Ilustrasi : Edi Wahyono
Senin, 21 November 2022Belakangan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempromosikan bakal calon presiden yang potensial untuk Pilpres 2024. Namun ia belum pernah memberikan sinyal dukungan terhadap bakal calon presiden yang akan diusung Partai NasDem, yakni Anies Baswedan. Bahkan Jokowi tak hadir dalam peringatan hari ulang tahun NasDem yang ke-11 pada Jumat, 11 November 2022.
Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali sempat mengatakan Jokowi berjanji akan memberikan sambutan lewat rekaman video. Sebab, dia tengah menghadiri KTT ASEAN, yang diselenggarakan di Kamboja. Sayangnya, hingga acara rampung, tak ada rekaman video Jokowi tampak di acara tersebut.
"Ya, tanya sama Pak Jokowilah, tanya sama Pak Jokowi, kenapa Pak Jokowi nggak kirim video. Ini kan ulang tahun NasDem. Mau dikirim video, wah itu bagus. Kalau nggak dikirim video, ya mungkin karena kesibukan," kata Surya Paloh.
Padahal sebelumnya, Jokowi menghadiri perayaan ulang tahun Perindo. Di situ dia juga menunjukkan sinyal dukungan kepada Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Dalam pidatonya, kepala negara tersebut memberikan sinyal soal potensi Prabowo dalam kontestasi Pilpres 2024. Prabowo, yang duduk di barisan depan. pun kontan berdiri dan memberi hormat ke arah Jokowi.
"Tadi Pak Hary (Hary Tanoesoedibjo) menyampaikan, saya ini dua kali wali kota di Solo menang. Kemudian, ditarik ke Jakarta, gubernur sekali menang. Kemudian, dua kali di pemilu presiden juga menang. Mohon maaf, Pak Prabowo, kelihatannya setelah ini jatahnya Pak Prabowo," ujar Jokowi.
Satu bulan sebelumnya, Jokowi juga menyambangi perayaan puncak ulang tahun Partai Golkar yang ke-58 pada Jumat, 21 Oktober, di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Baca Juga : Dansa Politik Jokowi di GBK
Anies Baswedan menghadiri peringatan HUT NasDem di Jakarta. Anies duduk di samping Ketum NasDem Surya Paloh dan juga mendapatkan potongan kue, Jumat (11/11/2022).
Foto : A.Prasetia/detikcom
Jokowi mengikuti rangkaian acara hingga rampung. Ini adalah momen yang langka. Sebab, biasanya, tak lama selepas memberikan pidato, mantan Gubernur DKI Jakarta itu langsung meninggalkan lokasi.
“Oleh sebab itu, betul-betul pemimpin ke depan harus kita pilih yang memiliki jam terbang yang tinggi. Salah satu yang saya lihat Bapak Airlangga Hartarto,” kata mantan Wali Kota Solo itu.
Adapun yang pertama kali menerima sinyal dukungan dari Jokowi ialah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Itu terjadi saat Jokowi memberikan pidato dalam acara Rakernas V Projo (Pro Jokowi) di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, pada Sabtu, 21 Mei 2022.
"Makanya, untuk urusan politik, ojo kesusu sik. Jangan tergesa-gesa, meskipun mungkin yang kita dukung ada di sini," ujar Jokowi. "Hidup Pak Ganjar," teriak anggota Projo kompak.
Meski Jokowi telah memberikan sinyal dukungan kepada beberapa bakal capres, hasil survei Litbang Kompas pada Oktober 2022 menyatakan hanya 15,1 persen masyarakat yang yakin bakal memilih sosok capres yang didukung Jokowi.
Sedangkan 30,1 persen responden tidak akan memilih bakal capres yang disarankan Jokowi. Selain itu, 35,7 persen memutuskan masih akan mempertimbangkan. Sisanya, 19,1 persen menjawab tidak tahu. Survei ini dilakukan secara tatap muka terhadap 1.200 responden pada 24 September hingga 7 Oktober 2022. Metode yang digunakan adalah pencuplikan sistematis bertingkat pada tingkat kepercayaan 95 persen dengan margin of error kurang lebih 2,8 persen.
Presiden Jokowi menghadiri HUT ke-8 Partai Perindo, Senin (7/11/2022).
Foto : Grandyos Zafna/detikcom
Artinya, jumlah masyarakat yang sudah yakin memilih capres yang di-endorse Jokowi masih terpaut jauh dari yang menyatakan tidak mengindahkan dan bakal mempertimbangkan. Survei Litbang Kompas bertajuk ‘Apakah Anda akan memilih sosok calon presiden yang disarankan oleh Presiden Joko Widodo?’ itu mengklaim kebimbangan publik ini dipengaruhi oleh faktor belum bulatnya rasa percaya dan keyakinan publik terhadap kinerja pemerintah era Jokowi.
Hal ini senada dengan kepuasan publik yang menurun terhadap kinerja pemerintahan Jokowi. Survei Litbang Kompas pada Juni 2022 merilis sebanyak 67,1 persen masyarakat puas terhadap kinerja pemerintahan Jokowi. Angka itu turun 5 persen, yakni menjadi 62,1 persen, pada Oktober 2022.
Ketua DPP PDI Perjuangan Said Abdullah menilai turunnya tingkat kepuasan terhadap kinerja Jokowi dipengaruhi oleh dampak kenaikan harga BBM yang masih dirasakan oleh masyarakat. Namun Said optimistis, seiring dengan berjalannya waktu, tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan Jokowi bakal kembali naik.
