INVESTIGASI

Teror Siang Bolong untuk Veronica Koman

Seorang lelaki berambut cepak dan berbadan jangkung terekam CCTV sedang memantau rumah orang tua Veronica Koman sebelum terjadinya teror pada 7 November 2021. Eskalasi teror dan intimidasi terhadap Veronica terus meningkat setelah kunjungan lelaki mencurigakan itu.

Ilustrasi : Edi Wahyono

Senin, 22 November 2021

Teror terencana diarahkan ke keluarga aktivis hak asasi manusia sekaligus advokat kasus kekerasan di Papua, Veronica Koman. Teror beruntun melalui kiriman paket yang meledak dan terbakar ini salah alamat.

"Para pelaku ini menyerang orang-orang yang paling sering menyuruh saya berhenti advokasi Papua," kata Veronica kepada reporter detikX pekan lalu.

Hubungan Veronica dengan keluarganya, terutama orang tua, memburuk. Sebab, mereka tak setuju dengan pekerjaan Veronica menuntut penuntasan kasus pelanggaran HAM di Papua yang berisiko. Mereka jarang berkomunikasi.

“Kalaupun ada komunikasi, itu isinya, orang tua minta saya berhenti kerja untuk Papua,” tuturnya.

Teror pertama terjadi pada Minggu, 24 Oktober 2021, siang. Pengendara motor berboncengan menautkan kardus di pagar rumah orang tua Veronica. Tujuh detik kemudian, ada ledakan kecil dari kardus yang dibalut tote bag hitam itu. Lalu api membakar paket itu dan menghanguskan sebagian pagar besi. detikX mendapatkan tiga rekaman video CCTV peristiwa pertama ini.

Seorang tetangga yang kebetulan tengah melintas di depan rumah itu pada pukul 10.57 WIB melihat api membesar. Dia berteriak-teriak memanggil orang tua Veronica dan warga lainnya untuk membantu memadamkan api. Seorang warga lainnya akhirnya datang, membawa seember air dan menyiram paket yang terbakar.

Pengacara Lembaga Bantuan Hukum Jakarta sekaligus kuasa hukum Veronica, Nelson Nikodemus Simamora.
Foto : Yusuf Rasdianto/detikX

detikX mendapatkan rekaman video yang menggambarkan isi paket yang telah terbakar. Kami juga meminta konfirmasi kepada beberapa warga setempat. Isi paket itu di antaranya sumbu kompor, korek api, ban dalam, kawat, tisu, kain, plastik berisi bensin, serpihan kardus, arang, dan pipa.

Siapa pun yang menyembunyikan Veronica Koman, maka akan bernasib sama seperti bangkai ini.”

Dua terduga pelaku datang mengendarai sepeda motor warna hitam dengan pelat nomor B-6764-TIP pada pukul 10.55 WIB lewat 56 detik. Dari desainnya, motor yang digunakan berjenama Mio Soul GT keluaran 2015 pabrikan Yamaha. Pengemudi motor mengenakan jaket Grab, helm hitam, celana jogger berwarna hitam pudar, dan sandal jepit. Satu pelaku lainnya mengenakan jaket biru dongker, helm hitam, celana jin, dan sepatu kets.

Anggota tim kuasa hukum Veronica Koman, Michael Himan, menyebut teror itu terkait dengan aktivitas Veronica dalam mengadvokasi isu-isu HAM di Papua. Kasus ini sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada Senin, 25 Oktober lalu. Berkas pelaporan itu dilimpahkan ke Polres Jakarta Barat untuk dilakukan penyelidikan. Baru pada 5 November 2021, orang tua Veronica diundang kepolisian sebagai saksi.

Namun malah terjadi teror lagi kepada keluarga Veronica pada Minggu, 7 November 2021, siang. Sekitar pukul 10.25 WIB, ledakan besar itu terjadi. Sebanyak enam warga yang ditemui reporter detikX menyebutkan suara dentuman terdengar dua kali.

“Kayak suara petir saja gitu, wong siang bolong, dua kali meledak. Duar! Duar!” kata seorang pengayuh becak yang biasa mangkal di Pos Terpadu Mitrajaya Kodim 0503/JB. Jarak pos tersebut sekitar 350 meter dari rumah orang tua Veronica.

Ledakan itu memuntahkan isi paket yang dilemparkan pelaku ke garasi rumah orang tua Veronica. Lantai teras rumah orang tua Veronica penuh dengan percikan cat berwarna merah. Serpihan kertas, baterai 9 volt, kabel, dan plastik bekas cat tercecer di halaman rumah. Di antara serpihan-serpihan lain yang diduga sebagai alat pemicu ledakan itu, terlihat juga gulungan kertas terlaminasi berisi sebuah pesan ancaman.

“If the police and aparat dalam maupun luar negeri tidak bisa menangkap Veronika Kuman@ hero pecundang dan pengecut, kami terpanggil bumi hanguskan di manapun Anda bersembunyi maupun germobolan pelindungmu,” begitu isi secarik kertas itu, tertanda ‘Laskar Militan Pembela Tanah Air’.

detikX mendapatkan dua rekaman CCTV peristiwa teror ini. Kedua pelaku datang menggunakan sepeda motor berjenama Honda Beat dengan pelat nomor B-3840-EVT pada pukul 10.25 WIB. Satu pelaku memiliki kemiripan ciri dengan terduga pelaku pada 24 Oktober. Dia adalah orang yang mengemudikan motor. Kemiripan itu terlihat pada jaket Grab, sandal, celana yang dikenakan terduga pelaku, serta warna kulitnya yang terlihat gelap.

Pelaku lain tidak hanya menyasar rumah orang tua, tapi juga rumah kerabat Veronica. Malam hari sekitar pukul 20.30 WIB, seorang kerabat menelepon ke ponsel orang tua Veronica. Dia mengaku menerima paket atas nama Veronica yang digantungkan di pagar rumah. Keluarga Veronica dan pendamping hukumnya meminta tim Jihandak kepolisian memeriksa paket tersebut. Rupanya paket itu berisi bangkai ayam dan secarik surat ancaman.

“Siapa pun yang menyembunyikan Veronica Koman, maka akan bernasib sama seperti bangkai ini,” begitu bunyi ancaman yang tertulis dalam larik kertas tersebut.

Kasat Reskrim Polres Jakarta Barat Kompol Joko Dwi Harsono saat menjelaskan kasus teror ke rumah orang tua Veronica Koman.
Foto : Fajar Yusuf Rasdianto/detikX

Serangan terhadap kerabat Veronica ini cukup janggal. Sebab, menurut pengacara Lembaga Bantuan Hukum Jakarta sekaligus kuasa hukum Veronica, Nelson Nikodemus Simamora, hampir tidak ada orang yang tahu Veronica memiliki kerabat dekat.

Nelson menduga ada aktor intelektual yang turut berperan dalam serangkaian teror yang terjadi di rumah Veronica dan kerabatnya. Kemungkinan juga, pelaku sudah cukup lama memantau aktivitas di rumah orang tua Veronica. Kebetulan, sepekan sebelum teror ledakan terjadi, kerabat Veronica memang sempat dua kali berkunjung ke rumah orang tua Veronica.

Dugaan bahwa sudah lama dilakukan pemantauan terhadap aktivitas di keluarga Veronica semakin kuat berdasarkan hasil rekaman CCTV yang detikX dapatkan. Pada 31 Mei 2021 pagi, terlihat seorang lelaki berambut cepak dan berbadan jangkung mondar-mandir sembari memegang ponsel persis di depan rumah orang tua Veronica.

Lelaki itu mengenakan setelan kemeja berwarna hitam, celana panjang hitam, dan sepatu pantofel hitam. Seorang pengurus RT setempat menyatakan orang dalam rekaman CCTV tersebut bukan warganya.

Pelaku tersebut sempat menanyakan kepada asisten rumah tangga di rumah orang tua Veronica, apakah betul rumah tersebut merupakan rumah Veronica. Asisten rumah tangga tersebut menjawab bukan. Tidak lama setelah itu, seorang perempuan mengendarai sepeda motor Honda Vario berwarna hitam datang menjemput.

Setelah kunjungan orang mencurigakan itu, media sosial Veronica sempat beberapa kali menerima pesan berupa foto rumahnya di Jakarta Barat. Foto-foto itu dikirimkan bersamaan dengan pesan bernada intimidasi. Terlihat dari gambarnya, foto itu diambil langsung dengan ponsel pada waktu yang berbeda-beda.

“Kami menduga memang ini terencana, sistematis, dan kemudian didukung sumber daya,” ujar Nelson kepada detikX saat ditemui di kantornya di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 12 November 2021, malam.

Pelat Palsu Bukan Halangan

detikX melakukan pengecekan dua pelat nomor yang digunakan pelaku melalui data terbuka Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya. Rupanya kedua pelat nomor itu palsu. Kasat Reskrim Polres Jakarta Barat Kompol Joko Dwi Harsono pun membenarkan bahwa pelat nomor yang digunakan pelaku itu palsu. Itu pulalah, kata Joko, yang sedikit menyulitkan polisi untuk mengidentifikasi pelaku.

Namun Kepala Divisi Penegakan HAM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Andi Muhammad Rezaldy menilai pelat nomor palsu mestinya bukan alasan bagi polisi untuk tidak menemukan pelaku. Dengan infrastruktur yang dimiliki Polri, kata Andi, seharusnya polisi bisa dengan mudah menemukan pelakunya.

Andi mencontohkan polisi bisa memanfaatkan complete data recorder (CDR) dari base transceiver station (BTS) terdekat untuk melacak nomor-nomor asing yang masuk ke daerah rumah orang tua Veronica. Dari situ bisa dicocokkan lokasi nomor itu berada saat aksi teror berlangsung di rumah Veronica.

Selain itu, polisi bisa memanfaatkan jaringannya untuk melacak pelat-pelat nomor palsu yang beredar di Jakarta. Semakin cepat polisi melakukan itu, semakin besar peluang untuk mengungkap pelakunya. Sebaliknya, semakin lama polisi melakukannya, maka semakin besar pula peluang pelaku menghapus jejak-jejak kejahatannya.

