Terlahir sebagai seorang lelaki, jauh dalam hatinya, Turdi merasa sebagai seorang perempuan. Hal ini dirasakan Turdi sejak dirinya masih anak-anak.
"Saya memang merasa wanita. Sejak kecil. Mungkin juga karena saya merasa dimanja karena saya anak tunggal," ujar Turdi yang menerima detikcom di depan kos-kosan petakan seluas 2x2 meter di gang sempit dekat bantaran kali di kawasan Klender, Jakarta Timur, Rabu (7/3/2012).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya bandel karena sering bolos sekolah. Sering dipukulin bapak karena sering bolos sekolah," ujar Turdi yang mengenakan kaos merah dan celana jeans tiga perempat. Di wilayah padat penduduk itu, ia akrab disapa dengan panggilan Mbak Evie.
Turdi yang lahir di Yogyakarta dan tumbuh besar di Salatiga itu tak betah sekolah. Sering membolos hingga Sekolah Rakyat (SR) pun drop out. Dia akhirnya merantau ke Jakarta karena diajak teman-temannya saat beranjak remaja.
Turdi remaja akhirnya bekerja ikut pejabat yang seorang Jaksa Agung Muda di Kejaksaan Agung yang pernah menjabat sebagai Kajati Irian Barat, sekitar tahun 1964-1969. Selama tahun-tahun itulah Turdi belajar memasak secara otodidak.
Tak betah bekerja di rumah pejabat Kejaksaan Agung, Turdi kemudian keluar dan menumpang di rumah temannya di kawasan Menteng Dalam. Di situ Turdi kemudian memasak. Hasil masakannya pun dibagikan kepada tetangga temannya, termasuk pasangan keluarga Ann Dunham dan Lolo Soetoro yang berputra Barack Obama. Hasilnya, masakan Turdi mendapatkan pujian. Tetangga itu kemudian memberi kabar bahwa keluarga Ann Dunham sedang membutuhkan juru masak.
"Dia bilang 'Itu ada tetangga pulang dari luar negeri, istrinya orang bule. Dia butuh juru masak. Terus dia sudah nyoba masakan kamu katanya enak, kamu disuruh ke sana nanti kamu ngomong sama dia'" kenang Turdi menirukan awal mula dirinya bertemu Barack Obama.
Saat ke rumah Ann Dunham, dirinya dites oleh ibunda Obama. Tesnya, memasak bistik sapi.
"Ternyata enak, dan dia suka. Akhirnya diterima kerja di sana. Gaji yang saya dapat di tempat Pak Barack Obama 10 kali lipat lebih besar dari waktu kerja sama Jenderal (panggilan untuk majikan lama, red)," tutur Turdi.
Saat bekerja di rumah Ann Dunham itulah Turdi bertemu Obama. Masakan kesukaan Obama, menurutnya adalah sop buntut dan nasi goreng.
"Dia (Obama) selalu suka masakan saya. Apalagi kalau saya masak sop buntut," tutur Turdi mengenang Obama kecil.
Tak hanya memasak, namun Turdi juga sesekali disuruh menjemput Obama dari sekolah setelah pelajaran tambahan. Tak cuma itu, Turdi bahkan pernah 'memerintah' Presiden AS kecil itu.
"Kadang-kadang saya menjemput kalau Obama telat pulang karena ada pelajaran tambahan di sekolah. Saya jemput pakai sepeda yang ada di rumah atau menyewa becak. Saya juga kadang mengingatkan mandi, 'Barry kamu mandi dulu'," kata Turdy.
Kemudian keluarga Obama pindah dan Turdi mencari pacar. Selanjutnya, Turdi mencari pacar seorang laki-laki kemudian putus hubungan 3 tahun kemudian. Seperti yang diberitakan sebelumnya, Turdi terjerumus dalam dunia prostitusi.
"Saya dapat laki-laki dan uang. Pokoknya kebutuhan saya terpenuhi saat itu," kenangnya.
Namun, kehidupan jalanan yang dijalaninya saat itu tidak semudah yang ia bayangkan. Ia sering dikejar dan ditangkap oleh petugas keamanan kota pada masa itu. Ia pernah ditangkap dan digunduli oleh anggota Kodim. Padahal, saat itu rambutnya bagus dan panjang.
Ia memutuskan keluar dari dunia prostitusi setelah menemukan dua orang temannya tewas mengambang di sungai dalam kondisi mengenaskan, tubuh dan wajah bengkak, setelah sebelumnya lari dari kejaran petugas yang sedang melakukan razia. Saat itu, ia memutuskan untuk menata ulang hidupnya dan berhenti sebagai seorang pekerja seks.
"Saat itu saya mikir, kehidupan yang saya jalani selama ini nol besar. Nggak ada artinya saya jadi pelacur," tutur Turdi.
Saat ini Turdi menjalani masa tuanya di rumah kos petakan bersama beberapa waria lain di gang sempit di wilayah Klender, Jakarta Timur. Ia bekerja serabutan untuk menyambung hidup, mengandalkan tetangga yang butuh bantuan. Ia cukup sering menerima permintaan mencuci pakaian kotor tetangganya. Namun, sejak banyaknya jasa laundry kiloan, ia sudah jarang mendapat order cucian lagi.
"Berapa saja tetangga mau ngasih biasanya Rp 10 ribu- Rp 20 ribu, semenjak laundry kiloan sudah jarang dapat job lagi. Sekarang kalau lagi butuh banget ke rumah saudara-saudara saya minta beras. Banyak saudara saya di sini, ada yang di Bekasi," tutur Turdi yang kedua orang tuanya sudah meninggal ini.
Turdi sadar dirinya tak memiliki masa depan dan tinggal menunggu ajal. Turdi juga perlahan mulai memperhatikan kehidupan religiusnya.
"Saya sih sekarang sudah tua, sudah nggak bisa berharap apa-apa lagi. Tinggal tunggu umur saja. Akhir-akhir ini saya sering berdoa. Kadang-kadang saya salat juga. Saya menyesali kehidupan di masa lalu. Saya pikir-pikir nggak ada gunanya dulu saya jadi pelacur. Jadi pelacur itu nol besar. Tapi namanya sekarang saya sudah tua, sudah berumur, ya sudah saya pasrah saja," tutup Turdi.
(nwk/nrl)