“Presiden Jokowi telah berhasil memimpin Presidensi Indonesia di G20 dan Indonesia menjadi atensi besar dunia. Saya yakin, bila survei dilaksanakan kembali seusai KTT G20, kepuasan terhadap kinerja Presiden Jokowi akan naik,” kata Said kepada reporter detikX.
Kepuasan publik yang cenderung bakal naik itu, menurut Said, secara otomatis memiliki efek ekor jas terhadap kandidat bakal capres yang bakal didukung oleh Jokowi.
Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI Perjuangan Komarudin Watubun juga menilai rendahnya angka responden yang bakal memilih sosok bakal capres yang di-endorse Jokowi disebabkan oleh masifnya masyarakat yang kecewa terhadap kinerja Jokowi. Ditambah adanya persoalan global yang melanda Indonesia belakangan ini.
Komarudin menambahkan, survei Litbang Kompas tersebut juga menunjukkan masyarakat sudah memiliki preferensi sosok yang bakal diusung dalam pilpres nanti.
Baca Juga : Jalan Terjal Koalisi Pengusung Anies
Presiden Joko Widodo (kanan) bersama Ketua Umum DPP Projo Budi Arie Setiadi (kedua kanan) menyapa relawan ketika menghadiri Rakernas IV Projo di Jakarta, Minggu (16/9/2022).
Foto : Aprillio Akbar/Antarafoto
“Saya pikir itu menunjukkan bahwa pemilih kita itu pemilih rasional. Jadi dia senang Pak Jokowi bukan berarti calon lain yang bakal Pak Jokowi pilih juga ikut senang dan memilih. Apakah calon yang bakal dipilih Pak Jokowi akan sebaik dia? Kan belum tentu,” kata politikus senior tersebut kepada reporter detikX.
Menurut Komarudin, siapa pun sosok yang akan didukung oleh Jokowi pasti bakal seirama dengan bakal capres yang diusung oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. “Saya kira Pak Jokowi dan Ibu (Megawati) satu suara. Mereka sering bertemu dan berdiskusi,” ujarnya.
Menurut Direktur Eksekutif Akar Rumput Strategic Consulting Dimas Oky Nugroho, posisi Jokowi saat ini sangatlah pelik dalam menentukan sikap di pilpres mendatang, “Being Jokowi today is not easy karena Jokowi sebagai pemimpin negara, pemimpin bangsa, tidak bisa dilepaskan sebagai kader PDIP, meskipun dia tahu ke depannya Indonesia butuh sosok yang seperti apa dan itu belum tentu dari PDIP,” kata Dimas kepada reporter detikX.
Survei Litbang Kompas, kata Dimas, tidak bisa dijadikan acuan dalam melihat kenyataan kontestasi politik pada 2024. Menurutnya, ada berbagai dinamika yang masih berpotensi untuk berkembang.
“Jadi sebuah survei merupakan pendekatan yang pengukurannya sangat kontekstual, itu diukur pas kapan. Ketika data diambil, akan sangat merefleksikan hasil surveinya. Ini kan dampak kenaikan harga BBM masih terasa,” ujar mantan Staf Khusus Presiden itu.
Senada dengan Komarudin, menurut Dimas, hasil survei Litbang Kompas menunjukkan mayoritas masyarakat hari ini telah memiliki preferensi pilihannya sendiri. Selain itu, pilihan kandidat capres yang bakal dipilih oleh Jokowi pun belum pasti.
“Bagi kelompok-kelompok true believers atau pendukung fanatik, ya mereka pasti akan mendukung sosok yang mereka percaya. Terserah Jokowi akan mendukung apa tidak. Tapi kan hari ini masih gelap,” kata dia.
Baca Juga : Manuver Dua Dewan dan Amarah Megawati
Sinyal-sinyal dukungan yang diberikan kepada beberapa tokoh politik, menurut Dimas, merupakan strategi Jokowi dan Istana agar agenda-agenda negara tak terputus. Ada harapan untuk melanjutkan estafet agenda pemerintah selanjutnya.
Meski begitu, kata Dimas, tak bisa dimungkiri, pilihan Jokowi memiliki pengaruh yang besar bagi bakal calon capres yang memiliki elektabilitas tinggi dan relatif stabil. Dukungan itu juga akan berpengaruh jika sosok pemimpin tersebut memiliki konstituen yang cukup kuat.
“Seperti misalnya Prabowo Subianto, Muhaimin Iskandar, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo. Saya pikir mereka punya basis yang cukup kuat,” tuturnya.
Namun kepuasan publik yang lesu terhadap kepemimpinan Jokowi hari ini tak bisa dielakkan. Ini berdampak signifikan terhadap pilihan sosok capres yang akan diusungnya. Hal ini, kata Dimas, disebabkan oleh beberapa faktor penentu.
Faktor tersebut misalnya kinerja menteri-menteri yang mulai menurun karena sibuk bermanuver politik. Ditambah, masih kuatnya polarisasi identitas politik bernarasi ‘cebong-kampret’ di tengah publik.
Meski begitu, bijaknya, kata Dimas, demi menjaga situasi pemerintahan yang kondusif, Jokowi sebagai kepala negara seharusnya tidak menunjukkan keberpihakannya kepada salah satu bakal capres secara vulgar. Dimas mencontohkan sikap yang diambil oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang tak menunjukkan dukungannya ke salah satu kandidat capres.
Padahal, saat itu, besan SBY, Hatta Rajasa, maju mendampingi Prabowo dalam Pilpres 2014. Namun SBY berhasil meredam ingar-bingar situasi politik. “Pertarungan menjadi balance ketika SBY tidak menunjukkan dukungan secara vulgar,” pungkas Dimas.
Reporter: Rani Rahayu
Penulis: Rani Rahayu
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban