Spotlight

Sengsara Driver Ojol Digilas Kenaikan Harga BBM

Kenaikan harga BBM membuat driver ojek online tersiksa. Orderan mereka menurun dan aplikator memotong biaya 20 persen.

Ilustrasi : Edi Wahyono

Senin, 19 September 2022

Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan menetapkan tarif baru ojek online (ojol) untuk semua zona. Ketetapan tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor KP 564 Tahun 2022. Aturan ini muncul untuk menyesuaikan dengan kenaikan harga BBM dan inflasi. Namun para pengemudi ojol tetap melakukan protes karena tipisnya keuntungan dan potongan biaya oleh aplikator yang melebihi batas dari Kepmenhub.

"Kalau tarif ojek online cuma naik sedikit, ya percuma, tidak sebanding dengan kenaikan harga BBM," ujar Zaenal, salah satu pengemudi ojol di daerah Jabodetabek, kepada reporter detikX.

Menurut Zaenal, kenaikan tarif yang ia dapat hanya sekitar Rp 800. Untuk pengantaran penumpang dengan jarak di bawah 4 kilometer, ia hanya mendapatkan upah Rp 10.400, yang semula di angka Rp 9.600.

Sebelum harga BBM dinaikkan, untuk bekerja seharian, ia cukup mengeluarkan kocek Rp 20 ribu untuk bensin. Baginya, 1 liter Pertalite dapat digunakan untuk mengantar penumpang 3-4 kali.

"Sekarang uang segitu cuma kuat untuk narik setengah hari doang," tuturnya.

Demonstrasi pengemudi ojek daring di Purwakarta, Rabu (14/9/2022).
Foto : Dian Firmansyah/detikJabar


Memang tidak ada jaminan. Kalau lagi ‘anyep’, mau keliling ke mana-mana juga kagak nyangkut walaupun kita udah rajin banget dan nggak pilih-pilih orderan."

Selain BBM, dalam sehari ia mengeluarkan dana sekitar Rp 15 ribu untuk kopi dan rokok. Dengan itu, ongkos modal kerjanya setiap hari berjumlah Rp 35 ribu. Kini, karena kenaikan harga bahan bakar, ia harus mengeluarkan Rp 50 ribu per hari sebagai modal kerja. Adapun untuk makan, Zainal memilih pulang ke rumah karena jarak yang tidak terlalu jauh.

"Ini saya masih bisa makan di rumah. Kalau pengemudi yang rumahnya agak jauh, ya makan di warung, lebih gede lagi pengeluarannya," ungkapnya.

Sialnya, kenaikan harga BBM juga menyurutkan pendapatan Zainal. Sebelumnya, ia dapat mengantongi sekitar Rp 140 ribu pendapatan kotor dalam sehari. Kini, karena berkurangnya penumpang efek kenaikan tarif, ia hanya mendapatkan rata-rata Rp 70-90 ribu. Nilai nominal tersebut belum dipotong kebutuhan BBM dan uang rokok serta kopi di jalan.

Pendapatan yang minim memaksa Zaenal bekerja setiap hari lebih dari 12 jam, dari Senin hingga Minggu. Dia menuturkan, saat awal menjadi pengemudi ojol, ia dapat merasakan libur akhir pekan karena adanya bonus yang memadai dari aplikator. Dengan bonus, ada beberapa uang yang dapat disimpan dan digunakan untuk kebutuhan akhir pekan tanpa harus bekerja.

"Sekarang bonus udah dicabut," ujarnya.

Dengan pola kerja seperti itu, jika beruntung, Zaenal setidaknya dapat memperoleh hingga 10 penumpang. Namun tak jarang ia hanya memperoleh 2-6 penumpang dalam sehari.

"Memang tidak ada jaminan. Kalau lagi ‘anyep’, mau keliling ke mana-mana juga kagak nyangkut walaupun kita udah rajin banget dan nggak pilih-pilih orderan," keluhnya.

Di sisi lain, aplikasi ojol yang Zaenal gunakan juga menerapkan potongan 20 persen dari pendapatan yang diperoleh. Dia berharap potongan tersebut dapat diturunkan setidaknya menjadi 15 persen sesuai aturan Kemenhub.

Serupa dengan Zaenal, yang pendapatannya menurun karena kenaikan harga BBM, Nugi, driver ojol asal Semarang, setidaknya membutuhkan ongkos Rp 60 ribu untuk kebutuhan operasional harian. Angka tersebut termasuk biaya bahan bakar Rp 30 ribu untuk sekitar 3 liter Pertalite. Dalam kesehariannya, Nugi bekerja dari pukul 05.00 WIB hingga 22.00 WIB. Dengan jam kerja yang panjang, kini ia hanya mampu meraih pendapatan bersih rata-rata sekitar Rp 48 ribu per hari.

Selain itu, Nugi harus mengeluarkan biaya perawatan motor lebih dari Rp 100 ribu per bulan. Sebab, motor yang ia pakai sudah cukup berumur dan harus digunakan setiap hari.

"Pendapatan saya menurun 10 persen sekarang ini. Potongan 20 persen dari aplikator itu memberatkan. Jumlah penumpang juga menurun karena beban biaya aplikator juga dibebankan ke penumpang," jelas Nugi.

Nugi berharap pemerintah menaikkan lagi tarif batas bawah dari Rp 7.200 menjadi Rp 8.800 untuk jarak 0-2 kilometer dengan penambahan tiap kilometer sebesar Rp 2.000. Selain itu, ia berharap biaya sewa aplikasi diturunkan sesuai aturan, yaitu maksimal 15 persen.

"Pemerintah sebagai pengawas harus tegas ke aplikator. Segera itu bikin undang-undangnya atau PP biar kami dinaungi," jelasnya.

Massa driver ojol Jogja demo tolak kenaikan harga BBM di gedung DPRD DIY, Senin (12/9/2022).
Foto : Agus Septiawan/detikJateng

Pengemudi Ojol Dilarang Protes

Ketua Paguyuban Gojek Driver Jogja (Pagodja) Agus Sugito mengatakan terus melakukan aksi serta beraudiensi dengan pengelola aplikasi dan Dinas Perhubungan. Tujuannya untuk mendesak penyesuaian tarif dan biaya aplikasi sesuai aturan yang berlaku.

"Kami protes ke aplikator dan Dishub. Kami ke sana dan minta Dishub menindak itu, aplikasi yang masih menerapkan potongan lebih dari 15 persen," kata Agus.

Bagi Agus dan rekan-rekannya, potongan 15 persen sebenarnya terlalu tinggi. Apalagi kebutuhan dan biaya operasional terus meningkat seiring naiknya harga BBM.

Sementara itu, saat dituntut menaati aturan yang baru, pihak aplikator justru mengeluh bahwa selama ini masih terus merugi dan belum memperoleh keuntungan.

"Itu jawaban aneh, 7 tahunan di sini kok merugi, masih minus katanya," ujarnya.

Selain tuntutan tersebut, Pagodja meminta agar skema waktu pemberian reward dihilangkan. Saat ini bonus hanya diberikan kepada driver yang bekerja dari pukul 08.00 WIB hingga 20.00 WIB. Adapun ojol yang bekerja malam hari dengan risiko lebih besar justru tidak mendapatkan bonus.

"Mereka itu, manajemen aplikator, selalu bilang, kalau ada apa-apa, harus rembukan. Tapi kami audiensi berkali-kali, suara kita yang didengar itu tidak ada," keluhnya.

Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia Lily Pujiati mengatakan para pengemudi ojol justru memperoleh ancaman saat ingin menyuarakan hak-haknya. Para driver memperoleh pesan siaran dari pengelola platform agar tidak ikut melakukan demonstrasi dan mogok kerja.

"Mereka bilang kami dilarang ikut aksi demo ilegal. Memang ada yang namanya demo ilegal? Kan tidak ada, toh kami izin aparat keamanan juga," ujar Lily.

Menurut Lily, ancaman tersebut membuat pengemudi ojol terpecah belah dalam menyuarakan tuntutan. Sebagian pengemudi takut akan sanksi pemutusan mitra, sehingga enggan turut menyuarakan permasalahan yang dihadapi.

"Itu cara mereka mengadu domba kami," ujarnya.

Peneliti Institute of Governance and Public Affairs (IGPA) Universitas Gadjah Mada Arif Novianto mengatakan kenaikan tarif akan percuma jika tidak diimbangi oleh kepastian dalam mendapatkan pendapatan.

"Kami memberi alternatif, yaitu adanya jaminan pendapatan bagi driver. Jadi tarif naik juga diimbangi dengan jaminan mendapatkan pendapatan yang sesuai dengan komponen hidup layak," ujar Arif.

Menurut Arif, di regulasi Kemenhub, sudah ada aturan soal biaya jasa. Masalahnya, regulasi itu hanya diterapkan di konteks tarif. Namun tidak ada aturan tambahan untuk memaksa dan memastikan para platform, misalnya, dalam seminggu harus memberi sekian orderan kepada pengemudi sampai jumlah pendapatan mereka sesuai dengan komponen hidup layak.

"Karena tidak ada jaminan, banyak yang pendapatannya di bawah Rp 100 ribu, padahal sudah 10 jam narik," tuturnya.

Arif menyebut, menurut riset yang IGPA lakukan pada 2021, idealnya, para driver di Jakarta juga memperoleh upah sesuai upah minimum Jakarta. Jumlah itu, jika ditambah biaya operasional karena beban risiko ditanggung pengemudi, menjadi total Rp 5,9-6 juta.

Selain itu, jika dihitung 8 jam kerja sehari dan sudah dikurangi biaya operasional, pendapatan bersih ojol hanya Rp 1,6 juta per bulan. Sedikitnya upah membuat pengemudi rata-rata bekerja lebih dari 8 jam sehari.

Di sisi lain, menurut Arif, selama ini pemerintah belum betul-betul melindungi hak para pengemudi ojol. "Minimal pemerintah dapat melakukan tindakan dan mengontrol, harus dibuat PP, agar hak driver terjamin dan pemerintah bisa memberi sanksi kepada aplikator yang melanggar aturan," sambungnya.

Menurut hasil penelitian IGPA, para driver ini tidak hanya menuntut kenaikan tarif agar pendapatan layak, tetapi juga pembatasan aplikator dalam merekrut pengemudi. Bertambahnya jumlah pengemudi baru dengan orderan yang relatif tetap memaksa mereka berkompetisi dan terancam mengalami penurunan pendapatan.

Terkait penyesuaian tarif, saat dihubungi reporter detikX, Gojek dan Grab kompak menjawab telah memberlakukan tarif baru sejak 11 September 2022. Namun, terkait biaya aplikasi yang dipatok pemerintah maksimal 15 persen, kedua platform tersebut kompak memberi jawaban normatif.

Senior Vice President Corporate Affairs Gojek Rubi W Purnomo menyebut pihaknya terus berdiskusi dengan pemerintah terkait penerapan biaya layanan. "Kami diskusi terkait itu dengan cara yang memungkinkan bagi kami untuk tetap mendukung mitra pengemudi dan UMKM sambil memastikan keberlangsungan bisnis kami secara jangka panjang."

Massa yang mengatasnamakan Driver Online Indonesia (Drone) menggelar aksi di depan kantor pusat perusahaan pemilik aplikasi transportasi online di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (12/9/2022).
Foto : Agung Pambudhy/detikcom

Adapun Director of Central Public Affairs Grab Indonesia Tirza Munusamy mengatakan saat ini Grab Indonesia masih terus berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait biaya sewa aplikasi.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Hendro Sugiatno mengatakan kenaikan tarif didorong oleh kenaikan harga BBM dan inflasi serta naiknya biaya kebutuhan, seperti onderdil motor.

Menurutnya, para aplikator menerima aturan tarif tersebut. Namun, apabila ada yang membandel, Kemenhub hanya mampu mengingatkan.

"Potongan 15 persen harus dilaksanakan, kelebihan itu masalah di perusahaan. Kemenhub tidak bisa masuk masalah internal perusahaan, apalagi (perusahaan) Tbk (terbuka)," ujarnya.


Reporter: Ahmad Thovan Sugandi, May Rahmadi
Penulis: Ahmad Thovan Sugandi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE