"Salah satu permasalahan utama dalam proses peradilan pidana Indonesia adalah tahapan Prapenuntutan. Tahapan yang menjadi jembatan koordinasi antara penyidik dengan penuntut tersebut terbukti telah gagal secara norma yang kemudian berimplikasi pada praktik penegakan hukum," jelas aktivis dari LBH Jakarta, M Isnur, dalam keterangannya, Senin (25/4/2016).
Sidang perdana sudah dilakukan dan pada Rabu mendatang akan dilakukan sidang lanjutan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia, persoalan koordinasi tersebut berujung pada terlanggarnya hak-hak pencari keadilan untuk mendapatkan kepastian dan keadilan hukum. Perkara yang hanya dimonopoli oleh penyidik dalam banyak kasus kental dengan muatan kriminalisasi, salah tangkap, penyiksaan untuk memperoleh pengakuan, hingga korupsi dalam penegakan hukum.
"Begitu juga dengan fenomena bolak-baliknya berkas perkara yang berujung pada ketidakpastian nasib pencari keadilan apalagi jika ia berstatus tersangka," sambungnya.
Karena itu, lanjut Isnur, sejumlah pihak termasuk Andro menggugat aturan yang mengatur proses penyidikan atau prapenuntutan di KUHAP ke MK.
"Terkait beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk memecahkan sekaligus memberi jalan keluar terhadap persoalan tersebut," tegas dia. (dra/dra)