Ilustrasi : Edi Wahyono
Seusai peristiwa penembakan, jenazah Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J dibawa ke Rumah Sakit Polri, Jakarta Timur. Waktu kedatangan sekitar pukul 20.20 WIB pada Jumat, 8 Juli 2022.
“Langsung ditransfer ke instalasi kedokteran forensik,” kata Kepala RS Polri Kramat Jati Brigjen Dokter Hariyanto kepada reporter detikX.
Adik Yoshua, Bripda Mahareza Hutabarat, tiba di RS Polri ketika jenazah Yoshua sedang diautopsi oleh dokter forensik. Pengacara keluarga Yoshua, Martin Lukas Simanjuntak, mengatakan Reza langsung diperintahkan menandatangani surat visum dan autopsi.
“Dia (Reza) tanda tangan karena dia lagi confused mendengarkan informasi bahwa abangnya meninggal. Apalagi yang memerintahkan adalah atasannya, dia main tanda tangan aja,” kata Martin.
Makam Brigadir J dibongkar kembali untuk kepentingan autopsi ulang atas permintaan keluarga dalam mencari keadilan dan pengungkapan kasus, Jambi, Rabu (27/7/2022).
Foto : Wahdi Septiawan/Antarafoto
Perubahan kondisi jenazah setelah kematian, orang awam akan melihat dan menganggapnya sebagai luka sebelum kematian. Secara makroskopik akan terlihat seperti luka, tetapi secara mikroskopik akan berbeda.”
Reza baru diizinkan melihat jenazah abangnya setelah proses autopsi rampung tanpa mendapat penjelasan apa pun dari dokter forensik. Yoshua sudah berada dalam peti berbalut lengkap seragam dinas polisi. Reza kemudian dipersilakan mendoakan jenazah abangnya.
Dari foto jenazah Yoshua yang Reza ambil di RS Polri pada Jumat, 8 Juli 2022, malam, seperti yang dilihat oleh tim detikX, terlihat luka segar kemerahan di hidung. Ada pula luka di kantong mata sebelah kanan, pipi kanan, serta luka berwarna kehitaman di bibir Yoshua, yang diduga berasal dari proyektil peluru. Wajah Yoshua juga belum pucat, masih berwarna kuning langsat.
Hasil autopsi pertama versi polisi menyatakan penyebab kematian Yoshua ialah tujuh luka tembak, buntut dari aksi baku tembak dengan rekannya, Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu, di rumah dinas bos mereka, Irjen Ferdy Sambo. Dalam surat permintaan visum et repertum, Yoshua dinyatakan meninggal dunia pada pukul 17.00 WIB.
Tujuh luka tembak itu antara lain di jari dan kelingking, luka tembak pada kelingking lalu tembus ke badan, luka tembak di telapak tangan yang meninggalkan luka seperti sayatan, luka peluru di bagian dada, dan luka tembak di bawah kelopak mata kanan.
Setelah itu, keluarga Yoshua di Jambi baru diizinkan polisi membuka peti mati dan melihat jenazah dua hari setelah Yoshua dinyatakan meninggal dunia, yakni pada Minggu, 10 Juli 2022, malam. Di situ keluarga mulai melihat kejanggalan pada kondisi jenazah Yoshua. Mereka mengatakan, bukan hanya ada luka bekas tembakan, keluarga juga menemukan luka yang mereka yakini bekas sayatan.
Versi keluarga, pada jenazah Yoshua ditemukan luka-luka di leher, luka sayat di bawah mata, luka sayat di hidung, luka sayat di bibir, luka sayat di belakang telinga. Selain itu, pundak hancur, dagu bergeser, memar di bagian kedua rusuk, serta luka pada jari tangan dan kaki. Temuan lainnya dari pihak keluarga, ada bekas peluru di tangan dan dada Yoshua, dua jari putus, serta luka di betis.
Menurut Komnas HAM, kunci pembuka tabir kasus kematian Yoshua terdapat pada sekuens waktu struktur kronologi peristiwa. Tentunya ada beberapa perbedaan antara kondisi jenazah Yoshua saat baru meninggal dan dua hari ketika keluarga baru melihatnya.
“Foto dari keluarga itu kami terima, kan itu foto jenazah ketika sudah lama dari waktu kematian. Sementara kami juga mendapat foto ketika jenazah baru diterima di rumah sakit. Kami akan cek lagi,” kata komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara pekan lalu.
Ditambah, menurut Beka, perbedaan kondisi jenazah juga ditentukan oleh jenis kamera saat mengambil foto jenazah Yoshua. “Ada banyak faktor, seperti kualitas dan jenis kamera, kualitas cetakan, sudut pengambilan,” ujar Beka.
Komisioner Komnas HAM Choriul Anam menunjukkan foto pemeriksaan perangkat digital atau gawai terkait kasus penembakan Brigadir J, Rabu (27/7/2022).
F Foto : Anggi Muliawati/detikcom
Adapun dari dokumen foto hasil autopsi pertama Yoshua, seperti yang dilihat oleh tim detikX, terdapat tujuh luka tembakan: satu luka tembak masuk di bagian belakang kepala, tembus ke hidung, satu luka tembak masuk dari bibir bawah tembus ke dagu dan rahang, lalu tembus ke tulang selangka, luka tembak di mata bagian bawah ke atas, mengakibatkan memar yang diduga diterima saat Yoshua masih hidup. Ada pula satu luka di jari tangan, satu luka tembak di pergelangan tangan, luka tembak di dada, serta satu luka dekat ketiak.
Setelah melihat kejanggalan dan luka di tubuh Yoshua, keluarga mendesak agar dilakukan autopsi ulang oleh tim independen di luar kepolisian. Atas dasar desakan itu, penyidik akhirnya menunjuk dokter forensik Rumah Sakit dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Ade Firmansyah Sugiharto untuk memimpin jalannya autopsi ulang. Tindakan ekshumasi dan autopsi ulang itu telah berlangsung di RSUD Sungai Bahar Muaro, Jambi, pada Rabu, 27 Juli 2022.
Meski tim forensik independen bilang hasil autopsi ulang baru akan keluar 4-8 minggu, pengacara keluarga Yoshua, Kamaruddin Simanjuntak, telah membocorkan hasil autopsi yang berlangsung selama enam jam itu. Berdasarkan hasil penuturan Kamaruddin, ditemukan otak sudah pindah ke perut, sementara lidah, paru, dan jantung bersatu menjadi satu bagian.
“Dilakukan autopsi luka buka perut, terdapat plastik. Ketika diangkat, ada jaringan otak. Jadi otak itu ada di perut," tutur Kamaruddin dalam live streaming di kanal YouTube Hendro Firlesso pekan lalu.
Kamaruddin juga mengatakan terdapat retakan-retakan dari leher mengarah ke bibir, lengan bagian bawah patah, serta tulang patah pada jari di sekitar kuku jari kelingking dan jari manis. Begitu pula memar di punggung dan di kaki sebelah kiri serta lubang di pergelangan kaki kiri bawah.
“Selain itu, bagian kaki kanan Brigadir J ditemukan bengkok dan ini perlu kejelasan kenapa,” lanjutnya.
Dokter forensik RSCM Ade Firmansyah Sugiharto tidak membantah bocoran hasil autopsi kedua yang dipaparkan oleh Kamaruddin. Menurut Ade, ketika autopsi dilakukan, tak ada alasan saintifik tertentu menempatkan setiap organ untuk kembali ke posisi anatomi semula.
Ditambah, pada kondisi kematian, tak ada yang dapat menahan posisi setiap organ. Penyebabnya, organ sudah tak lagi terhubung dengan jaringan. Jadi sangat memungkinkan organ-organ tubuh bergeser, bahkan tercampur. Selain itu, otak yang dibungkus plastik justru membantu untuk mencegah lapisan otak yang akan luber.
Meski tak menampik dan membenarkan keterangan hasil autopsi kedua versi pengacara, Ade menjelaskan, saat melakukan autopsi kemarin, ia dan timnya memang mendapatkan tingkat kesulitan tinggi. Faktornya antara lain kondisi jenazah Yoshua yang sudah diformalin, adanya pembusukan, serta sulitnya mengidentifikasi penyebab luka.
“Kami ketemu beberapa luka. Luka itu akan kita konfirmasi dengan pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium. Itu kami cek lagi apakah luka vital atau luka yang terjadi setelah kematian. Nah, luka setelah kematian ini bisa diakibatkan oleh tindakan pascaautopsi sebelumnya. Kalau luka yang terjadi sebelum kematian, itu ada gambaran intra-vital, seperti adanya pendarahan dan reaksi jaringan,” jelas Ade.
Baca Juga : Tembakan Penghabisan untuk Brigadir J
Prarekonstruksi kasus penembakan Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo berakhir setelah 9 jam digelar, Sabtu (23/7/2022).
Foto : Nahda RU/detikcom
Selain itu, menurut Ade, kondisi jenazah pascakematian tentu akan mengalami perubahan-perubahan, seperti lebam, yang menandakan proses pembusukan, serta tanda kemerahan akibat pembusukan sel darah merah.
“Perubahan kondisi jenazah setelah kematian, orang awam akan melihat dan menganggapnya sebagai luka sebelum kematian. Secara makroskopik akan terlihat seperti luka, tetapi secara mikroskopik akan berbeda,” jelasnya kepada reporter detikX.
Misalnya, memar pada bagian bawah kelopak mata bagian kanan jenazah Yoshua itu terdapat dua kemungkinan, yakni resapan darah yang diakibatkan oleh luka tembak atau memar akibat benda tumpul.
“Kalau memar itu penyebabnya kekerasan benda tumpul, perdarahannya hanya di bawah kulit, daerah jaringan lemak, dermis, dan subdermis. Sedangkan pada kasus luka tembak atau luka tusuk, pasti akan ada namanya resapan darah karena pembuluh darahnya terpotong sehingga darah tersebut mengalir ke daerah tersebut,” terangnya.
Ade menambahkan, saat proses autopsi ulang, timnya juga menaruh perhatian khusus terhadap titik-titik luka yang dikhawatirkan keluarga berasal dari akibat penyiksaan sebelum Yoshua tewas.
“Memang ada perhatian khusus pada informasi-informasi yang kita dapat dari keluarga dan penasihat hukum. ‘Dok, tolong di sini, di bagian ini, ini, kemarin bla-bla-bla…’. Nah, itu juga jadi perhatian kami,” kata Ade.
Ade mengklaim kasus Brigadir Yoshua ini merupakan kasus pertama dalam sejarah forensik Indonesia, yakni jenazah telah diautopsi, dimakamkan, lalu diautopsi ulang. “Belum pernah ada kejadian seperti ini. Belum pernah ada sebelumnya. Tentu tingkat kesulitannya lebih tinggi,” tutupnya.
Reporter: Rani Rahayu, Ahmad Thovan Sugandi, Fajar Yusuf Rasdianto
Penulis: Rani Rahayu
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban