Spotlight

Siasat Menunda Pemilu 2024

Putusan hakim PN Jakpus dianggap tidak kompeten dan menabrak berbagai aturan yang lebih tinggi terkait penyelenggaraan Pemilu 2024.

Ilustrasi : Edi Wahyono

Selasa, 7 Maret 2023

Tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) membuat keputusan yang dianggap merugikan publik pada Kamis, 1 Maret lalu. Perintah majelis hakim tersebut, KPU mengulang tahapan Pemilu 2024 dari awal. Tindakan hakim itu dianggap menabrak berbagai aturan penyokong pelaksanaan pemilu.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menegaskan Pemilu 2024 tetap berjalan sesuai dengan agenda semula. Adapun keputusan PN Jakpus yang menyatakan penundaan pemilu dianggap tidak selaras dengan berbagai aturan yang lebih tinggi. Karena itu, putusan itu tak bisa dilakukan, apalagi melalui amar putusan PN dan bersifat erga omnes alias berlaku bagi setiap orang lantaran perkara tersebut bersifat perdata.

Sebab, kata anggota Bawaslu Puadi, Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 sudah secara tegas menyatakan pemilu harus dilaksanakan 5 tahun sekali. Demikian juga tertuang dalam Pasal 167 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017.

“Artinya, mengingat pemilu merupakan agenda fundamental negara, jika ingin menunda pemilu, maka dibutuhkan perubahan UUD (1945),” tegas Puadi kepada reporter detikX.

Partai Prima saat menggelar aksi demonstrasi di depan kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (8/12/2022). 
Foto : Agung Pambudhy/detikcom

Pengajar hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, turut menguatkan argumen tersebut. Menurutnya, putusan PN Jakpus tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga konstitusi. Dalam konstitusi di Indonesia, pada Pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali. Karena itu, dalam Undang-Undang Pemilu, tidak ada ruang sama sekali untuk menunda pemilu secara nasional.

Preseden buruknya bahwa ternyata kita nggak usah repot-repot bikin deklarasi, nggak usah repot-repot mengamendemen UUD. Ternyata level PN saja bisa, yang diajukannya juga oleh partai kecil (Partai Prima) yang bahkan tidak memenuhi syarat administrasi untuk jadi peserta pemilu."

"Memang ada di Pasal 400-an (tepatnya 431-433) yang mengatakan bahwa mungkin saja ada pemilu susulan kalau suatu daerah, suatu daerah, bukan nasional, terkena bencana. Misalnya gempa bumi di Cianjur kemarin menunda pemilu selama beberapa bulan misalnya, itu boleh. Tapi tidak secara nasional," terang Bivitri. 

Bivitri menambahkan, bentuk dan alasan pemilu susulan itu pun dibatasi, seperti bencana dan sebab-sebab lainnya yang sangat darurat. Proses itu bahkan tidak melalui putusan pengadilan, tetapi melalui peraturan KPU.

Di sisi lain, Bivitri khawatir jika putusan tersebut menjadi contoh di kemudian hari bagi upaya-upaya pelanggaran konstitusi lainnya. Adanya putusan tersebut, menurut Bivitri, juga merupakan sebuah gejala yang makin mengkonfirmasi bahwa isu penundaan pemilu ini bukan hanya isapan jempol. Ia mengatakan orang-orang yang menginginkan penundaan pemilu memakai segala cara, termasuk melalui gugatan di PN. 

"Preseden buruknya bahwa ternyata kita nggak usah repot-repot bikin deklarasi, nggak usah repot-repot mengamendemen UUD. Ternyata level PN saja bisa, yang diajukannya juga oleh partai kecil (Partai Prima) yang bahkan tidak memenuhi syarat administrasi untuk jadi peserta pemilu," ucapnya kepada reporter detikX.

Permasalahannya, menurut Bivitri, putusan PN Jakpus hanya bisa dibatalkan oleh putusan lain. Adapun bila hakim dipanggil oleh Komisi Yudisial atau Mahkamah Agung dan terbukti bersalah secara etik, proses itu hanya untuk mengoreksi perilaku hakim. Sedangkan putusannya tetap berlaku sampai kemudian dapat dibatalkan oleh putusan pengadilan yang lebih tinggi.

Dengan itu, ia meminta KPU berupaya penuh melakukan banding. Selain itu, KPU dapat melakukan audiensi dengan Mahkamah Agung untuk meminta agar mengeluarkan semacam kebijakan terkait kepatuhan terhadap kompetensi pengadilan.

“Mahasiswa fakultas hukum saja yang belum jadi sarjana itu sudah paham ada kompetensi ini. Kok level hakim bisa nggak mengerti, kan. Ya jangan terlalu naiflah, pasti ada kepentingan di belakangnya,” ujarnya.

Juru bicara Dewan Pengurus Pusat Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra juga mencurigai putusan tersebut sebagai upaya memperpanjang masa jabatan pemerintah. Ia menilai upaya menunda pemilu melalui putusan PN sebagai cara-cara yang memalukan dan di luar logika hukum.

"Situasi saat ini bukan sekadar PN melampaui kewenangannya, mereduksi konstitusi dan Undang-Undang Pemilu. Tapi kami mencermati ada upaya yang sangat serius dan terorganisasi di balik ini, ada upaya terstruktur dan sistematis," kata Herzaky kepada reporter detikX.

Partai Demokrat melihat ada upaya serius untuk mengganggu tugas-tugas KPU dalam menggelar Pemilu 2024. Herzaky mengatakan gangguan itu ditujukan untuk menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap institusi penyelenggara pemilu tersebut.

"Kalau kami dari Partai Demokrat akan terus mendukung dan mendorong KPU. Apa yang dilakukan KPU selama ini sudah tepat dan benar sesuai dengan konstitusi dan undang-undang," ujarnya.

Selain Demokrat, Partai NasDem tampak keberatan terhadap putusan PN Jakarta Pusat itu. Politikus Partai NasDem Irma Suryani khawatir, jika KPU kalah dalam banding, proses pemilu akan diganggu. KPU sebagai penyelenggara pemilu sengaja disibukkan oleh urusan perkara tersebut. Namun Irma yakin KPU akan menang setelah mengajukan banding.

Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional Guspardi Gaus juga meyakini KPU akan menang dalam perkara tersebut. Hal itu karena sejak awal PN Jakpus tidak memiliki kompetensi yang cukup untuk melanjutkan gugatan tersebut.

Guspardi yakin putusan tersebut tidak akan mampu mengganggu atau membatalkan tahapan pemilu yang sedang dan sudah berjalan. Menurutnya, telah banyak tahapan Pemilu 2024, yang berlangsung sejak 14 Juni 2022. Dengan itu juga telah banyak biaya dan anggaran yang dihabiskan KPU maupun Bawaslu.

Tangkapan layar jadwal sidang gugatan Partai Prima terhadap KPU.
Foto : SIPP PN Jakarta Pusat

Di sisi lain, para peserta pemilu dari partai politik hingga DPD RI juga sudah menjalani proses panjang, mulai pemenuhan syarat, pendaftaran, hingga tahapan verifikasi faktual. Bahkan para peserta yang lolos tahapan tersebut juga telah diumumkan. Dengan itu, menurut Guspardi, tidak mungkin tahapan Pemilu diundurkan ataupun kembali diulang.

"Ini jabatan KPU dan Bawaslu yang sudah habis juga sudah dibentuk timselnya dan timsel sedang bekerja. Insyaallah hari Senin juga akan dilaksanakan seleksi terhadap program-program. Jadi kami optimistis pemilu berjalan sesuai jadwal," ujarnya.

Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Partai Prima Agus Jabo menolak perkara gugatannya dikaitkan dengan isu perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo. Ia mengklaim selama ini partainya juga turut mengkritik kebijakan pemerintahan Joko Widodo.

Jabo juga mengatakan, dengan mengkritik putusan pengadilan tersebut, sama saja tidak menghargai produk hukum PN Jakpus. Ia mempersilakan para pihak yang tidak sepakat untuk melakukan upaya hukum juga.

"Ya sudah, lakukan upaya hukum. Jangan kemudian membuat intrik gitu loh," ucapnya kepada reporter detikX.


Reporter: Ahmad Thovan Sugandi, Fajar Yusuf Rasdianto, Dimas Miftakhul Fakri (magang)
Penulis: Ahmad Thovan Sugandi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE