Spotlight

Lawan Prabowo, Anies Suksesor Jokowi?

Pernah berkolaborasi dan sama-sama menuai keuntungan dari satu sama lainnya, kini Prabowo dan Anies tak lagi dekat hubungannya. Keduanya justru berpeluang besar saling mengalahkan pada pagelaran Pilpres 2024.

Ilustrasi : Edi Wahyono

Selasa, 14 Februari 2023

Pada September 2016, Anies Rasyid Baswedan memperoleh sepucuk surat undangan sebuah acara di Amerika Serikat. Karena tidak ada halangan, ia hendak memenuhi undangan itu. Tak disangka, di tengah persiapan itu, Anies jatuh sakit. Dokter memvonisnya terkena demam berdarah. Batal bertolak ke luar negeri, Anies akhirnya dirawat di rumah sakit.

Di tengah proses pemulihannya, ia disambangi oleh perwakilan tiga partai. Ketiga partai itu adalah Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Mereka mencoba meminta Anies maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2017.

Anies tidak langsung menyanggupi tawaran tersebut. Kepada tiga partai itu, ia meminta waktu untuk berkomunikasi dan meminta pendapat kepada ibundanya. Di depan sang ibu, Anies mengutarakan kabar tersebut. Sang ibu mengatakan akan memberikan restu jika Anies dicalonkan (bukan mencalonkan diri) dan Tri Rismaharini tidak maju sebagai kandidat dalam pilkada. Karena kedua syarat itu akhirnya terpenuhi, Anies mendapat restu dari ibundanya.

Anies Baswedan, Sandiaga Uno, dan Prabowo Subianto sedang menggelar konferensi pers di Kertanegara, Jakarta Selatan, Jumat (23/9/2016). 
Foto : Nathania Riris Michico/detikcom

Melihat Anies telah bersedia dicalonkan, ketiga partai itu bergegas menuju Cikeas. Mereka berharap dapat menggaet Partai Demokrat untuk turut mendukung Anies. Sayangnya, saat itu Partai Demokrat akhirnya mengumumkan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai cagub pada Kamis, 26 September 2016, dini hari.

Janji Anies itu konteksnya 2019. Masak iya nanti kalau Prabowo masih nyalon terus, Anies nggak boleh nyalon juga, kan logikanya tidak begitu."

Siang hari pada tanggal yang sama, Sandiaga bertemu dengan Anies di salah satu restoran di daerah Kebayoran. Saat itu Sandiaga digadang-gadang sebagai cagub dari Partai Gerindra. Pada pertemuan itu, Sandiaga berniat meminta Anies mendampinginya sebagai cawagub. Anies meresponsnya dengan sebuah pertanyaan, apakah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto berkenan menerimanya. Sandi berkata akan membicarakannya dengan Prabowo.

Selesai bertemu dengan Anies, Sandi bergegas ke Kertanegara menghadap Prabowo. Dalam kesempatan itu, akhirnya Prabowo merestui Anies, tapi hanya sebagai cawagub pendamping Sandi.

Malam hari, pukul 22.00 WIB, Anies dikabari melalui sambungan telepon bahwa ia diterima sebagai cawagub yang akan diusung Partai Gerindra. Namun Anies menolak. Ia hanya berkenan maju sebagai cagub. Setelah itu, perbincangan kembali terjadi di Kertanegara. Pada pukul 01.00 WIB Jumat, 23 September 2016, Prabowo akhirnya luluh dan berkenan membiarkan Anies menjadi cagub dan Sandiaga sebagai cawagub.

Pada pukul 01.30 WIB, Anies bergegas datang ke Kertanegara. Saat itu pula pasangan Anies-Sandi resmi terbentuk dan diumumkan. Namun perdebatan di kalangan internal partai belum selesai. Pada siang hari setelah salat Jumat, Anies kembali ke Kertanegara untuk membicarakan sejumlah hal dengan partai koalisi dan Prabowo.

"Itu baru selesai Magrib, makanya ke KPUD itu daftar agak malam," ucap sahabat sekaligus pendukung Anies, Geisz Chalifah, kepada reporter detikX.

Menurut Geisz, Anies dipilih menjadi cagub karena pertimbangan teknis. Saat itu elektabilitas Sandiaga belum mampu mengalahkan rivalnya, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Namun, di balik itu, ada peran Jusuf Kalla yang meyakinkan Prabowo untuk memilih Anies.

"Saling menguntungkan saja, Anies butuh partai untuk maju dan Gerindra butuh menang," ucapnya.

Geisz menuturkan tidak mudah bagi Partai Gerindra dan Prabowo untuk memilih Anies sebagai cagub. Sebab, saat itu beberapa tokoh di Partai Gerindra masih melihat Anies sebagai orang dekat Jokowi. Namun, menurut Geisz, selama masa kampanye hingga purnatugas sebagai gubernur, Anies terbukti memegang janji dan setia terhadap Prabowo.

Dia mengisahkan, saat kampanye pilkada, Anies mengatakan tidak akan berhenti di tengah jalan sebagai gubernur dan mencalonkan diri sebagai capres pada 2019. Geisz menganggap hal itu sebagai upaya Anies menjaga jabatannya sebagai gubernur sekaligus menghormati Prabowo.

"Janji Anies itu konteksnya 2019. Masak iya nanti kalau Prabowo masih nyalon terus, Anies nggak boleh nyalon juga, kan logikanya tidak begitu," ucapnya.

Pada kesempatan lain menjelang Pemilu 2019, saat perhelatan Abang None Jakarta, perwakilan tiga partai menemui Anies. Mereka meminta Anies menjadi capres dari poros tengah. Menurut Geisz, Anies menolak tawaran tersebut.

Bahkan Prabowo Subianto juga disebut berkali-kali meminta Anies mendampinginya pada Pilpres 2019. Namun lagi-lagi Anies menolak tawaran tersebut.

"Para pendukung Anies itu penginnya dia jadi capres, bukan cawapres. Saya sendiri kalau sampai dia jadi cawapres, mungkin saya akan cabut dukungan," ucapnya.

Menjelang purnatugas sebagai gubernur, Anies berpamitan dan mengunjungi sejumlah tokoh, termasuk Presiden. Ia juga disebut minta jadwal bertemu dengan Prabowo. Namun, menurut Geisz, permintaan itu belum dijawab hingga saat ini oleh pihak Prabowo. Berbarengan dengan itu, Partai NasDem kemudian mendeklarasikan Anies sebagai bakal capres dalam Pemilu 2024.

Di sisi lain, Geisz menuturkan Prabowo memang orang yang membuka jalan Anies di dunia politik. Namun, menurutnya, Prabowo bukanlah guru politik bagi Anies. Hal itu karena selama ini Prabowo selalu kalah dalam pertarungan politik.

Sementara itu, pihak Gerindra masih ngotot bahwa, dengan menjadi capres pada 2024, Anies telah mengingkari perjanjiannya dengan Prabowo. Salah satu petinggi Gerindra yang tidak ingin disebut namanya mengatakan perjanjian yang mengatakan Anies tidak akan mengikuti pilpres selama Prabowo masih mencalonkan diri masih berlaku. Menurutnya, perjanjian tersebut tidak mencantumkan tahun sehingga masih berlaku dan relevan pada 2024.

"Ada utang juga dia ke kami ratusan miliar. Sudahlah, dia itu nggak bisa dipegang (janjinya)," ucapnya kepada reporter detikX.

Juru bicara Anies sekaligus akademisi Universitas Paramadina, Hendri Satrio, membantah jika Anies dikatakan telah mengkhianati Prabowo. Semua perjanjian yang disepakati oleh Anies dengan Partai Gerindra hanya menyangkut Pilkada DKI Jakarta 2017 dan telah dianggap selesai.

Menurutnya, Anies bahkan telah melakukan kontak dengan Prabowo untuk meminta bertemu. Namun, sejak Desember 2022, keduanya belum bertemu karena kesibukan masing-masing.

Di sisi lain, menurut Hendri, tetap ada kemungkinan Anies berpasangan dengan Prabowo pada 2024. Namun hal itu harus dibicarakan lebih serius dan melibatkan bukan hanya Prabowo dan Anies, tapi juga partai-partai yang mengusung keduanya.

"Kalau misal mau ada kesepakatan berpasangan, ya Gerindra harus komunikasi dulu dengan partai-partai di Koalisi Perubahan," ucapnya kepada reporter detikX.

Foto bersama usai Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dilantik menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Senin (16/10/2017).
Foto : Pool/Biro Setpres

Terkait kesempatan menang, Hendri percaya Anies mampu menang pada pilpres mendatang. Menurutnya, Anies akan mampu menang setidaknya dengan 57 persen suara. Angka tersebut mendekati angka kemenangan Anies di Jakarta.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin mengatakan, jika Anies menjadi capres, ini merupakan kedua kalinya Prabowo harus berhadapan dengan orang yang dulu turut ia besarkan di kancah perpolitikan. Sebelumnya, Prabowo bernasib sama saat harus berhadapan dengan Joko Widodo, orang yang pernah dia usung di Pilkada DKI Jakarta 2012.

"Makanya kalau di politik itu jangan membesarkan anak harimau. Akses-akses kunci biasanya dipercayakan ke kalangan internal dan terdekat, bukan ke orang lain, apalagi di luar partai," ucapnya kepada reporter detikX.

Menurut Ujang, Anies memiliki potensi besar untuk dapat mengalahkan Prabowo dalam perburuan kursi presiden. Keadaan itu disadari oleh orang-orang terdekat Prabowo, termasuk mereka yang ada di Partai Gerindra. Karena itu, wacana perjanjian utang dan janji kesetiaan Anies ke Prabowo kembali diungkit.

"Di HUT Gerindra ke-15, Prabowo bilang soal dia yang sudah sering dikhianati. Saya pikir itu arahnya juga ke Anies. Tapi hal seperti ini wajar di politik," ucapnya.

Ujang menjelaskan kesempatan Anies mengalahkan Prabowo menjadi lebih besar pada 2024. Hal itu karena basis pendukung Prabowo dari kalangan Islam politik beralih dukungan ke Anies, terutama sejak Prabowo mesra dengan Jokowi.

Adapun peluang keduanya berpasangan, menurut Ujang, sangat kecil. Prabowo dinilai tidak akan sudi menjadi cawapres Anies. Sementara itu, Anies telanjur diumumkan sebagai capres oleh Koalisi Perubahan.

Menurut survei yang dilakukan Charta Politika Indonesia, partai pengusung utama Anies saat ini, NasDem, menempati posisi ketujuh dengan elektabilitas sebesar 4,3 persen. Adapun Demokrat dan PKS menempati posisi lima dan enam dengan perolehan 7,7 persen serta 7,2 persen.

Sementara itu, Gerindra dan PKB, yang bersatu dalam satu koalisi, menempati posisi kedua dan keempat. Keduanya memperoleh elektabilitas sebesar 13,7 persen serta 8,7 persen.

Di sisi lain, survei yang digelar pada 8-16 Desember 2022 tersebut juga menunjukkan elektabilitas Anies untuk sementara unggul tipis atas Prabowo. Dari total sepuluh nama, Anies menempati posisi kedua dengan 23,9 persen. Adapun Prabowo sedikit tertinggal di posisi ketiga dengan 23,0 persen.

Dalam simulasi tiga nama, Anies menempati posisi kedua dengan 29,2 persen. Disusul Prabowo di tempat ketiga dengan 26,1 persen. Adapun posisi pertama diduduki Ganjar Pranowo dengan 37,0 persen.

Momen kebersamaan Prabowo Subianto dan Anies Baswedan, Sabtu (7/7/2018). 
Foto : Dok. detikcom

Berdasarkan wilayahnya, elektabilitas Anies tercatat paling tinggi di tiga daerah Sumatera (31,2 persen), DKI Jakarta plus Banten (36,0 persen), dan Kalimantan (34,3 persen).

Prabowo tak mau kalah. Ia terbukti menempati posisi pertama di empat wilayah sekaligus. Wilayah itu adalah Jawa Tengah-DIY (70,0 persen), Jawa Timur (33,7), Papua-Maluku (38,0 persen), dan Bali-NTB-NTT (53,3 persen).

Saat dilakukan simulasi berpasangan dengan cawapres, angka tertinggi Anies diperoleh saat berpasangan dengan Ridwan Kamil (32,6 persen). Sebagai capres, Prabowo mendapat nilai tertinggi jika berpasangan dengan Khofifah Indar Parawansa (23,8). Namun, sebagai cawapres, Prabowo mampu mendulang 45,3 persen suara jika mendampingi Ganjar Pranowo.

Survei lain dari Saiful Mujani Research Consulting (SMRC), dalam simulasi tiga nama, Anies tetap unggul atas Prabowo di posisi kedua dengan 28,1 persen. Adapun Prabowo memperoleh 26,1 persen. Namun, dalam survei yang digelar pada 3-11 Desember 2022, Prabowo tercatat menjadi tokoh yang paling dikenal oleh masyarakat (95 persen) dibanding nama-nama calon yang lain. Posisi kedua diduduki oleh Anies dengan tingkat pengenalan sebesar 86 persen.


Reporter: Ahmad Thovan Sugandi, Fajar Yusuf Rasdianto
Penulis: Ahmad Thovan Sugandi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE