Ilustrasi: Edi Wahyono
Jumat, 11 September 2020“Alhamdulillah masih bisa istirahat dulu sekarang. Panas banget belakangan ini di sini,” ucap seorang petugas penggali kubur atau yang dikenal dengan sebutan penyedia jasa lainnya orang perorangan (PJLP) di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur. Ucapan spontan itu keluar dari mulutnya saat mobil ambulans Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak berhenti di blok kuburan khusus jenazah korban Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yang menjadi area tugasnya. Mobil itu terus berjalan menuju blok lain yang juga dikhususkan untuk jenazah Corona.
Dari pantauan detikX di TPU Pondok Ranggon, Senin, 7 September 2020, hampir sepanjang hari terlihat banyak keluar-masuk mobil ambulans pengangkut jenazah pengidap Corona. Sehari itu setidaknya 20 jenazah dikuburkan di dua blok bagian belakang TPU Pondok Ranggon, yang luasnya sekitar 59 hektare. Di kedua blok baru itu sudah dikubur 2.623 jenazah dengan protokol pemakaman korban COVID-19. Menurut kabar yang beredar, lahan itu tinggal menyisakan 1.100 lubang liang lahad.
“Dalam sehari ini, biasanya yang dikubur 20-an. Rata-rata 24 atau 25 paling banyak. Yang paling banyak itu semalam (Minggu, 6 September) ada total 38 jenazah yang kita kubur sampai pukul pukul 23.00 WIB,” ungkap seorang penggali kubur yang menolak diungkapkan namanya itu kepada detikX di TPU Pondok Ranggon.
Baca Juga : Kian Sempit Kuburan Jenazah COVID
Aktivitas para petugas pemakaman COVID-19 berpakaian hazmat di TPU Pondok Ranggon
Foto: Syailendra Hafiz Wiratama/detikX
Kalau boleh jujur mah, saya sudah capek, Mas. Mau minta pindah saja nggak dipindahin karena yang lain belum tentu mau, apalagi posisinya di protap COVID-19.”
Ada sembilan blok atau blad baru di TPU Pondok Ranggon yang digunakan untuk penguburan jenazah Corona. Kawasan itu terbagi untuk blok muslim dan nonmuslim. Setiap kali mobil datang, 4-5 petugas pemakaman bergiliran menurunkan, mengangkat, dan memasukkan peti jenazah yang terbungkus plastik transparan ke liang lahad. Mereka semua mengenakan alat pelindung diri (APD) berwarna putih, kuning, atau hijau. Setelah melakukan prosesi penguburan singkat, terlihat tubuh para petugas basah kuyup ketika APD mereka dibuka.
Petugas pemakaman yang mengenakan APD hanya pengangkut jenazah dari mobil sampai memasukkan ke liang lahad. Sedangkan para penggali kuburan hanya mengenakan sarung tangan dan masker. “Kalau yang gali kuburannya pakai APD mah mampus itu. Sudah pakai APD, pakai masker, beuh, itu engap-nya nggak kebayang. Kita yang berdiri begini saja nggak betah, bagaimana mereka yang sambil gali kuburan,” kata Sanun, 44 tahun, seorang petugas penguburan lainnya, kepada detikX.
Sanun bercerita, beberapa waktu lalu ada seorang pejabat Pemprov DKI Jakarta yang komplain di sebuah berita televisi terkait banyaknya petugas pemakaman COVID yang tak mengenakan masker dan APD lainnya. “Ya coba sekarang pejabatnya saja sini turun ke lapangan, enak nggak? Nggak usah kerja, deh, lihat saja anak buahnya di sini. Ya, coba saja berdiri di sini, dijemur di sini pakai masker, apa nggak engap itu napas?” ujar Sanun sambil tersenyum lebar.
Sanun menambahkan, di bloknya, petugas yang bersiaga sekitar 24 orang. Mereka terbagi dalam empat grup, yaitu A, B, C, dan D. Sanun sendiri masuk grup B di blok pemakaman yang dikhususkan untuk mengubur jenazah Corona dari kalangan muslim. “Jadi, karena mayoritas yang meninggal ini banyaknya dari umat Islam, makanya yang diturunkan di blok ini adalah grup B. Nah, kalau grup D itu cuma yang diperbantukan untuk blok nonmuslim,” terangnya.
Setiap hari petugas harus menguburkan 15-20 jenazah dengan protokol COVID-19..
Foto: Syailendra Hafiz Wiratama/detikX
Tak hanya berat bertugas menguburkan jenazah Corona dengan mengenakan APD seharian penuh, para petugas juga harus bersabar menghadapi polah dan sikap keluarga ahli waris jenazah. Sebenarnya para petugas pemakaman ingin proses penguburan berjalan tertib dan rapi sesuai dengan standar kesehatan. Misalnya, mobil diparkirkan dengan rapi, ahli waris tak boleh turun dari mobil atau motor, dan dilarang mendekat ke liang lahad. Namun para ahli waris jenazah banyak yang bandel dan nekat.
Begitu juga dengan masalah papan nisan yang gratis. Petugas sering menjadi pelampiasan kekesalan ahli waris ketika bertanya kepada mereka apakah keluarga menyiapkan papan nisan sendiri. Hal itu ditanyakan petugas karena, bila ahli waris membawa papan nisan sendiri, tidak menghabiskan papan nisan yang dialokasikan oleh pemerintah sesuai dengan protokol pemakaman COVID-19.
Para petugas meminta kepada para ahli waris korban COVID-19 memahami nasib para petugas pemakaman. Selain jam kerja yang full time, mereka harus meninggalkan keluarganya begitu lama, bahkan sejak empat-lima bulan lalu, ketika awal pandemi Corona terjadi. Ada yang tak pernah ketemu keluarganya.
Belum lagi selalu menerima bayaran insentif yang molor dari waktu pencairannya. Para petugas pemakaman ini menerima gaji sesuai upah minimum regional (UMR) sekitar Rp 4,2 juta ditambah insentif Rp 1,2 juta. Sementara itu, mereka dalam sehari bisa menggali 20-30 liang lahad. Bayangkan, di dalam satu blok baru pemakaman Corona di TPU Pondok Ranggon saja bisa terisi 400-an jenazah dalam tempo dua pekan belakangan ini. “Ya bukannya kita nggak terima rezeki ya, kalau menurut saya sih, ya rada nggak seimbang lagi dengan kerja kita,” tutur seorang petugas pemakaman.
Di tengah cuaca yang panas, petugas pemakaman harus mengenakan baju hazmat untuk melindungi diri dari penularan COVID-19.
Foto: Syailendra Hafiz Wiratama/detikX
Lebih-lebih kalau ada pemberitahuan dari Dinas Pemakaman bakal ada penguburan jenazah pada malam hari. Jenazah yang datang bisa pada pukul 21.00-23.00 WIB. Empat hari lalu, TPU Pondok Ranggon beberapa kali harus menguburkan jenazah hingga larut malam. Padahal para petugas pemakaman, termasuk Sanun, selesai bekerja hingga pukul 21.00 WIB. Begitu pulang, mandi dan ganti baju, tiba-tiba ditelepon harus menguburkan jenazah kembali. Tiba di pemakaman, para petugas kerap bersitegang dan bentrok dengan ahli waris yang tak mau diatur sesuai protokol COVID-19 dengan dalih anggota keluarganya meninggal bukan karena Corona.
Seperti beberapa hari lalu, terjadi keributan antara petugas pemakaman dan keluarga ahli waris salah satu jenazah dari Pasar Rebo, Jakarta Timur. Ahli waris tak terima ketika diminta mematuhi protap COVID-19, akhirnya sampai petugas pemakaman memanggil polisi untuk mengawal proses penguburan. “Kalau boleh jujur mah, saya sudah capek, Mas. Mau minta pindah saja nggak dipindahin, karena yang lain belum tentu mau, apalagi posisinya di protap COVID-19,” keluh petugas lainnya.
Reporter: Syailendra Hafiz Wiratama
Redaktur: M Rizal
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban