INVESTIGASI

Banyak Alasan Tak Mengusut Azis

Azis Syamsuddin beberapa kali dilaporkan melanggar etika karena dugaan keterlibatannya dalam beberapa perkara rasuah. Namun Mahkamah Kehormatan Dewan belum menunjukkan keseriusan untuk menuntaskan perkara Wakil Ketua DPR itu.

Ilustrasi : Luthfy Syahban

Selasa, 14 September 2021

“Baik, Bos,” jawab Azis Syamsuddin ketika Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Trimedya Panjaitan menanyakan ihwal kabar Azis. Pagi itu, Senin, 30 Agustus 2021, Azis memang terlihat segar dengan setelan jasnya. Maklum, kepada Trimedya, Azis menceritakan baru saja mendapatkan booster vaksin Nusantara. Sebelum mengikuti rapat Badan Musyawarah di depan ruang rapat KK II gedung Nusantara Dewan Perwakilan Rakyat, kedua kawan lama itu bertukar kabar.

Tapi tak pernah tebersit sedikit pun di benak Trimedya bahwa hari itu merupakan hari terakhirnya dapat menghubungi Azis, politikus Partai Golongan Karya. Empat hari kemudian Jumat, 3 September 2021, beredar kutipan dakwaan eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Stepanus Robin Pattuju. Dalam resume dakwaan itu, Azis dan seseorang yang diduga tangan kanannya, Aliza Gunado, disebut memberikan suap kepada Robin sebesar Rp 3,09 miliar dan USD 36 ribu untuk mengurus perkaranya di KPK.

Bagai mencari jarum di tumpukan jerami, mencari Azis bukanlah perkara yang mudah setelah terungkapnya dugaan praktik suap itu. detikX sudah beberapa kali mencoba menghubungi Wakil Ketua DPR Bidang Politik dan Keamanan tersebut beserta stafnya, Dendy Derrian, tapi tak pernah berbalas. Beberapa anggota DPR yang berasal dari Fraksi Golkar pun seakan bungkam, enggan ditanya soal keberadaan Azis dan kasus yang menjeratnya.

Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin
Foto : Ari Saputra/detikcom


Ini situasinya ada kepentingan lain yang sedang dilindungi MKD dalam kasus Azis ini. Untuk melindungi itu, mereka mencari-cari alasan membenarkan penundaan.”

Trimedya juga bilang tak sehari pun melihat Azis berlalu lalang di gedung DPR seperti biasanya sejak namanya kembali mencuat dalam kasus hukum. “Waktu rapat paripurna kemarin saya nggak lihat ada Pak Azis. Setelah kasusnya naik, bahkan dia (Azis) nggak pernah muncul di grup WhatsApp Komisi III lagi. Biasanya, kalau ada berita dukacita atau ada anggota yang ulang tahun, suka comment abis,” ujar Trimedya kepada detikX pekan lalu.

Hubungan Trimedya dan Azis bisa dikatakan cukup dekat. Keduanya mengenal satu sama lain sejak awal 2000-an, ketika sama-sama masih berprofesi sebagai pengacara. Trimedya lebih dulu berkecimpung di dunia perpolitikan. Pada 2002, Trimedya, yang sudah menjabat anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, suatu hari bertemu dengan Azis di pesawat. Kala itu Azis masih menjabat pengacara di Kantor Pengacara Gani Djemat. “Bang, gua pengin ngikutin jejak lo,” kata Azis kepada Trimedya.

Keinginan Azis pun tercapai. Pada 2004,ia resmi menjadi penghuni Senayan. Azis pun kemudian bertugas bersama-samaTrimedya di Komisi III. Bahkan, pada saat Trimedya menjadi Ketua Komisi III,Azis mendampinginya sebagai wakil ketua pada 2007 mewakili Golkar. Azismenggantikan Akil Mochtar, yang saat itu mencalonkan menjadi wakil GubernurKalimantan Barat. Karier politik Azis berikutnya sangat moncer. Pada 2019,Dewan Pengurus Pusat Golkar menunjuknya menjadi Wakil Ketua DPR.

Namun, sepanjang kariernya sebagaianggota DPR, Azis tak lekang diterpa isu miring. Dalam catatan detikcom, pada 2011, Azis ditudingmembekingi impor dua kontainer BlackBerry ilegal. Azis juga disebut-sebutmenerima uang dari kasus pengadaan alat simulator surat izin mengemudi (SIM)pada 2013. Setelahnya, Azis juga diduga berperan dalam kasus kartu tanda pendudukelektronik (e-KTP) yang menyeret koleganya di Golkar, Setya Novanto. Semuadugaan keterlibatannya dalam kasus-kasus itu telah dibantah oleh Azis.

Belakangan, Azis diduga terlibat dalamtiga perkara menyangkut makelar kasus di KPK yang dilakukan Robin. Dalampetikan dakwaan, disinyalir Azis memberikan uang miliaran rupiah kepada Robinagar menghentikan kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten LampungTengah 2017, yang diduga melibatkan dirinya. Selain itu, Azis menjadi pihakyang memperkenalkan Robin dengan dua pejabat daerah yang beperkara di KPK,yaitu eks Wali Kota Tanjungbalai Syahrial dan eks Bupati Kutai Kartanegara RitaWidyasari.

Di luar penyidikan oleh KPK, Azis dilaporkanke MKD atas dugaan keterlibatannya dalam kasus-kasus itu. Awal tahun lalu,Perhimpunan Advokat Pro Demokrasi (PAPD) melaporkan Azis terkait dugaan kasuskorupsi penyaluran DAK Lampung Tengah. Namun, satu bulan kemudian, Februari2021, laporan itu dinyatakan gugur. MKD menutup kasus pelaporan terkaitpenyaluran dana dari Bupati Lampung Tengah Mustafa kepada Azis karena pelapormencabut laporannya. “Jadi, kalau sudah dicabut, nggak bisa kita lanjutkanprosesnya,” kata Trimedya.

Trimedya Panjaitan
Foto : Ari Saputra/detikcom

Tak lama setelah MKD menghentikan proses sidang etik Azis, Mei 2021, Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam (GPI) melayangkan laporan keterlibatan Azis dalam suap antara Robin dan Syahrial. “Beliau diduga keras terlibat dalam kasus suap MS dengan penyidik KPK Robin. Jadi kita sangat prihatin. Kami dari elemen pemuda merasa tidak pantas ada seorang pimpinan DPR RI itu yang melakukan hal seperti itu,” kata Ketua Bidang Hukum dan HAM Gerakan Pemuda Islam Fery Dermawan di Gedung DPR, Senayan, Senin, 3 Mei 2021.

Namun, hingga kini, laporan terakhir tersebut tidak jelas juntrungnya. MKD tidak segera menggelar sidang untuk mengusut kasus itu. Wakil Ketua MKD Habiburokhman mengatakan MKD menunda pengusutan kasus itu karena tidak mau mengambil keputusan prematur yang mendahului proses penegakan hukum. “Walau secara prinsip ini kamarnya berbeda ya, tapi faktanya peristiwa ini sama. Hal yang dibuktikan kan sama apakah dia terbukti mentransfer (uang) atau tidak. Kalau kami mengambil sikap lebih dulu, pasti dituduh mengintervensi. Jadi kami serbasalah. Itu yang kami hindari. Padahal kami seharusnya menempatkan hukum sebagai panglima. Jika dibandingkan dengan etik, hukum tetap menjadi panglima,” kata politikus Gerindra itu.

Sedangkan Trimedya bilang penundaan pengusutan kasus Azis disebabkan pandemi COVID-19. DPR sempat menjadi episentrum penularan virus. Situasi psikologis para anggota Dewan juga sedang terganggu oleh kabar meninggalnya beberapa anggota DPR karena COVID-19. Hal itu dirasa pemeriksaan secara daring pun tak mungkin untuk dilakukan. Namun Trimedya menjanjikan laporan itu tetap akan diproses karena sudah diputuskan di rapat pleno MKD. Laporan terhadap Azis dianggap telah memenuhi aspek legal formal dan layak ditindaklanjuti oleh MKD sembari menunggu proses di KPK. MKD telah meminta tenaga ahli untuk membuat kajian hukum terkait pelaporan kasus Azis.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai sikap MKD tersebut hanyalah mencari-cari alasan untuk mengubur laporan pelanggaran etik Azis. “Ini situasinya ada kepentingan lain yang sedang dilindungi MKD dalam kasus Azis ini. Untuk melindungi itu, mereka mencari-cari alasan membenarkan penundaan,” ujarnya kepada detikX pekan lalu. Kelambanan MKD dalam memproses Azis karena lonjakan COVID-19, menurutnya, mengada-ada. Sebab, angka COVID-19 sudah turun drastis. Kebijakan PPKM pun telah dilonggarkan, tapi mereka masih mencari alasan baru dengan proses persidangan.

Persidangan AKB Robin, kemarin
Foto : Zunita/detikcom

Ia juga mempertanyakan alasan penundaan sidang etik Azis karena proses hukum dan etik tidak bisa diparalelkan. Sebab, tidak jelas sampai kapan MKD akan menunggu proses hukum di KPK. Padahal sudah jelas terjadinya pertemuan Azis sebagai pihak yang mempunyai perkara di KPK dengan Robin sebagai penyidik KPK. Selain itu, terdapat dugaan uang yang mengalir dari Azis ke penyidik KPK yang muncul di persidangan. Lucius menilai kedua hal itu sudah memadai bagi MKD untuk memulai proses penyelidikan tanpa menunggu proses hukum di KPK.

Lucius juga menilai kinerja MKD periode 2019-2024 ini salah satu yang terburuk dalam sejarah DPR karena ada banyak pelaporan yang masuk, ditindaklanjuti secara lamban. Hasil evaluasi kinerja DPR masa sidang V tahun sidang 2020-2021 bertajuk ‘DPR ke Mana?’ juga menunjukkan ketidakseriusan MKD dalam memproses Wakil Ketua DPR Azis. Pertimbangan politik dicurigainya lebih banyak mewarnai sikap MKD dibandingkan dengan penegakan etika.

“Konstruksi tata cara hukum di MKD itu memang pada dasarnya sudah lemah, lebih banyak pertimbangan politiknya dibanding etisnya. Ketika menghadapi individu yang beperkara, pasti di dalamnya sudah ada persetujuan dari fraksi-fraksi lain ketika mereka sendiri mengabaikan kasus yang sudah ramai dibicarakan oleh publik. Jadi, alih-alih menjadi penegak kehormatan, mereka sendiri malah menjadi perusak parlemen,” tutup Lucius.


Penulis: RaniRahayu
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE