Investigasi

Rekening Tambun Pejabat Pajak Sejawat Rafael

Rafael diduga memiliki sindikat sesama pejabat Pajak untuk melakukan kejahatan bersama-sama. Komplotan Rafael diduga memiliki harta tambun yang mencurigakan dan disembunyikan.

Ilustrasi : Edi Wahyono

Senin, 13 Maret 2023

Rafael Alun Trisambodo diduga bersekongkol dengan sejawatnya di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Bersama sindikatnya itu, Rafael diduga melakukan pencucian uang dan menerima suap. Seorang sumber detikX yang merupakan pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan, circle Rafael itu alumni STAN angkatan 1986 di DJP.

Sebelum Rafael, setidaknya ada dua pejabat Pajak berlatar belakang STAN angkatan 1986 yang telah dipidana karena kasus korupsi. Mereka adalah Yul Dirga, yang divonis 7,5 tahun kurungan penjara. Dia menerima suap dari bos PT Wahana Auto Ekamarga (WEA)—distributor resmi kendaraan premium dengan merek Jaguar, Land Rover, dan Bentley. Saat itu ia menjabat Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga Kanwil Jakarta.

Rafael Alun Trisambodo usai menjalani pemeriksaan terkait Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya senilai Rp 56 miliar, Rabu (1/3/2023). 
Foto : Ari Saputra/detikcom

Lalu ada pejabat Dirjen Pajak Handang Soekarno, yang divonis 10 tahun kurungan penjara. Dia terbukti menerima suap senilai Rp 1,9 miliar untuk mempermulus masalah pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia. Saat itu ia menjabat Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum DJP Kemenkeu.

Salah satu yang mencurigakan itu. Tapi ya nilainya terhitung kecil. Transaksi yang nilainya tinggi dilakukan dengan uang tunai, pinter mereka, jadi sulit dibuktikannya. Alun ngaku kok kalau dia terima suap pakai tunai."

Sementara itu, selain Rafael, saat ini turut diperiksa juga seorang pejabat Pajak bernama Wahono Saputro. Dia diperiksa karena istrinya disinyalir ikut memiliki saham di perusahaan milik istri Rafael Alun di Minahasa Utara. Wahono tercatat juga sebagai alumni STAN angkatan 1986.

"Ya kami pantau juga obrolan di grup alumni, ada apa ini misalnya. Jadi kami yakin dia (Rafael) tidak sendiri," ucap sumber tersebut kepada reporter detikX.

Ia menjelaskan anggota komplotan tersebut bekerja sama dalam melakukan aksi penerimaan suap dan pencucian uang. Mereka menerima suap melalui perusahaan konsultan pajak dan sebagai hasilnya, juga dibangun sejumlah perusahaan. Bahkan mereka berbagi kepemilikan dalam perusahaan tersebut.

"Ya ini bukti, ada 134 pegawai pajak yang punya saham atau tanda kepemilikan di 280 perusahaan. Tapi sejauh ini, dari yang sudah ditangkap, Alun ini yang paling gede," ucapnya.

Di sisi lain, sumber detikX tersebut mengungkapkan adanya transaksi janggal mengalir di rekening Rafael sejak 2003 hingga 2011. Pada periode tersebut, Rafael memang belum berstatus sebagai pejabat eselon III di DJP dan tidak berkewajiban melaporkan harta kekayaan.

Ia memaparkan, dalam rentang waktu itu, hampir setiap hari terjadi transaksi di kisaran angka puluhan juta rupiah. Transaksi tersebut diarahkan ke rekening lain atas nama keluarganya.

"Salah satu yang mencurigakan itu. Tapi ya nilainya terhitung kecil. Transaksi yang nilainya tinggi dilakukan dengan uang tunai, pinter mereka, jadi sulit dibuktikannya. Alun ngaku kok kalau dia terima suap pakai tunai," terangnya.

Keberadaan geng atau komplotan penikmat suap di DJP juga dikonfirmasi oleh Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan. "Itu geng tuh ada, ada banget. Ini angkatan dia juga, pejabat juga," tutur Pahala.

Selain itu, Pahala menyampaikan KPK akan segera memanggil Wahono. Ia akan dipanggil minggu ini untuk pemeriksaan pengembangan dari perkara Rafael. Saat ini Wahono menjabat Kepala Kantor Pajak Madya Jakarta Timur.

Dihubungi secara terpisah, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kemenkeu Neilmaldrin Noor hanya menjawab normatif atas adanya isu geng penikmat suap di tubuh lembaganya. Ia mengatakan pihaknya akan terus melakukan pengawasan.

Tim detikX juga telah mengkonfirmasi hal tersebut kepada Inspektur Jenderal Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh. Dalam obrolan melalui aplikasi pesan singkat, Awan tidak membenarkan maupun membantah isu keberadaan geng Rafael Alun. Awan mengatakan, selama ini pihaknya melakukan pemeriksaan dan pengawasan berdasarkan aduan yang masuk ke Kemenkeu. Aduan itu dapat berasal dari masyarakat maupun lembaga pemerintah lain.

"Untuk pegawai yang terbukti bersalah sudah dilakukan hukuman disiplin, bahkan ada yang kami limpahkan ke penegak hukum," ucap Awan kepada reporter detikX.

Adapun Rafael Alun, setelah diperiksa KPK, hanya menyampaikan pernyataan singkat. Rabu awal Maret, dia menjalani pemeriksaan dari sekitar pukul 09.00 hingga 17.40 WIB. KPK menelisik kasus ini dengan metode pembuktian terbalik. Para tertuduh diperiksa untuk diminta membuktikan harta kekayaan mereka. Pengembangan juga dilakukan dengan memeriksa istri Rafael, Ernie Meike Torondek.

"Saya sudah sampaikan itu. Saya sudah lelah, dari pagi (diperiksa), tolong kasihan saya. Saya sudah lelah, saya sudah lelah," kata Rafael.

Dugaan Rp 300 Triliun Hasil Pencucian Uang

Belum selesai gembar-gembor kasus Rafael Alun, Kemenkeu kembali diramaikan oleh isu transaksi mencurigakan dengan nilai yang fantastis. Tidak tanggung-tanggung, pernyataan itu langsung disampaikan oleh salah satu orang kepercayaan Presiden Joko Widodo.

Awalnya Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md menyampaikan hal tersebut saat lawatan ke Jogja. Dia mengaku mendapat laporan adanya transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan. Mayoritas transaksi itu terjadi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan Bea-Cukai.

"Rp 300 triliun itu bicara tentang pencucian uang. Bukan korupsi," ujar Mahfud akhir pekan kemarin. Menurutnya, transaksi itu berasal dari dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan 467 pegawai Kemenkeu sejak 2009-2023

Rafael Alun Trisambodo akhirnya dipecat dari statusnya sebagai aparatur sipil negara (ASN) institusi Direktorat Jenderal Pajak. Pemecatan itu diumumkan Kemenkeu secara resmi, Rabu (8/3/2023).
Foto : Rifkianto Nugroho/detikcom

Belakangan diketahui pernyataan Mahfud tersebut bersumber dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Pejabat Humas PPATK Natsir Kongah membenarkan informasi tersebut berasal dari lembaganya.

"Dari PPATK. Cuma saya belum bisa jelaskan detailnya," ucap Natsir kepada reporter detikX.

Dihubungi secara terpisah, Ketua PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan telah melaporkan temuan tersebut ke KPK.

"Ada yang sudah, ada yang tidak (dilaporkan). Terkait korupsi kami serahkan ke KPK dan Itjen. Terkait pidana cukai, misalnya, kami serahkan ke Itjen tanpa ke KPK," kata Ivan kepada reporter detikX.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku tidak mengetahui detail transaksi tersebut. Ia mempertanyakan dasar perhitungan yang dilakukan PPATK soal transaksi Rp 300 triliun itu.

"Mengenai Rp 300 triliun, sampai siang hari ini saya tidak mendapatkan informasi Rp 300 triliun itu ngitung-nya dari mana, transaksinya apa saja, siapa yang terlibat," kata Sri Mulyani di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Sabtu (11/3/2023).

Adapun Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Awan Nurmawan Nuh membantah adanya temuan korupsi Rp 300 triliun di lembaganya. Menurutnya, sesuai yang dikatakan Mahfud Md setelah pertemuan dengan jajaran Kemenkeu, temuan tersebut merupakan kasus pencucian uang, bukan tindak pidana korupsi.

Awan mengatakan pihaknya tidak pernah menerima informasi yang menyebutkan sumber temuan tersebut. Adapun informasi yang selama ini diterima Kemenkeu dari PPATK adalah transaksi terkait pegawai.

"Kami sudah tindak lanjuti informasi dari PPATK tersebut," ucapnya kepada reporter detikX.

Sejumlah aktivis menggelar aksi konvoi bukan moge di depan gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta, Kamis (9/3/2023). Mereka mendesak KPK membongkar permainan oknum perpajakan seperti yang dilakukan oleh Rafael Alun.
Foto : Ari Saputra/detikcom

Awan menjelaskan, secara terperinci, informasi dari PPATK ke Itjen Kemenkeu pada periode 2007-2023 berjumlah 266 surat aduan. Dari jumlah itu, 185 surat merupakan permintaan Itjen dan 81 surat adalah inisiatif PPATK.

Ia menambahkan, jumlah pegawai yang disebut dalam surat PPATK adalah 964 pegawai. Dari keseluruhan itu, 86 surat ditindak lebih lanjut dengan pengumpulan bukti dan keterangan. Setelah melalui proses investigasi, ditemukan 126 kasus dengan hasil rekomendasi hukuman disiplin kepada 352 pegawai Kemenkeu. Selain hukuman internal, 16 kasus dilimpahkan ke aparat penegak hukum.

“Itjen Kemenkeu dalam melakukan profiling, pemeriksaan, dan audit investigasi selalu berkoordinasi dan bekerja sama dengan PPATK, aparat penegak hukum seperti KPK, kepolisian, dan kejaksaan serta pihak terkait lainnya,” terangnya.


Reporter/Penulis: Ahmad Thovan Sugandi, Fajar Yusuf Rasdianto, Dimas Miftakhul Fakri (magang)
Penulis: Ahmad Thovan Sugandi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE