Ilustrasi: Edi Wahyono
Minggu, 04 Oktober 2020Sudah berbulan-bulan Poppy R. Diharjo mengawasi gerak-gerik seorang laki-laki di aplikasi kencan online. Kita sebut saja laki-laki ini dengan inisial AS. Ia mengaku sebagai lulusan S3 dari sebuah universitas di Swiss. Aksi AS di berbagai aplikasi kencan online telah membuat Poppy, salah satu pendiri gerakan No Recruit List atau NRL geram bukan main.
Semua berawal dari laporan sejumlah perempuan yang ia dapatkan dari NRL. Gerakan ini sebagai wadah nonhukum bagi korban kekerasan untuk bersuara tanpa 'cidera'. Dalam kasus si AS, bentuk kekerasannya didominasi oleh kekerasan seksual. Maret 2020 silam, ia mendapatkan laporan pertama tentang AS. “Yang geram mengadukan ke NRL, namun bingung bagaimana cara terbaik untuk membuka kedok pelaku sebagai predator,” ungkap Poppy saat dihubungi detikX. Sejauh ini sudah ada tujuh laporan masuk ke NRL dan berkaitan dengan AS.
Kasus pertama yang dilaporkan kepada Poppy berasal dari seorang remaja perempuan. Berbekal rasa iseng dan keingintahuannya, anak itu mengunduh aplikasi kencan online Tinder. Di sanalah ia bertemu dengan AS. Hubungan mereka berlanjut hingga AS melakukan pelecehan kepadanya. AS melakukan grooming. Istilah ini merujuk pada upaya yang dilakukan seseorang untuk membangun hubungan kepercayaan secara emosional dengan orang lain. Setelahnya, anak target grooming dapat dimanipulasi, dieksploitasi dan dilecehkan orang tersebut. AS mengirimkan foto tidak senonoh kepada bocah itu.
Baca Juga : Online Dating: Dari Ditipu Sampai Diajak Mesum
Ilustrasi
Foto: iStock
“Namanya anak 14 tahun iseng, belum paham jahatnya dunia. Memang salah anak ini punya Tinder karena masih di bawah umur. Salah yang lain juga karena belum banyak info yang membahas bahaya online dating buat anak, remaja terutama,” tutur penggagas support group berbasis komunitas 'perempuan tanpa stigma' ini.
Pemerkosaan ini terjadi di indekos laki. Mereka takut nanti polisi akan tanya 'loh kamu ngapain di kosannya? Dia pacar kamu. Yakin kamu diperkosa?' Itu yang bikin heartbreaking. Hukum lebih berpihak ke pelaku daripada korban."
Predator aplikasi online dating ini berkedok dengan menjalin status pacaran dengan korban. Padahal ada lebih dari satu perempuan yang juga ia perlakukan demikian. Status tersebut hanya alibi untuk memuluskan jalannya memperdaya mangsa. AS telah melakukan berbagai bentuk kekerasan seksual pada perempuan yang berbeda-beda pula.
“Ada yang dimintain foto nudes, diporotin duitnya, beli laptop Macbook, karena berpikir mereka pacaran. Sampai pemaksaan aborsi. 'Gua mau keluar di dalem, tapi abis itu lu minum... (obat pencegah kehamilan-red),'” ungkap Poppy berdasarkan pengakuan korban. Ada begitu banyak perempuan yang terkena bujuk rayu AS.
AS sudah melancarkan aksinya sejak tahun 2014 hingga sekarang. Diketahui AS lebih banyak beraksi di aplikasi Tinder, Bumble, dan Coffee Meets Bagel. Ia rutin membuat akun baru dengan nama dan profil yang berbeda-beda. Dia memangsa dengan memuji kecantikan natural korban. Terutama alis dan juga payudara.
Lalu mengklaim kalau dia tahu kepribadian korban dan bahwa korban adalah seorang hypersex atau freak di tempat tidur. Lalu ia mulai minta foto selfie dan eskalasi ke foto seksi bahkan bugil. Dan memanipulasi untuk melakukan hubungan badan tanpa pelindung. “Pick up line yang dia pakai itu 'alis kamu so gemas, deh, you have a winning natural eyebrow, kamu bisa mampir kapan pun, ah so gemas, mau liat kamu bareface no make up at all dong',” papar Poppy sesuai dengan pengakuan korban.
Sang predator cukup pintar menavigasi narasi sehingga para korbannya merasa kalau merekalah yang salah. Serangan berupa manipulasi dan gaslight dilancarkan sampai korban ini trauma dan memilih untuk diam dan tidak melapor. Pelaku bilang ke korban mereka pacarnya sehingga seolah konsensual. “Pemerkosaan ini terjadi di indekos laki. Mereka takut nanti polisi akan tanya 'loh kamu ngapain di kosannya? Dia pacar kamu. Yakin kamu diperkosa?' Itu yang bikin heartbreaking. Hukum lebih berpihak ke pelaku dari pada korban,” kata Poppy.
Ilustrasi pengguna aplikasi kencan online
Foto : iStock
NRL bergerak sesuai dengan persetujuan korban. Ada korban yang hanya ingin berbagi bercerita. Ada pula yang ingin agar Poppy memberi laporan kepada Instansi tempat pelaku bekerja. Berikut mengawasi pelaku dengan membatasi ruang geraknya. Atau bisa juga memberikan pendampingan hukum.
Dalam kasus AS, diketahui saat ini ia sedang menganggur sehingga Poppy tak bisa menindaklanjuti laporan perbuatannya itu kepada instansi tempatnya bekerja. Poppy mengawasi gerak geriknya melalui jejaring profesional yang telah ia bangun selama 20 tahun bekerja. Secara profesional dia sudah Poppy tandai pergerakannya di LinkedIn. Di sosial media namanya hanya terhubung dengan satu saja mantan kolega Poppy.
“Bukan yang akan kita hukum dan awasi seumur hidup juga. Kalau secara hukum terbukti melakukan pemerkosaan kan 5-7 tahun hukumannya. Sedih banget. Padahal traumanya bisa seumur hidup. Kita awasi misalkan dua tahun secara profesional masuk akal banget. Nggak seberapa ketimbang kejahatan yang sudah dia perbuat,“ tuturnya. “At least gua sekarang udah bikin dia takut. Udah ada Poppy dan tim NRL yang mengawasi.“
Poppy membagikan informasi mengenai AS di akun Instagramnya @poppydihardjo. Ia tidak secara blak-blakan mengungkap identitas AS. Poppy hanya ingin pengikutnya lebih berhati-hati dalam menggunakan aplikasi online dating. Namun karena unggahan itu, Poppy mendapatkan ancaman dari seseorang yang mengaku sebagai pengacara predator tersebut. “Dia berusaha mengintimidasi aku. Dan ini sering banget terjadi di Indonesia. Predator ketahuan, merasa berkuasa dan bawa-bawa pengacara. Atau mereka mengaku punya mental health issue sehingga tidak bisa disalahkan,” ungkapnya.
Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho