Di tengah-tengah kegiatan belajar mengajar tampak Untoro mengambil sebuah wayang. Seketika pula, pria yang hanya bisa berbaring ini langsung menyanyikan tembang Jawa yang berisi nasihat kepada anak-anak yang sedang belajar di rumahnya.
Tampak anak-anak tersebut memperhatikan gerak tangan Untoro sembari mendengarkan tembang mocopat yang dilantunkan pria difabel tersebut. Selang beberapa menit, Untoro kembali melanjutkan kegiatan belajar mengajar dan menutup kegiatan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Wayang ini untuk hiburan saja, ceritanya biasanya Goro-goro dan nanti saya nembang Jawa. Jadi biar anak-anak dapat pendidikan tentang apa itu mocopat," ujar Untoro saat ditemui detikcom di kediamannya, Dusun Klampok, Desa Giripurwo, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Gunungkidul, Rabu (30/1/2019).
"Selain menghibur, dengan mocopat itu saya sering menyisipkan nasihat ke anak-anak agar termotivasi belajar," imbuhnya.
Disinggung mengenai dari mana wayang tersebut didapatkan, Untoro mengaku membuatnya sendiri dibantu anak didiknya. Untuk bahan pembuatan tokoh pewayangan, Untoro memanfaatkan pembungkus rokok yang ia gambari sendiri dan nantinya dipotong lalu dipasangi kayu kecil sebagai pegangan.
"Ini saya bikin sendiri, seperti bikin wayang punokawan (Gareng, Semar, Petruk dan Bagong) untuk cerita goro-goro ke anak-anak. Dulu anak-anak suka bawain gambar wayang untuk saya tiru saat digambar, tapi karena dari dulu suka wayang saya kan sudah hafal tokoh-tokohnya siapa," ujarnya.
Diakui Untoro, alasannya menghibur anak-anak dengan pertunjukkan wayang karena sejak kecil ia suka menonton pertunjukkan wayang di desanya. Karena itu, dari rasa sukanya itulah ia ingin menggunakannya sebagai media untuk mengedukasi sekaligus mengenalkan budaya kepada anak didiknya.
![]() |
"Sejak kecil itu saya suka diajak lihat wayangan pas ada acara sunatan dan lain-lain di dsa, dari situ saya suka wayang. Ini juga baru buat wayang lagi, Janoko ini," katanya sembari menunjukkan gambar tokoh pewayangan yang digambarnya sendiri.
Sementara itu, warga setempat, Margono (54) mengatakan bahwa 2 dari 3 anaknya telah lama ikut belajar gratis dengan Untoro. Ia pun mengapresiasi sistem belajar yang dipakai Untoro, khususnya dalam mengenalkan budaya kepada anak didiknya.
"Dua anak saya ikut belajar sama Mbah Un dari dari TK sampai SD, tapi SMP putus belajarnya karena menyesuaikan kurikulum baru. Tapi saya salut dengan mbah Un, meski tidak ada basic pendidikan, Mbah Un selalu memposisikan diri agar anak-anak mau semangat belajar," ujarnya.
Selain itu, dari belajar gratis tersebut, anak-anak mendapatkan ilmu tentang kehidupan sejak diri. Di mana ilmu tersebut belum tentu bisa didapatkan saat belajar di sekolah.
![]() |
"Banyak nilai plusnya, seperti anak-anak tahu wayang dan membuat anak-anak tidak berkeliaran tidak jelas sehabis pulang Sekolah. Satu lagi, Mbah Un selalu melatih anak-anak untuk membawa uang kecil saat datang. Bukan untuk membayar, tapi uang itu diminta Mbah Un agar dikumpulkan dan kalau sudah setahun nanti disodakohkan ke orang yang membutuhkan," katanya.
Apa yang dilakukan Mbah Un juga mendapat apresiasi dari Kanit Binmas Polsek Purwosari, Aiptu Saparudin. Menurutnya, apa yang dilakukan Mbah Un patut dijadikan contoh bagi orang-orang yang putus asa dalam mengidap penyakit.
"Saya merinding dengan apa yang dilakukan beliau (Untoro), beliau ini contoh yang pas untuk orang-orang yang putus asa karena sakit agar tetap semangat menjalani hidup. Karena meski menderita sakit, mbah Un tetap semangat dan memberi motivasi ke orang lain di lingkungannya," ujarnya.
"Khususnya untuk yang mau gantung diri karena sakit tak kunjung sembuh, lihat Mbah Un, meski sakit dan kekurangan, dia tetap berusaha agar berguna dan memotivasi orang lain agar semangat hidup," pungkasnya. (sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini