INVESTIGASI

Karcis Pembongkar Sandiwara Kolonel

Tiga pelaku pembunuhan H dan S diduga berupaya menghilangkan jejak kejahatannya dengan mengganti warna cat mobil dan membuang identitas korban. Namun upaya itu sia-sia gara-gara satu petunjuk sederhana yang didapatkan Polresta Bandung, yakni tiket parkir gratis.

Ilustrasi : Edi Wahyono

Selasa, 4 Januari 2022

Ari Sugianto tercekat. Dia mendapat informasi penemuan jasad laki-laki di tepi Sungai Serayu, Desa Banjarparakan, Banyumas, Sabtu, 11 Desember 2021. Kabar itu didapat Ari dari seorang penambang pasir. Sekitar pukul 09.30 WIB, Ari langsung bergegas mengajak temannya, Suwanto, untuk melihat kondisi jenazah.

Kondisi jenazah masih mengenakan pakaian utuh: berkaus putih, celana jins biru, ikat pinggang hitam, dan sepatu merah. Namun tidak ditemukan satu pun identitas yang bisa mengidentifikasi korban.

Pada hari yang sama, sekitar pukul 13.00 WIB, warga Cilacap yang berada di dekat aliran Sungai Serayu menemukan jasad lain. Kali ini jenazah berjenis kelamin perempuan tanpa identitas. Pihak kepolisian dari Polres Cilacap dan Banyumas lantas berkoordinasi dengan kepolisian daerah lain, melacak data orang hilang sebulan terakhir. Dari Polresta Bandung didapatkan informasi, ada orang tua yang melaporkan telah kehilangan anak perempuannya bersama seorang laki-laki.

Tangan diborgol, Kolonel Priyanto jalani rekonstruksi kasus tabrak lari serta pembunuhan H dan S.
Foto : Wisma Putra/detikcom

Kasat Reskrim Polresta Bandung AKP Bimantoro Kurniawan mengatakan kesatuannya baru menerima laporan penemuan jenazah itu pada Kamis, 16 Desember 2021. Bimantoro lantas memerintahkan anak buahnya membawa orang tua korban untuk mendatangi Polres Cilacap dan Banyumas.

Itu baru cat dasarnya (abu-abu). Belum secara keseluruhan. Belum sempat digantilah, tapi sudah lebih dulu kebongkar.”

“Di sana diketahui bahwa memang itu anak-anak mereka atau korban kecelakaan lalu lintas,” kata Bimantoro kepada reporter detikX pekan lalu.

Dari hasil penyidikan Polresta Bandung diketahui bahwa kedua korban merupakan pasangan kekasih yang mengalami kecelakaan di jalur Nagreg, Garut, pada Rabu, 8 Desember 2021. Korban lelaki berinisial H, berusia 17 tahun. Sedangkan korban perempuan berinisial S, berusia 14 tahun. Keduanya sama-sama warga Garut, Jawa Barat.

Pada saat kecelakaan terjadi, kedua korban itu dibawa masuk ke dalam mobil Isuzu Panther berwarna hitam dengan pelat nomor B-300-Q yang dikendarai tiga orang bertubuh tegap. Kamera amatir warga di sekitar lokasi kejadian sempat merekam peristiwa itu.

Rahmat—bukan nama sebenarnya, saksi mata yang ada di lokasi kejadian—mengatakan dua dari tiga orang itu berbaju hitam dan satunya lagi putih. Mereka berpakaian rapi dan berambut cepak. Mereka berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik.

“Sepertinya logatnya Jawa atau apa saya kurang tahu. Yang pasti nggak kedengaran seperti orang Sunda gitu,” ungkap Rahmat saat ditemui reporter detikX di Garut pekan lalu.

Ketiga orang bertubuh tegap dan berambut cepak itu diduga telah membuang H dan S dari Jembatan Tajum III di Jalan Rawalo-Cilacap, Banyumas, yang bermuara ke aliran Sungai Serayu. Dari situlah kemudian Polresta Bandung melakukan penyelidikan lanjutan dengan mencari keterangan saksi serta bukti petunjuk, melalui kamera pengawas sekitar lokasi kejadian. Penyelidikan itu membuahkan hasil pada Kamis, 23 Desember 2021. Rupanya ketiga orang bertubuh tegap itu merupakan anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Satu berstatus perwira menengah, dua lainnya berpangkat tamtama kepala.


Jembatan Tajum III

Lokasi Kolonel Priyanto dan dua rekannya membuang H dan S yang sebelumnya mereka tabrak di Nagreg.

Jl. Rawalo-Cilacap, Menganti Kidul, Losari, Kec. Rawalo, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.



Temuan Polresta Bandung ini dilaporkan ke Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Puspomad) di Jakarta. Kepada Puspomad, Polresta Bandung menyebutkan siapa saja nama-nama anggota TNI AD yang terlibat pembunuhan H dan S itu. Mereka adalah Kolonel Infanteri Priyanto, Kopral Dua (Kopda) Andreas Dwi Atmoko, dan Kopda Ahmad Sholeh. Tiga terduga pelaku itu diketahui saling mengenal sejak 2015-2016, ketika Kolonel Priyanto menjabat Dandim 0730/Gunungkidul. Kopda Andreas dan Ahmad Sholeh merupakan anak buah Priyanto.

Sikap tegas langsung diambil Puspomad dengan meminta Polisi Militer Kodam di Manado dan Semarang untuk menangkap ketiga tersangka. Komandan Polisi Militer Kodam XIII/Merdeka Kolonel Corps Polisi Militer Tri Cahyo Budi mengatakan, pada Kamis, 23 Desember 2021, malam, ia mendapatkan perintah untuk menangkap Kolonel Priyanto. Saat itu, kata Tri, Kolonel Priyanto tengah berada di Gorontalo. Di sana, Kolonel Priyanto menjabat Kepala Seksi Intel Korem 133/Nani Wartabone.

“Dari Gorontalo dibawa ke Manado (Pomdam XIII/Merdeka). Tengah malam itu. Sampai sini jam 06.30 WIB itu (24 Desember 2021),” ungkap Tri kepada reporter detikX melalui sambungan telepon pada Rabu, 29 Desember 2021.

Sedangkan Kopda Andreas ditangkap saat bertugas di Kodim 0730/Gunungkidul dan Kopda Ahmad Sholeh ditangkap di Kodim 0716/Demak. Keduanya pada hari yang sama dibawa ke Pomdam IV/Diponegoro, Semarang, untuk menjalani pemeriksaan awal secara terpisah. Demikian pula dengan Kolonel Priyanto, yang menjalani pemeriksaan awal di Pomdam XIII/Merdeka, Manado.

Sumber detikX dari Puspomad mengatakan Kopda Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas langsung mengakui perbuatannya saat diperiksa penyidik. Sementara itu, Kolonel Priyanto sempat berbohong saat ditanya apakah benar bahwa dia berada di Bandung pada 8 Desember 2021.

“Saya tidak pernah ke Bandung,” kata Kolonel Priyanto sebagaimana ditirukan sumber ini.

Namun Kolonel Priyanto tak bisa mengelak ketika penyidik menunjukkan bukti rekaman kamera amatir warga dan kamera pengawas kepadanya. Dia pun mengakui perbuatannya. Walhasil, Kolonel Priyanto pun ditahan di instalasi tahanan Pomdam XIII/Merdeka pada 24-26 Desember 2021.

Rekonstruksi tabrak lari dan pembunuhan H serta S digelar di jembatan Sungai Tajum.
Foto : Arbi Anugrah/detikcom

Kemudian, atas perintah Puspomad, ketiga tersangka diterbangkan ke Jakarta pada 26 Desember 2021. Saat ini, ketiganya tengah mendekam di penjara militer di tiga lokasi berbeda. Kolonel Priyanto di Jakarta, Kopda Ahmad Sholeh di Bogor, dan Kopda Andreas di Cijantung.

Mengganti Warna Cat Mobil

Ketiga terduga pelaku diperiksa secara terpisah oleh Puspomad. Sumber detikX di Puspomad mengatakan, dari hasil pemeriksaan awal, diketahui bahwa ketiga pelaku sempat bersekongkol untuk menyembunyikan kejahatannya. Sebelum pulang ke satuan masing-masing, Kolonel Priyanto sempat meminta Kopda Ahmad Sholeh mengganti warna cat mobil yang mereka kendarai. Informasi ini terkonfirmasi saat detikX melihat warna cat mobil Isuzu Panther itu yang telah berubah menjadi warna abu-abu, dari sebelumnya berwarna hitam.

“Itu baru cat dasarnya (abu-abu). Belum secara keseluruhan. Belum sempat digantilah, tapi sudah lebih dulu kebongkar,” ungkap sumber ini kepada reporter detikX.

Terlepas dari segala kebohongan dan upaya menyembunyikan kejahatan itu, rupanya kasus pembunuhan H dan S ini terungkap lantaran satu petunjuk sepele. Komandan Puspomad Letjen TNI Chandra W Sukotjo mengatakan petunjuk itu adalah catatan sebuah hotel di bilangan Bandung: ada sebuah mobil yang meminta parkir gratis dengan pelat nomor B-300-Q. Chandra berujar Kolonel Priyanto dan dua anak buahnya sempat menginap satu malam di tempat tersebut.

“Ditemukannya sama polisi. Kan polisi yang ikuti dulu. Setelah di hotel itu, ketahuanlah identitasnya dia sebagai anggota TNI. Setelah itu baru info ke Pomdam Siliwangi,” beber Chandra kepada reporter detikX, Rabu, 29 Desember 2021.

Lantaran dokumen sepele itulah kini ketiga tersangka pun harus menghadapi tuntutan hukum yang berat atas perbuatannya. Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengatakan perbuatan ketiga tersangka telah memenuhi unsur pembunuhan berencana. Dari hasil pemeriksaan, terungkap Kopda Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas sempat menyarankan agar kedua korban dibawa ke puskesmas. Namun saran itu ditolak oleh Kolonel Priyanto dan malah membuang kedua korban ke Sungai Serayu.

Kolonel Priyanto menjadi aktor utama dalam rekonstruksi tabrak lari serta pembunuhan H dan S yang digelar di Nagreg, Senin (3/1/2022).
Foto : Wisma Putra/detikcom

"Tuntutan sudah kami pastikan, karena saya terus kumpulkan tim penyidik maupun oditur. Kami lakukan penuntutan maksimal seumur hidup, walaupun sebetulnya Pasal 340 ini memungkinkan hukuman mati, tapi kita ingin sampai seumur hidup saja," ujar Andika.

Kodim 0730/Gunungkidul tidak memberikan keterangan terkait salah satu anggotanya, yakni Kopda Andreas, yang menjadi tersangka kasus tabrak lari di Nagreg. Saat dihubungi, Dandim 0730/Gunungkidul Letkol Kav Anton Wahyudo terkesan enggan berkomentar banyak dan hanya menjanjikan akan menelepon balik.

"Ini saya masih rapat bersama staf-staf saya, karena nanti kan pengamanan malam tahun baru. Nanti saya telepon balik saja, ya," ucapnya saat dihubungi reporter detikX, Jumat, 31 Desember 2021. Hingga naskah ini tayang, belum ada respons lagi dari Anton.


Reporter: Wisma Putra (Bandung), Hakim Gani (Garut), Pradito Rida Pertana (Yogyakarta),Fajar Yusuf Rasdianto, Syailendra Hafiz Wiratama
Penulis: Fajar Yusuf Rasdianto
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE