena bertentangan dengan pasal 1, pasal 28 d ayat 1 dan pasal 34 ayat 1 UUD 1945.
"Saya tidak tahu nanti jadi apa. Apakah jadi gelandangan atau tidak. Tapi pasal ini berpotensi memidanakan saya kalau saya jadi gelandangan. Saya meminta MK menghapus pasal ini," ujar Deni yang mengajukan permohonan tanpa didampingi kuasa hukum.
Pasal 505 ayat 1 KUHP berbunyi 'barangsiapa bergelandangan tanpa pencarian, diancam karena melakukan pergelandangan dengan kurungan paling lama 3 bulan'. Adapun ayat kedua berbunyi 'pergelandangan yang dilakukan oleh 3 orang atau lebih yang umurnya diatas 16 tahun, diancam dengan kurungan paling lama 6 bulan'.
(asp/nrl)