INVESTIGASI

Jurus Pamungkas Novanto

“Masak sekarang UUD 1945 mau dilawan? Kalau mau lawan, ya, silakan. Nanti seperti teroris, kan.”

Ilustrasi: Edi Wahyono

Selasa, 14 November 2017

Sepucuk surat melayang ke kantor Komisi Pemberantasan Korupsi pada Senin, 13 November 2017. Surat itu berasal dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto, yang kini kembali menyandang status tersangka dalam kasus korupsi e-KTP.

Pada hari yang sama, sejatinya Ketua Umum Partai Golkar itu masuk dalam daftar saksi yang diperiksa untuk tersangka Anang Sugiana Sudihardjo, Direktur Utama PT Quadra Solution. Namun Novanto mangkir dan memilih terbang ke Kupang, Nusa Tenggara Timur, untuk menjalani kegiatan sebagai Ketua Dewan. “Alasan tak datang ke KPK adalah terkait izin Presiden," ujar Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah.

Ketidakhadiran di KPK merupakan perlawanan lanjutan Novanto terhadap lembaga antirasuah itu. Sebelumnya, Fredrich Yunadi, pengacara Novanto, melaporkan dua pimpinan serta Direktur Penyidikan KPK, yakni Agus Rahardjo, Saut Situmorang, Aris Budiman, dan A Damanik, ke Bareskrim Mabes Polri beberapa waktu lalu.

Dalam laporan Nomor LP TBL/7025/X/Bareskrim tertanggal 10 November 2017, keempatnya diduga melakukan tindak pidana kejahatan dalam jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 juncto Pasal 421 KUHP dengan menandatangani surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dan surat perintah penyidikan atas Novanto.

Ketua DPR Setya Novanto
Foto : Joko Panji Sasongko/CNN Indonesia

Kepada detikX, Fredrich membenarkan Novanto sengaja tak datang atas pemanggilan oleh KPK. Jika menghendaki Novanto hadir, menurutnya, KPK harus mengantongi izin Presiden Joko Widodo lebih dahulu. Sebab, Novanto sebagai anggota Dewan punya hak imunitas dengan landasan hukum mulai UUD 1945 hingga UU No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). "Hak imunitas kan tidak boleh disentuh. Nah, masak sekarang UUD 1945 mau dilawan? Kalau mau lawan, ya, silakan. Nanti seperti teroris, kan,” kata Fredrich.

Saat ini yang bersangkutan (Novanto) kan sudah jadi tersangka. Jadi izin tersebut sudah tidak valid lagi. Apalagi Wapres Jusuf Kalla bilang izin (Presiden) itu tidak diperlukan."

Namun, jika KPK mengajukan permohonan kepada Presiden dan diberi izin, Fredrich menjamin, kliennya akan datang ke KPK. “Beliau (Novanto) akan datang. Meskipun dipanggil pukul 24.00 WIB, pasti akan hadir,” kata Fredrich.

Adapun perlawanan lain yang akan dilakukan terhadap KPK, misalnya praperadilan, Fredrich mengaku belum menyiapkan. Jalur praperadilan ditempuh Novanto untuk menggugurkan penetapan tersangka oleh KPK yang pertama pada Juli 2017.

“Untuk sementara belum ada rencana praperadilan. Tapi kan kita menuntut orang bisa dari perdata dan PTUN. Karena sudah masuk pidana, ya, biar saja polisi memproses laporan penerbitan SPDP itu dulu,” tutur Fredrich.

Perlawanan sengit Novanto terhadap KPK tak membuat heran Ketua Generasi Muda Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia. Kata dia, Novanto punya keberanian melawan KPK karena merasa mendapat dukungan dari lingkungan Istana Negara.

Kuasa hukum Setya Novanto, Friedrich Yunadi.
Foto : Abi Sarwanto/CNN Indonesia

Setidaknya, menurut Doli, ada dua situasi yang menjadi indikatornya. Pertama, gerak-gerik Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan yang terkesan menunjukkan empati dan dukungan kepada Novanto.

“Dalam rapimnas Partai Golkar beberapa waktu lalu, Luhut mengatakan sudah ada yang urus KPK terkait masalah hukum Novanto. Bahkan, saat Novanto sakit, Luhut adalah orang pertama yang menjenguknya,” tutur Doli kepada detikX.

Indikasi kedua, Doli melanjutkan, dalam setiap pertemuan di lingkup internal Partai Golkar, Novanto berkali-kali mengatakan Presiden Jokowi tetap berada di belakangnya dan akan membantunya lolos dari jerat hukum. Novanto pun secara terbuka berani meminta perlindungan kepada Presiden. 

Karena klaim Novanto itu, Doli mengaku sempat mendatangi Istana untuk mencari jawaban. Namun sampai sekarang belum ada tanggapan dari Istana.

Sementara itu, sumber detikX di lingkungan Istana menyebut Presiden Jokowi merasa punya utang budi kepada Golkar dan Novanto. “Bagaimanapun, Golkar yang dipimpin Novanto sudah membantu pemerintah dalam pengambilan keputusan di DPR terkait presidential threshold 20 persen serta voting soal Perppu Ormas menjadi undang-undang,” tuturnya.

Juru bicara KPK Febri Diansyah
Foto : Safir Makki/CNN Indonesia

Meski begitu, sumber itu melanjutkan, dalam penetapan tersangka Novanto oleh KPK yang kedua ini, Jokowi tidak akan ikut campur. Sepertinya kali ini Novanto tidak bisa lolos. “Baiknya, untuk pernyataan resmi, tanya saja ke Johan Budi (juru bicara kepresidenan),” ucapnya. Sayang, Johan Budi tak merespons panggilan telepon dan pesan yang dilayangkan oleh detikX.

Terlepas ada-tidaknya cawe-cawe Istana dalam kasus Novanto, KPK tampaknya tidak ambil pusing. Sebab, KPK bakal melakukan pemanggilan paksa Novanto jika pada panggilan ketiga tidak kunjung menunjukkan batang hidungnya. "Yang penting kan kita sudah memanggil. Kalau misalnya, saya kurang tahu ini (hari ini) panggilan kedua atau ketiga, kalau pada panggilan ketiga tidak hadir, KPK berdasarkan hukum kan bisa memanggil dengan paksa seperti itu. Tapi mudah-mudahan beliau kooperatif," begitu kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.

Prosedur jemput paksa ini sesuai dengan Pasal 112 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pasal ini mengatur, jika saksi tidak hadir setelah dua kali pemanggilan, penyidik bisa menjemput paksa saksi tersebut untuk dilakukan pemeriksaan. Meski begitu, Syarif optimistis Novanto akan memenuhi panggilan tanpa perlu penjemputan paksa.

Sedangkan Lola Ester, peneliti Indonesia Corruption Watch, menyatakan izin dari Presiden Jokowi tidak diperlukan untuk memanggil Novanto. Sebab, jika melihat UUD MD3, ada pengecualian, yakni dalam perkara pidana khusus, di antaranya korupsi.

Sidang kasus e-KTP
Foto : Agung Pambudhy/detikcom

"Dan saat ini yang bersangkutan (Novanto) kan sudah jadi tersangka. Jadi izin tersebut sudah tidak valid lagi. Apalagi Wapres Jusuf Kalla bilang izin (Presiden) itu tidak diperlukan. Ini bisa dijadikan penguat,” Lola menegaskan.

Demikian pula dengan dalil imunitas yang dikemukakan Fredrich. Menurut Lola, hak imunitas diberikan kepada anggota DPR ketika anggota DPR (sedang) menjalankan tugas.


Reporter: Ibad Durohman, Gresnia Arela F, Ratu Ghea Yurisa
Redaktur: Deden Gunawan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban

[Widget:Baca Juga]
SHARE