“Pertanyaannya sekarang, apakah polisi benar-benar mau atau ada political will untuk mengungkap dan menuntaskan kasus ini?” tutur Andi saat dihubungi detikX pekan lalu.

Menunggu Keseriusan Polisi

Kini, sebulan lebih telah berlalu dari teror pertama. Hampir tidak ada perkembangan berarti dalam penanganan kasus ini. Yang baru bisa disampaikan polisi terkait kasus ini adalah kemungkinan sumber ledakannya saja. Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan kesimpulan sementara dari hasil uji labfor menyebutkan bahwa ledakan yang terjadi di rumah orang tua Veronica berasal dari petasan.

Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Ady Wibowo menerangkan, dari hasil olah TKP, ditemukan bubuk mesiu dan kepingan kertas pembungkus petasan. “Analisisnya begini, kalau bom, itu ada empat unsur yang harus dipenuhi. Intinya, dari hasil olah TKP dari Jibom, intinya bukan bom, tapi itu petasan, kayak petasan sajalah,” tutur Ady kepada wartawan pekan lalu.

Menurut kesaksian ketua RT setempat, Royani, memang sempat tercium bau mercon di lokasi kejadian. “Ya baunya mercon saja gitu, mesiulah. Cuma kan bom juga bau mesiu,” tutur Royani saat ditemui reporter detikX.

Nelson Nikodemus Simamora meminta Polri menjelaskan secara terperinci apa yang membuat mereka menyimpulkan bahwa ledakan itu berasal dari petasan. Sebab, di TKP juga ditemukan barang bukti seperti baterai dan kabel, yang kerap digunakan sebagai alat pemicu bom.

“Baterai dan kabel itu buat apa gunanya? Nanti kita datengin ahli kami. Polisi jangan membelokkan masalah,” tegas Nelson.

Kasat Reskrim Polres Jakarta Barat Kompol Joko Dwi Harsono mengatakan kasus teror di rumah orang tua Veronica tengah diselidiki oleh tim gabungan Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Barat. Namun Joko belum berani menyimpulkan apa-apa terkait teror tersebut. Sebab, kata dia, polisi hanya bekerja berdasarkan bukti-bukti lapangan.

“Intinya gini, kami sedang lidik nih. Yang bisa kami update adalah, pertama, kami sudah ambil CCTV. Kedua, barang bukti yang kita amankan di TKP sudah kami serahkan ke Laboratorium Forensik dan sudah kita serahkan ke Pusinafis,” terang Joko kepada detikX di Polres Jakarta Barat, Jumat, 12 November lalu.

Terkait CCTV, Joko mengaku, pihaknya telah mengamankan tiga rekaman kamera pengawas di rumah orang tua Veronica dan tetangganya. Namun polisi hanya memiliki rekaman CCTV pada 7 November. Joko berdalih, LBH Jakarta tidak memberikan rekaman CCTV pada kejadian sebelumnya dan CCTV di rumah kerabat Veronica.

“Kami nggak tahu alasannya. Tapi kami minta (CCTV-nya) harus lewat pengacara. Sebenarnya itu sangat membantu sih buat kita kalau diserahkan,” ungkap Joko.

Tetapi pernyataan itu langsung dibantah oleh Nelson. Nelson mengatakan LBH Jakarta telah menyerahkan semua rekaman CCTV yang dibutuhkan untuk penyelidikan kasus teror di rumah Veronica kepada polisi.

Udah gue kasih ke flash disk yang dibawa sama yang pakai kupluk, polisi,” tegas Nelson.

Veronica Koman
Foto : Detikcom Free Watermark

Menurut ketua RT setempat, Royani, sebetulnya ada tujuh CCTV milik warga yang merekam aksi teror pada 24 Oktober dan 7 November di rumah Veronica. Rekaman itu memperlihatkan bahwa pelaku datang melalui gang sempit selebar 1,5 meter dekat rumah Veronica dan kabur ke arah jalan besar.

Dari rekaman CCTV itu, kata Royani, pelaku pada 7 November sempat terlihat berhenti sebentar di depan gang, sembari terus melihat ke rumah orang tua Veronica. Jarak tempat berhenti pelaku dengan rumah orang tua Veronica itu sekitar 30 meter.

Selain mengantongi rekaman CCTV dan alat bukti, Joko mengklaim telah memanggil tujuh orang saksi untuk dimintai keterangan. Tujuh saksi itu, termasuk orang tua Veronica, pencuci mobil yang saat itu berada di lokasi, dan empat petugas keamanan. Namun wakil kepala keamanan dan ketertiban setempat, Hamzah, membantah info bahwa empat anak buahnya dipanggil polisi sebagai saksi.

“Nggak ada. Polisi juga nggak ada yang ngajak ngobrol,” kata Hamzah kepada detikX di pos rukun warga dekat rumah orang tua Veronica.


Reporter: Fajar Yusuf Rasdianto, May Rahmadi
Penulis: Fajar Yusuf Rasdianto
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE