INTERMESO

Asa di Kampung Bekas Tambang Panyarang

Karena tertinggal masalah pendidikan, banyak warna Kampung Panyarang yang menjadi buruh tambang galian C ilegal. Kini merekabanyak yang telah beralih profesi. 

Foto-foto : Rifkianto Nugroho/detikcom

Kamis, 16 September 2021

Sebuah danau yang terletak di Kampung Panyarang, Desa Ciburayut, Kecamatan Cigombong, Jawa Barat terlihat indah. Airnya tampak bening kehijauan dikelilingi rimbunnya pepohonan dan rerumputan. Danau itu memang bukan ciptaan alam, tapi 'buatan' tangan manusia. Bekas tambang karst atau galian C ilegal, yang sudah tak beroperasi lagi.

Dari danau nampak di kejauhan sebuah bukit cadas berwarna kecoklatan. Bukit itu mengelupas akibat penggalian bukit kapur. Tebing terjal dan curam itu pun dibiarkan begitu saja sejak Pemerintah Kabupaten Bogor menutup tambang itu pada Maret 2016. Alasan ditutupnya tambang itu adalah karena tak memiliki izin, merusak lingkungan, serta menimbulkan banyak korban jiwa. 

Letak tambang karst itu berada di tengah-tengah areal perkebunan dan sawah di kaki Gunung Salak. Jaraknya sekitar 27 Km dari pusat Kota Bogor, atau sekitar 79 Km dari ibu kota Jakarta. Bekas lahan tambang tersebut masih berdekatan dengan lokasi tambang serupa di Kampung Loji, Desa Pasir Jaya, Cigombong.

Saat tim detikcom berkunjung ke lokasi tambang karst di Panyarang memang sudah sama sekali tak terlihat orang yang bekerja. Sementara, di lokasi Kampung Loji, masih terlihat beberapa warganya tengah menambang batu atau pasir kerikil. Bahan-bahan itu sedianya digunakan untuk bahan material batako.

“Kurang lebih selama dua tahun belakangan ini galian C kurang aktif. Pertama memang karena bahannya sudah mulai kurang. Kedua karena keadaan di galiannya juga sudah menjadi danau, sudah tidak memungkinkan lagi untuk bekerja dan mobil masuk ke wilayah itu,”kata Kepala Desa Ciburayut, Duloh yang ditemui tim detikcom di kantornya, Selasa, 7 September 2021.

Potret bekas tambang golongan C di area kampung Panyarang, Bogor.

Rencananya danau buatan bekas galian C akan dijadikan tempat wisata di kampung itu. Bahkan, pihak Dinas Pariwisata sudah membahas masalah itu dalam rapat dengan Bupati Bogor Ade Yassin beberapa waktu lalu. Tapi, rencana itu hingga kini belum bisa terwujud. “Mudah-mudahan saya selaku Kepala Desa bisa membuat wilayah Kampung Panyarang ini bukan sebagai galian C lagi, tetapi menjadi tempat pariwisata kedepannya,” jelas Duloh.

Duloh menerangkan, selama ini tambang galian C ilegal itu berada di lahan milik warga setempat. Luas total lahan itu hampir 5 hektar persegi. Sayangnya, tambang itu tak mengantongi izin resmi. Tapi karena desakan kebutuhan hidup, banyak warga yang tertarik menjadi buruh harian lepas di tambang itu. Mereka bekerja secara tradisional tanpa bantuan alat berat. Akibatnya, banyak kecelakaan yang menimpa mereka, bahkan hingga merenggut nyawa. 

Duloh mengatakan, di desa yang dipimpinnya itu ada delapan rukun warga (RW). Salah satunya, RW 07 yang menaungi Kampung Panyarang. Kampung ini lebih dikenal karena memiliki lahan tambang galian C itu. “Makanya, hampir semua warga Kampung Panyarang bekerja di galian C, mungkin hanya beberapa persen saja yang bekerja di luar kampung tersebut,” ujar Duloh yang baru dilantik sebagai Kades akhir tahun 2020 lalu.

Ia melanjutkan memang miris nasib warga Kampung Panyarang. Selain warganya hampir semua bekerja serabutan, pendidikan anak-anak sempat kurang mendapatkan perhatian. Diceritakan, pada tahun 1996, hampir semua anak-anak kelas enam SD di kampung itu tidak ada yang lulus sekolah. Masalahnya, semua anak-anak dipaksa orang tua membantu bekerja di tambang galian C. “Ini mungkin bukan sekedar di Cigombong atau Kabupaten Bogor, ini mungkin terjadi di Indonesia ya, terjadi pada tahun itu tidak ada kelulusan kelas 6 SD,” terang Duloh.

Sejak itulah aparat desa dan kecamatan terus melakukan pendekatan dan penyuluhan kepada warga tentang pentingnya pendidikan untuk masa depan anak-anak. Upaya itu membuahkan hasil, setidaknya sampai sekarang jumlah anak SD di Kampung Panyarang paling banyak dibandingkan dengan SD di kampung lainnya. “Alhamdulillah juga dari lulusan SD Panyarang sekarang banyak yang sekolah ke SMP,” imbuh Duloh.

Sejumlah anak-anak bermain air di danau bekas galian tambang yang sudah tidak aktif

Kebanyakan dari anak-anak ini juga banyak yang melanjutkan sekolah ke SMP yang terdekat dengan kampung itu. Dengan bekal ijazah SMP itulah, banyak anak-anak mantan pekerja tambang galian C yang berhasil diterima bekerja di sejumlah pabrik yang ada di sekitaran Cigombong. Istri pekerja tambang juga ada yang bekerja sebagai buruh pertanian di perusahaan pengembangan tanaman palawija.

“Alhamdulillahnya sekarang dari bapak-bapaknya banyak yang bekerja di luar, mulai dari penjaga villa, ada yang di hotel. Jadi berbeda tahun 1996 ke belakang. Jadi, Panyarang sekarang sudah meningkat, banyak yang jadi karyawan pabrik. Sudah berubahlah dan banyak kemajuan,” kata Duloh. 

Di kampung ini juga tengah dikembangkan kelompok ternak domba, kelompok pertanian. Saat ini sudah ada dua kelompok ternak domba yang berjumlah 32 orang. Upaya ini untuk menambah mata pencaharian warga Panyarang. Seiring dengan naiknya tingkat pendidikan dan penghasilan, warga bisa bersaing merebut pangsa tenaga kerja. Apalagi saat ini wilayah Kecamatan Cigombong dan kawasan MNC Lido tengah digodok menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

“Makanya kita rintis kelompok ternak domba, kelompok pertanian dan kelompok UMKM biar bisa dipasarkan ke wilayah KEK. Itu tujuan saja, jadi warga saya jangan jadi penonton saja nantinya,” pungkasnya.

Bergeliatnya kehidupan di Kampung Panyarang diakui oleh Haji Tajudin, 54 tahun. Menurut tokoh masyarakat ini, kondisi warga kampungnya saat ini berubah drastis sejak tersentuh pendidikan. Dahulu, banyak warga dan anak-anak enggan sekolah yang lebih tinggi, karena alasan jauh dan butuh biaya banyak. Kalaupun ada warga yang menyekolahkan ke pondok pesantren, itu pun hanya segelintir orang.

Kepala Desa Ciburayut - Abulloh

Tokoh Masyarakat - Haji Tajudin (54)

“Di sini dulu, sampai saya juga kalau mau sekolah SMP itu ke Cigombong. Kalau ada mobil, bisa kita naik mobil. Kalau tidak ada, ya jalan kaki. Makanya, kalau saya daripada membangkan sama orang tua, nggak mau sekolah, saya milik untuk mondok di pesantren. Jadi dulu kampung ini jauh dari pendidikan,” kata Tajudin yang ditemui detikcom, Selasa, 7 September 2021. 

Tapi sekarang sudah ada beberapa SD dan SMP yang dibuat di Desa Ciburayut. Bahkan empat tahun lalu sudah ada Madrasah Tsanawiyah yang dibangun di Kampung Panyarang. Tajudin berharap Kepala Desa, Ketua RW dan RT bisa bermusyawarah untuk membangun sekolah lanjutan baru. Alasannya di jaman sekarang untuk memperoleh lapangan pekerjaan juga dibutuhkan ijazah sebagai salah satu prasyarat.

“Setidaknya ke depan nanti kita juga bisa melanjutkan dengan kejar paket. Kaya saya dulu ikut paket A, terus paket B. Ya Alhamdulillah, saya ijazah ada. Makanya di sini saya berembuk dengan tokoh masyarakat kedepannya juga diharapkan ada Tsanawiyah,” pungkas Tajudin.


Reporter: Syailendra Hafiz Wiratama
Redaktur: M. Rizal Maslan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE