INTERMESO

Kapok Gawai di Startup

“Sementara ini aku masih takut kalau disuruh balik bekerja di startup. Apalagi sekarang kabar PHK di startup lagi masif banget.

Ilustrasi: Edi Wahyono

Minggu, 8 Januari 2023

Setiap kali mengalungkan tali lanyard di leher, Leonardus merasa kepercayaan dirinya meningkat dua kali lipat. Tali yang berfungsi sebagai tempat menggantungkan ID Card itu berisi namanya, foto, dan, tak lupa, logo startup e-commerce tempatnya bekerja.

Bagi Leonardus, yang pada saat itu merupakan freshgraduate lulusan IT di sebuah universitas swasta, diterima di sebuah e-commerce raksasa merupakan kebanggaan sekaligus pencapaian besar. Terlebih lagi, sebagai bagian dari generasi Z, Leonardus, yang meminta identitas asilnya dirahasiakan ini, merasa lingkungan startup lebih cocok untuk dirinya.

“Kebetulan pekerjaan pertama langsung dapat di startup. Setahu aku kultur kerja di startup itu fleksibel, jadi bikin nyaman. Seru juga rasanya, karena teman-teman satu tim kebanyakan umurnya nggak beda jauh. Circle di sana orang-orangnya supportif dan nggak saling nusuk,” ucap Leonardus saat menceritakan pengalaman pertamanya bekerja di perusahaan rintisan ini. Leonardus mulai masuk ke dunia kerja seusai lulus kuliah di usia 23 tahun.

Selama Leonardus bekerja di perusahaannya, segudang fasilitas disediakan, dan, yang pastinya, tidak akan ditemukan di perusahaan konvensional. Salah satunya termasuk kudapan ringan yang bisa diambil sesuka hati. “Peraturan di kantor nggak kaku. Senang banget bisa ke kantor pakai kaos, jeans, sama sneakers. Sama aja kayak kostum waktu ngampus,” ucapnya senang.

Selama berstatus sebagai pegawai, Leonardus tidak menemukan kendala berarti. Meski jam kerjanya fleksibel, bukan berarti pekerjaannya keteteran. Leonardus justru merasa bertanggung jawab mengatur waktu agar tugasnya bisa terselesaikan dengan baik. Jarak antara atasan dan bawahan juga terasa begitu dekat, sehingga, jika ditemukan masalah, Leonardus tidak sungkan menjalin diskusi dengan atasan.

Ilustrasi Startup
Foto: Getty Images/iStockphoto/Weedezign 

Masa-masa bekerja di perusahaan startup begitu indah, sampai suatu hari surat elektronik itu menghampiri emailnya pada akhir 2022. Isinya merupakan sebuah permintaan untuk menghadiri rapat secara daring dengan human resource development atau HRD. “Waktu itu sama sekali nggak tahu apa yang bakal terjadi. Kirain mau bahas hasil evaluasi kerja,” katanya.

Bagai petir di siang bolong, ternyata HRD memutuskan Leonardus dikenakan Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK. HRD turut meminta leonardus mengembalikan aset kantor sesegera mungkin.

“Syok banget, sih. Apalagi ini pengalaman aku pertama kerja dan harus berakhir dengan di-PHK. Aku benar-benar nggak nyangka,” ungkapnya sedih. Sesaat setelah menerima kabar itu, Leonardus sempat menghubungi beberapa temannya dan mereka juga mengalami nasib serupa.

Dengan berat hati Leonardus menerima keputusan itu. Namun, setidaknya perusahaan tempat Leonardus bekerja memberikan pesangon yang layak, dihitung dari lamanya bekerja selama dua tahun. Perusahaannya juga berinisiatif untuk membantu menyebarkan curriculum vitae atau CV ke beberapa perusahaan. “Sudah dua bulan tapi belum ada yang goal CV-nya. Dua bulan ini aku nganggur,” katanya.

Leonardus memutuskan tak lagi pilah-pilih tempat kerja. Ia juga melamar di perusahaan konvensional yang bergerak di bidang teknologi. “Sementara ini aku masih takut kalau disuruh balik bekerja di startup. Apalagi sekarang kabar PHK di startup lagi masif banget. Bekerja di mana aja yang penting bisa survive di Jakarta,” ucap laki-laki asal Surabaya ini.

Hingga kini badai PHK di perusahaan startup belum juga reda. Gelombang PHK massal sudah terjadi sejak awal tahun 2022 hingga sekarang. Terbaru, startup e-commerce seperti Carousel dan startup agregator hotel OYO mengumumkan PHK. Di samping itu, ada Sayurbox yang juga memangkas jumlah karyawan. Dan masih banyak Startup yang mengambil kelutusan PHK baru-baru ini.

Ilustrasi bekerja di startup
Foto: Getty Images/iStockphoto/ijeab 

Dalam laporannya, The Straits Times menerangkan bahwa Shopee kembali melakukan gelombang PHK, namun kali ini lebih senyap dan tidak diketahui banyak orang. Salah seorang pegawai Shopee di Indonesia yang terkena PHK, lewat LinkedIn, menyatakan bahwa "Posisi saya terimbas oleh PHK Shopee kedua." Posisi pegawai ini sebelumnya adalah Learning Business Partner di Shopee Academy.

Bagai sudah jatuh tertimpa tangga, Mariana, bukan nama sebenarnya dua kali mengalami PHK di perusahaan startup yang berbeda. Setelah dipecat dari sebuah perusahaan startup di bidang e-commerce, Mariana diterima di perusahaan startup yang bergerak di bidang Pendidikan. Ia mengisi posisi sebagai marketing.

“Begitu aku di-layoff di perusahaan pertama, aku langsung diterima kerja di perusahaan kedua yang juga sama-sama startup,” kata Mariana. Namun, baru tiga bulan mulai bekerja, Mariana kembali menerima surat keputusan PHK. “Baru aja tiga bulan probation padahal. Dari lima orang tim yang ada di sana, aku doang yang dikeluarin.”

Tak ingin kembali mengalami kejadian serupa, Mariana kini bekerja di sebuah perusahaan BUMN. “Aku bekerja di salah satu BUMN, tapi aku megang digital apps-nya. Jadi basic pekerjaannya masih related banget,” katanya. “Harapannya pindah ke sini, sih, secara pondasi perusahaan lebih stabil dari pada startup. Jadi nggak perlu ngalamin PHK sampai ketiga kali.”


Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE