Spotlight

Menyiasati Kenaikan Tarif Ojek Online

Sebagian konsumen bersiasat mengubah ketergantungan terhadap ojek online setelah diberlakukan kenaikan tarif. Perubahan tarif ini akibat keputusan Presiden Joko Widodo memangkas subsidi BBM.

Ilustrasi : Edi Wahyono

Senin, 20 September 2022

Rutinitas Sutji Purwaningsih berubah. Semenjak pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak, ia tidak lagi menggunakan layanan express delivery via ojek online untuk mengirimkan makan siang kepada suami dan dua anaknya. Sebab, tarif ojek online melonjak imbas kenaikan harga BBM.

Uchi, begitu ibu rumah tangga ini disapa, memilih memasak sejak pagi buta. Lalu ia mengemasnya untuk menjadi bekal makan siang suami dan anak-anaknya.

"Tadinya selalu kirim masakan supaya, pas dimakan, masih hangat, masih enak," kata Uchi pekan lalu.

Uchi harus memutar otak untuk memasak. Dia mesti mempertimbangkan jenis makanan yang kira-kira masih enak dikonsumsi pada siang hari.

"Kalau bawa bekal dari pagi, kan siangnya (makanan itu) udah dingin," kata dia.

Sejumlah pengemudi ojek online (ojol) melakukan konvoi saat berunjuk rasa di alun-alun Serang, Banten, Senin (12/9/2022). Mereka menuntut kenaikan pendapatan serta peningkatan kesejahteraan setelah pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). 
Foto : Asep Fathulrahman/Antarafoto


Sejauh ini, sih, masih bertahan dengan ubah anggaran saja, tapi tidak tahu ke depannya bagaimana. Mau lihat dulu kenaikan tarif ini konsisten atau masih akan naik lagi."

Uchi bersama keluarganya tinggal di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Suaminya bekerja di Pancoran dan anak-anaknya bersekolah di Srengseng Sawah.

Uchi menjelaskan, sebelum tarif ojol naik, dia mengeluarkan uang Rp 13 ribu untuk mengirim makanan ke kantor suaminya dan Rp 25 ribu ke sekolah anaknya. Dengan pola itu, dia mengeluarkan biaya sekitar Rp 836 ribu per bulan, dengan asumsi mengirimkan makanan untuk 22 hari kerja dan sekolah.

Sejak tarif ojol berubah, jasa pengiriman ke kantor suaminya menjadi Rp 19 ribu dan ke sekolah anaknya Rp 32 ribu. Dampaknya, Uchi harus mengeluarkan uang sekitar Rp 1,1 juta setiap bulan untuk memasok makan siang mereka.

"Selisihnya itu kan lumayan. Ya, mending bawa bekal," kata dia.

Keluhan serupa dirasakan Vaninditya Ramadhania, seorang karyawan swasta di Jakarta. Tya, sapaan akrabnya, mengaku kenaikan tarif ojol telah memaksanya mengubah anggaran bulanan untuk transportasi.

"Sejauh ini, sih, masih bertahan dengan ubah anggaran saja, tapi tidak tahu ke depannya bagaimana. Mau lihat dulu kenaikan tarif ini konsisten atau masih akan naik lagi," kata Tya.

Tya tinggal di Pasar Minggu. Kantornya di daerah Blok M. Dia memilih ojek daring untuk menuju kantor karena alasan efisiensi waktu. Tya bisa saja menggunakan TransJakarta, tetapi sistem transit transportasi umum ini membuat waktunya terbuang.

Jika menggunakan TransJakarta, Tya harus menghabiskan waktu sampai satu jam menuju kantor. Namun Tya hanya butuh 25-30 menit dengan menggunakan jasa ojek daring.

Akibat kenaikan tarif, Tya berencana meninggalkan ojek online dan kembali menggunakan TransJakarta. "Kalau tarifnya nanti naik sampai Rp 35 ribu, pasti pindahlah," kata dia.

Untuk memastikan pelanggan tetap menggunakan layanan ojek daring, aplikator memancang strategi menggaet konsumen. Grab, misalnya, menawarkan beberapa promo.

Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi mengatakan penawaran promo tersebut merupakan upaya agar konsumen tetap mampu menjangkau layanan transportasi yang disediakan Grab.

"Ini adalah bentuk dukungan Grab terhadap konsumen setia kami, sembari memastikan keberlangsungan pemasukan bagi para mitra pengemudi, di tengah kondisi yang sarat perubahan seperti saat ini," kata Neneng.

Kenaikan tarif ojek daring ini merupakan salah satu imbas keputusan Presiden Joko Widodo menaikkan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dan solar. Kebijakan tersebut mulai diberlakukan sejak 3 September 2022 pukul 14.30 WIB.

Atas keputusan tersebut, Kementerian Perhubungan menetapkan kenaikan tarif ojek online rata-rata 8 persen di tiga zona wilayah Indonesia mulai 10 September 2022. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Hendro Sugianto mengatakan tarif baru ini merupakan hasil perhitungan dengan beberapa komponen pertimbangan, seperti kenaikan harga BBM, upah minimum provinsi, asuransi pengemudi, dan biaya jasa minimal order.

Untuk tarif ojol di zona 1, yang masuk wilayah Sumatera, Bali, Jawa, dan selain Jabodetabek, dikenakan tarif batas bawah sebesar Rp 2.000 per kilometer dan batas atas Rp 2.500 per kilometer.

Sedangkan untuk zona 2, yang berada di wilayah Jabodetabek, dikenakan tarif batas bawah Rp 2.650 per kilometer dan batas atas mencapai Rp 2.800 per kilometer.

Kemudian untuk zona 3, yang mencakup Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, ditetapkan tarif batas bawah Rp 2.600 per kilometer sampai Rp 2.750 per kilometer.

Hendro juga menyampaikan Kemenhub telah menetapkan biaya sewa pengguna aplikasi sebesar 15 persen. Angka ini turun dari ketetapan sebelumnya, yakni 20 persen.

Kebijakan ini, Hendro menegaskan, sudah diketahui dan disetujui oleh pihak aplikasi. Karena itu, dia memastikan ke depannya tidak akan ada penolakan. Namun, jika ke depannya ada aplikator yang tidak mematuhi aturan tersebut, Kemenhub tidak bisa menindak karena dinilai merupakan masalah internal.

Massa dari berbagai organisasi driver ojek online (ojol) dan taksi online mendatangi kantor Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Kamis (15/9/2022). 
Foto : Angling Adhitya Purbaya/detikJateng

"Potongan 15 persen harus dilaksanakan. (Jika ada) kelebihan, itu masalah di perusahaan. Kemenhub tidak bisa masuk masalah internal perusahaan, apalagi (perusahaan) Tbk (terbuka)," ujarnya.

Dalam hasil survei Polling Institute pada 12 September 2022, sebanyak 29,1 persen dari 1.220 responden, yang merupakan pengguna ojek online, memilih tetap menggunakan layanan transportasi itu, meski mengalami kenaikan tarif.

Dikutip dari antaranews, Direktur Eksekutif Polling Institute Kennedy Muslim memaparkan pilihan konsumen tetap menggunakan ojek online menjadi opsi utama. Sedangkan pilihan kedua, 26,6 persen responden beralih menggunakan sepeda motor pribadi.

Kemudian 14 persen responden lainnya memilih opsi ketiga, yakni kombinasi tetap menggunakan ojek online dan sepeda motor pribadi. Selanjutnya ada 5,3 persen menggunakan motor sendiri atau angkutan umum.

"Memang kita melihat mereka yang beralih ke angkutan umum masih sangat kecil, rata-rata di bawah 6 persen," kata Kennedy.


Reporter: May Rahmadi, Ahmad Thovan Sugandi
Penulis: May Rahmadi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE