Ilustrasi : Edi Wahyono
Menteri Sosial Tri Rismaharini diperintahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera datang ke Istana Negara pada Sabtu, 3 September 2022. Sekretaris Kabinet Pramono Anung-lah yang ditugasi Jokowi untuk menyampaikan perintah itu kepada Risma dan sejumlah menteri lainnya. Kebetulan, tiga hari belakangan, Pramono memang sedang menemani Jokowi dan istrinya, Iriana, melakukan kunjungan ke sejumlah daerah.
Lawatan Jokowi itu berkaitan dengan agenda memastikan distribusi bantuan langsung tunai (BLT) pengganti subsidi BBM di daerah sudah tepat sasaran. Pemberian BLT ini dilakukan seiring dengan derasnya isu kenaikan harga BBM bersubsidi selama dua pekan terakhir.
Pagi itu, sekitar pukul 09.30 WIB, Jokowi bilang telah menerima dokumen hasil perhitungan final soal kenaikan harga BBM. Sehari sebelumnya, Menteri Airlangga Hartarto mengantarkan langsung dokumen itu ke Istana Negara.
“Tinggal ini kita putuskan,” kata Jokowi dinukil dalam rilis resmi Sekretariat Presiden pada Sabtu, 3 September 2022.
Baca Juga : Sengsara karena Kenaikan Harga BBM
Unjuk rasa tukang becak motor di depan kantor Pertamina di Medan, Rabu (7/9/2022).
Foto : Foto : Goklas Wisely/detikSumut
Tapi itulah yang kemarin kami exercise. Kalau beban masyarakat nambah, berarti harus ditambah daya belinya, dengan ditambah bansos.”
Siangnya, Jokowi dan Iriana bertolak ke Jakarta menggunakan pesawat kepresidenan Indonesia-1 dari Bandar Udara Internasional Radin Inten II. Di Istana Negara, Risma dan tiga menteri lainnya, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, serta Sekretaris Negara Pratikno, sudah menunggu Jokowi sejak pukul 12.00 WIB. Rupanya Jokowi mengundang keempat menteri ini untuk bersama-sama mengumumkan kenaikan harga BBM.
Sekitar pukul 13.30 WIB, Jokowi pun menggelar konferensi pers di Istana Negara didampingi empat menterinya. Jokowi membuka pernyataannya dengan menyebut bahwa sebetulnya pemerintah telah berupaya sekuat tenaga untuk melindungi rakyat dari gejolak harga minyak dunia. Itulah mengapa pada Mei lalu, kata Jokowi, pemerintah bersama Badan Anggaran DPR pun menyepakati kenaikan subsidi dan kompensasi BBM dari sebelumnya Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun.
Jokowi bilang sebenarnya dia juga ingin harga BBM tetap terjangkau bagi masyarakat. Namun sekarang, sambung Jokowi, kondisinya serbasulit. “Dan saat ini pemerintah harus membuat keputusan dalam situasi yang sulit. Ini adalah pilihan terakhir pemerintah,” tutur Jokowi dalam konferensi pers di Istana pekan lalu.
Maka diputuskanlah pada siang itu bahwa pemerintah akan mengalihkan subsidi BBM ke BLT kepada masyarakat. Harga beberapa jenis BBM yang sebelumnya mendapat subsidi dan kompensasi dari negara disesuaikan mendekati harga keekonomiannya. Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan harga jenis BBM yang disesuaikan adalah Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10 ribu per liter. Kemudian, solar dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter. Sedangkan Pertamax dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter.
Sekretaris Jenderal Kemensos Harry Hikmat menuturkan, seusai pengumuman itu, Risma langsung menghubunginya via telepon dan pesan singkat. Seluruh jajaran di Kementerian Sosial diminta segera menindaklanjuti keputusan ini dengan bersurat kepada Kementerian Keuangan. Surat diajukan untuk meminta pencairan dana bantuan sosial untuk masyarakat yang dijanjikan Jokowi Rp 24,17 triliun.
Dana ini nantinya akan dibagikan kepada masyarakat sebagai ganti dari subsidi BBM yang telah dikurangi pemerintah. Sekitar Rp 12,4 triliun bakal dibagikan kepada 20,64 juta keluarga miskin, dengan masing-masing mendapatkan Rp 600 ribu dan dicicil selama empat bulan. Kemudian Rp 9,6 triliun dibagikan kepada 16 juta pekerja berpenghasilan di bawah Rp 3,5 juta per bulan. Sedangkan sisanya, Rp 2,17 triliun, dijadikan subsidi untuk angkutan umum, nelayan, dan layanan ojek daring melalui pemerintah daerah.
“Sekarang sedang proses administrasi antarkementerian. Mudah-mudahan dalam satu-dua hari ini cair,” jelas Harry saat dihubungi reporter detikX pada Senin, 5 September 2022.
Opsi bansos pengganti subsidi BBM ini sebetulnya sudah disampaikan pemerintah pada Senin, 29 Agustus 2022. Waktu itu Jokowi mengumpulkan sejumlah menterinya di Istana dalam sebuah rapat terbatas. Sri Mulyani dan Risma turut hadir dalam rapat itu. Dalam diskusi di Istana ini, semua menteri yang hadir diberi tugas untuk menghitung setiap dampak yang mungkin terjadi jika harga BBM dinaikkan atau tidak.
Staf Khusus Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, dalam rapat terbatas itu, Kemenkeu melalui Sri Mulyani diminta membuat simulasi fiskal dari semua opsi yang akan diambil Jokowi. Termasuk implikasi terhadap anggaran dan inflasi jika memang nantinya Jokowi akan menaikkan harga BBM. Pro-kontra atas keputusan yang akan diambil pun diupayakan dihitung secara matang, khususnya yang berkaitan langsung dengan masyarakat, seperti penurunan daya beli.
“Tapi itulah yang kemarin kami exercise. Kalau beban masyarakat nambah, berarti harus ditambah daya belinya, dengan ditambah bansos,” tutur Prastowo kepada reporter detikX pekan lalu.
Seusai ratas itu, ditetapkanlah BLT pengalihan subsidi BBM senilai Rp 24,17 triliun. Sementara itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif diberi pekerjaan rumah menghitung seberapa tinggi kenaikan harga BBM yang nantinya bakal diumumkan. Sembari menunggu penghitungan harga dari Arifin ini, Jokowi terbang ke beberapa kota untuk mensosialisasikan program BLT pengganti subsidi BBM yang telah diputuskan.
Jokowi bersama Iriana berkunjung ke Papua pada Selasa, 30 Agustus 2022. Keduanya didampingi Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Rombongan Presiden ini tiba di Papua sekitar pukul 19.10 WIT. Jokowi dijadwalkan membagikan BLT pengganti subsidi BBM kepada masyarakat Papua pada keesokan harinya, Rabu, 31 Agustus 2022.
Praktis, sepekan lalu, Jokowi sibuk berkeliling Indonesia untuk membagikan BLT yang dinilainya bisa menopang daya beli masyarakat. Mulai Papua, Maluku, hingga Lampung. Sekjen Kemensos Harry Hikmat mengatakan agenda Jokowi membagikan BLT ini merupakan upaya untuk memberi pengertian kepada masyarakat atas segala upaya yang dilakukan pemerintah dalam menopang daya beli lantaran kenaikan harga BBM.
“Pemerintah ingin menunjukkan bahwa subsidi yang ditujukan untuk rakyat jauh lebih tepat sasaran dibandingkan subsidi energi,” tutur Harry.
Mahasiswa menduduki kantor DPRD Kendari saat demo penolakan kenaikan harga BBM, Selasa (6/9/2022).
Foto : Foto : Marwan/detikcom
Kendati demikian, upaya Jokowi mensosialisasikan langsung program BLT ini tetap menuai protes dari berbagai lapisan masyarakat. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal mengatakan semua anasir organisasi yang dipimpinnya ini menganggap pemberian BLT tidak cukup mengangkut daya beli masyarakat. Pasalnya, kata Said, tanpa kenaikan harga BBM sekalipun, daya beli masyarakat saat ini sudah turun 30 persen.
Dengan kenaikan harga BBM saat ini, daya beli masyarakat malah bisa turun sampai 50 persen. Karena itu, Said menganggap pemberian BLT kepada masyarakat ini sebagai rayuan gombal semata. Pemerintah hanya tengah mencoba meredam aksi massa yang akan timbul akibat kenaikan harga BBM. Padahal, kata Said, BLT yang diberikan pemerintah sama sekali tidak memberikan dampak signifikan terhadap masyarakat.
Dengan alasan itu, Said pun meminta kepada seluruh anggotanya turun ke jalan pada Selasa, 6 September 2022. Puluhan ribu buruh, sambung Said, bakal melakukan demonstrasi di sejumlah daerah, mulai Bandung, Semarang, Medan, Surabaya, Yogyakarta, Banda Aceh, Medan, Batam, Padang, sampai Pontianak.
“Bilamana aksi 6 September tidak didengarkan pemerintah dan DPR, Partai Buruh dan KSPI akan mengorganisasi aksi lanjutan,” tegas Said.
Keputusan Jokowi menaikkan harga BBM ini juga mendapatkan kritik dari anggota DPR. Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS Mulyanto berpandangan menaikkan harga BBM bukanlah keputusan yang tepat untuk saat ini. Sebab, sekarang masyarakat masih terbebani tingkat inflasi yang tinggi, yakni 4,9 persen, dan kenaikan harga bahan pangan yang mencapai 11 persen.
Karena itu, ketimbang menaikkan harga BBM, kata Mulyanto, lebih baik pemerintah memperketat aturan bagi penikmat BBM bersubsidi. Caranya dengan merevisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM. Alasannya, sambung Mulyanto, yang menjadi masalah bocornya anggaran selama ini adalah pendistribusian yang tidak tepat sasaran.
Data terakhir Kementerian Keuangan memang menunjukkan bahwa 80 persen subsidi BBM dinikmati oleh kalangan mampu. Dari total Rp 80,4 triliun subsidi Pertalite, sekitar Rp 64,3 triliun dinikmati rumah tangga mampu atau mereka yang tidak berhak. Sedangkan sisanya, Rp 16,1 triliun, baru dinikmati oleh masyarakat miskin dan rentan.
“Nah, hasil hitung-hitungan Pertamina dan BPH Migas, kalau pembatasan itu dilakukan, itu bisa menghemat sekitar 69 persen anggaran subsidi. Apalagi kalau pembatasannya dimulai sejak awal tahun,” tegas Mulyanto kepada reporter detikX.
Massa buruh menggelar demonstrasi menolak kenaikan harga BBM di depan gedung DPR, Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Foto : Foto : A.Prasetia/detikcom
Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah mengatakan pangkal masalah kenaikan harga BBM saat ini sebetulnya adalah blunder dari kebijakan pemerintah sendiri. Pada Maret lalu, kata Said, Kementerian ESDM tiba-tiba mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 37.K/HK/02/MEM.M/2022 tentang Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan. Dalam aturan ini, Pertalite, yang sebelumnya bukan bagian dari BBM bersubsidi, diputuskan Arifin Tasrif mendapatkan subsidi dari pemerintah.
Dampaknya, sekitar 40 persen konsumen Pertamax bermigrasi ke Pertalite. Subsidi dan kompensasi BBM melonjak lebih dari Rp 100 triliun hanya dalam waktu dua bulan. Dana subsidi dan kompensasi yang sudah disepakati Rp 502 triliun oleh Banggar dan pemerintah pada Mei 2022 tidak kuat lagi menanggung beban tersebut.
“Itulah yang kami sesali. Begitu penugasan, langsung lari ke situ (Pertalite) semua konsumen,” pungkas Said Abdullah.
Reporter: Fajar Yusuf Rasdianto, Rani Rahayu
Penulis: Fajar Yusuf Rasdianto
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban