INVESTIGASI

Beban Ganda Kelangkaan Minyak Goreng dan Kedelai

Pegiat usaha kecil dan menengah bak sudah jatuh, tertimpa tangga. Belum selesai digebuk kelangkaan minyak goreng, mereka harus menghadapi melambungnya harga kedelai.

Ilustrasi : Mindra Purnomo

Selasa, 1 Maret 2022

Tahu dan tempe sempat lenyap di pasaran. Ini akibat melonjaknya harga kedelai. Di warung Tegal milik Kholifah, perempuan 56 tahun, sempat tak ada menu tempe orek. Sejak Minggu, 20 Februari 2022, ia kesusahan mencari tempe untuk diolah.

“Tidak ada itu tempe dan tahu dari pasar. Sudah empat hari ini kami nggak bikin tempe, padahal banyak itu yang nyari tempe orek sama yang lain,” kata Kholifah saat berbincang dengan reporter detikX di warung Tegal miliknya di bilangan Kemang, Jakarta Selatan.

Hingga empat hari setelahnya, menjelang petang, Kholifah baru mendapatkan stok tempe dari Pasar Buncit. Namun harganya naik, dari Rp 6.000 menjadi Rp 8.000. Dia keberatan dengan harga baru yang dipatok tersebut.

“Iya, baru dapat tempe aja tadi, tahunya belum ada juga. Harganya naik banget,” keluhnya.

Perajin tahu dan tempe di Kampung Tempe Sunter Jaya, Jakarta mogok produksi, Senin (21/2/2022).
Foto : Pradita Utama/detikcom

Sedangkan Rifanda Zulfikar, bak sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Belum selesai digencet kelangkaan minyak goreng, ia menemukan masalah baru berupa lenyapnya tahu dari pasaran. Usaha waralaba atau cepat saji berupa Tahu Go dan Mendoan Way yang ia kelola jadi terganggu.

Karena memang harga kedelai yang melonjak tinggi. Dulu, waktu sebelum naik sekitar dua bulan ke belakang itu, harga kedelai Rp 9.500 per kilogram, sekarang sudah sampai Rp 11.500 per kilogram.”

“Bukan main, ini saya lagi muter otak buat stok minyak yang menipis. Vendor saya yang sebelumnya nggak bisa menyanggupi permintaan saya. Mereka nggak bisa menyanggupi,” ujar Rifanda.

Sedangkan untuk tahu, sudah hampir seminggu ini suplainya menurun sekitar 30 persen. Rifanda mendapatkan suplai tahu dari tiga vendor. Suplai tersebut masih bisa ia dapatkan karena adanya perjanjian kerja sama pihaknya dengan vendor perajin tahu.

“Kalau masalah suplai, itu mereka tetep masukin. Cuma, jumlahnya berkurang dari biasanya. Misalnya saya ambil 50 ribu pieces per hari, mereka cuma bisa nyanggupin 20 ribu pieces,” katanya.

Rifanda memaklumi penurunan suplai tahu ke usahanya meskipun ada perubahan harga tahu yang ia dapat. Namun, ia mengakui, usaha waralaba yang sudah dirintis bersama rekannya sejak Desember 2019 dan memiliki mitra sekitar 540 cabang itu terkena imbas kelangkaan minyak goreng dan lenyapnya tahu serta tempe.

“Karena kan basis produk saya kan pakai minyak. Itu kan dampaknya berasa banget. Dua bahan pokok yang saya butuhin banget ya, minyak saya butuh banyak, ya tahu-tempe pun saya juga butuh banyak,” ujarnya.

Langkanya tahu dan tempe di pasar belakangan ini disebabkan oleh banyaknya perajin tahu dan tempe yang melakukan mogok kerja. Mereka tidak mau memproduksi tahu dan tempe lantaran harga bahan dasar kedua makanan tersebut melonjak cukup signifikan.

Dua Tahun Ada Tiga Kali Mogok Kerja

Ketua Paguyuban Perajin Tahu dan Tempe Jawa Barat M Zamaludin menjelaskan penyebab langkanya tahu dan tempe adalah tingginya harga kedelai di pasaran saat ini. Kenaikan harga kedelai terjadi bertahap dalam dua bulan terakhir ini. Hal tersebut membuat para perajin tahu dan tempe melakukan mogok produksi.

“Karena memang harga kedelai yang melonjak tinggi. Dulu, waktu sebelum naik sekitar dua bulan ke belakang itu, harga kedelai Rp 9.500 per kilogram, sekarang sudah sampai Rp 11.500 per kilogram,” kata Zamaludin kepada reporter detikX melalui sambungan telepon, Selasa, 22 Februari 2022.

Zamaludin menuturkan ada beberapa faktor kenaikan harga kedelai yang ia ketahui. Yang pertama adalah gagal panen di Brasil dan Argentina, dua negara penghasil kedelai terbesar di dunia. Kedua, tingginya permintaan kedelai dari China untuk pakan babi.

“Info kenaikan harga kedelai yang saya dapat sampai saat ini karena ada gagal panen di Brasil dan Argentina. Kemudian negara China memborong kedelai dalam jumlah banyak, sampai ratusan juta ton, untuk pakan babi, sehingga kuotanya habis ke sana semua,” ujarnya.

Menurut Zamaludin fenomena mogok produksi tahu dan tempe dalam 2 tahun belakangan ini sudah terjadi tiga kali. Penyebabnya pun sama, yaitu naiknya harga kedelai di pasaran. Menurutnya, belum ada solusi nyata dari pemerintah menanggapi naiknya harga kedelai ini.

Kedelai Mahal, Perajin Tahu Tempe di Depok Demo-Mogok Produksi, Senin (21/2/2022)
Foto : Andhika Prasetia/detikcom

“Fenomena mogok produksi tahu dan tempe ini dalam 2 tahun ini kami sudah tiga kali mogok. Kasusnya sama, karena harga kedelai yang melonjak tinggi. Sampai saat ini pun belum ada solusi yang jelas dari pemerintah terkait naiknya harga kedelai ini,” tuturnya.

Terkait melonjaknya harga kedelai belakangan ini, Direktur Asosiasi Kedelai Indonesia Hidayat menjelaskan harga kedelai itu terbentuk begitu saja. Tidak ada kesepakatan harga, sehingga masing-masing importir menentukan harga jualnya.

“Kebijakan harga kan terbentuk begitu saja. Ini kan bukan kartel. Jadi kesepakatan harga nggak ada. Masing-masing importir menentukan harga jualnya,” tutur Hidayat.


Reporter: Fajar Yusuf Rasdianto, Syailendra Hafiz Wiratama
Penulis: Syailendra Hafiz Wiratama
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE