“Saya bersedia mengganti seluruh pengeluaran sponsorship maupun CSR untuk pengadaan mobil listrik kalau memang proyek tersebut tidak diperbolehkan menggunakan dana sponsorship atau CSR,” jelas Dahlan dalam keterangannya, Senin (15/6/2015).
“Saya merasa sedih karena mantan anak buah saya di Kementerian BUMN dijadikan tersangka karena mengkordinasikan CSR/sponsorship untuk pembiayaan mobil listrik,” tambah Dahlan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Saya belum tahu berapa dana untuk pengembangan mobil listrik tersebut. Tapi kalau uang saya tidak mencukupi, saya yakin bisa minta tolong teman-teman saya yang peduli dengan kemajuan anak bangsa untuk membeli mobil tersebut,” jelas dia.
“Saya sedih masalah ini jadi perkara pidana. Saya berharap teman-teman tidak patah semangat. Selama ini BUMN juga mengalokasikan dana yang besar untuk pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, olahraga dan sebagainya. Saya juga tidak tahu apakah yang seperti itu juga tidak boleh,” sindir Dahlan.
Seperti berita seblumnya, Jaksa tindak pidana khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 2 tersangka kasus penyimpangan pengadaan 16 unit mobil listrik pada 3 BUMN senilai Rp 32 miliar. Salah satu tersangka merupakan mantan pejabat di Kementerian BUMN.
"Jaksa Satgassus telah menetapkan 2 tersangka atas nama DA dan AS," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony T Spontana di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan.
Kedua tersangka yaitu Direktur Utama PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi selaku pihak swasta yang mengerjakan proyek serta Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia, Agus Suherman. Namun, Agus dijadikan tersangka saat menjabat di Kementerian BUMN ketika proyek itu dikerjakan pada tahun 2011
(dra/gah)











































