Ilustrasi : Edi Wahyono
Sabtu, 03 Oktober 2020Di sebuah mal Jakarta, Ajeng, bukan nama sebenarnya, menunggu dengan hati berdebar. Ia melirik ke arah jam tangannya. Jarum jam hampir menunjukkan angka 3 sore. Sebentar lagi sosok pria yang ia kenal lewat aplikasi kencan online, Tinder, akan datang. Ini merupakan pertemuan pertama Ajeng dan teman kencannya itu. Rencana ini sempat maju-mundur karena peraturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan di Jakarta.
Walaupun sudah lama sendiri, wanita berusia 25 tahun itu sebenarnya tidak pernah tertarik dengan aplikasi kencan online. Ajeng tak bergeming meski diajak teman-temannya ikutan dalam jejaring kencan online. Ajakan mereka juga tak pernah Ajeng anggap serius. “Ini semua gara-gara Corona. Kantorku kan sudah beberapa bulan WFH (Work From Home). Jujur aku kesepian di kos sendirian. Tanpa sadar udah aku install aja tuh aplikasinya,” tutur Ajeng yang bekerja sebagai karyawan swasta ini.
Begitu tahu bahwa Ajeng ikutan bermain aplikasi online dating, mereka membantu Ajeng memaksimalkan biodata diri. Mereka begitu kegirangan ketika Ajeng match dengan seorang pria yang berujung dengan ajakan bertemu. “Teman-temanku sempat cerita pengalamannya ketemu sama cowok yang ternyata nggak sesuai foto profilnya. Tapi cowok yang aku temui ini jujur malah melebihi ekspektasi aku,” ungkap Ajeng. Pria itu mengaku bekerja di salah satu perusahaan advertising.
Ilustrasi kencan online
Foto : Thinkstock
Ajeng tidak bisa bohong. Penampilan fisik sang pria ini langsung memikat hatinya. Terutama karena teman kencannya tinggi semampai. Bukan cuma fisik yang sesuai dengan kriteria Ajeng. Bisa dibilang keberuntungan Ajeng, sebab obrolan dan candaan mereka pun nyambung. Sampai tak terasa hari sudah larut. Teman kencannya menawarkan untuk mengantar pulang. Tanpa curiga Ajeng menerima tawaran itu. Ketika duduk berdua di mobil, Ajeng mulai merasakan keanehan. Sang pria terus menerus memuji kecantikan Ajeng dan mengajak ngobrol hal yang berbau seks.
Yang salah bukan aplikasinya, tapi manusia yang memakainya dan niat di baliknya.'
“Aku kaget saat dia tanya pendapat aku soal one night stand. Ujung-ujungnya dia ngajak aku buat tidur sama dia,” kata Ajeng. Sepanjang jalan teman kencan Ajeng melancarkan aksinya untuk memaksanya tidur bareng. “Dia sampai mau ngajak aku pacaran asalkan aku mau tidur bareng. Dia pikir aku se-desperate itu supaya bisa pacaran,” kesal Ajeng.
Ajeng yang merasa amat risih dengan situasi itu tetap keukeuh menolak ajakan sang pria. Ajeng meminta teman kencannya menurunkannya di depan kompleks rumah. Ketika hendak berpisah, pria itu tiba-tiba meraih tangan Ajeng dan menciumnya dengan paksa. Saat itu ia sangat kaget dan langsung pergi tanpa sempat berkata apa-apa. “Sesampainya di rumah badan aku masih bergetar hebat. Aku kapok. Langsung aku blok nomor teleponnya,” ujar Ajeng. Semenjak kejadian itu ia tak kepikiran untuk kembali menggunakan aplikasi kencan online.
Dari ratusan percakapan hambar dan harapan tak jelas di aplikasi kencan online, Putri, nama samaran, akhirnya menemukan sosok pria yang ia kira tepat. Namun, pria yang awalnya terlihat pintar dan berpendidikan ternyata bisa berubah menjadi sosok jahat nan buas. Awalnya pria yang mengaku berasal dari Surabaya ini mampu membuat Putri jatuh hati. Mahasiswi semester 7 di salah satu universitas swasta Jakarta ini sudah beberapa kali bertemu dan diajak kencan. Setiap pertemuan selalu terasa menyenangkan dan berakhir dengan baik. “Attitude-nya gentleman banget, deh. Dia juga terang-terangan menunjukkan rasa sukanya ke aku walaupun kita belum pacaran,” kata Putri.
Ilustrasi online dating
Foto : iStock
Sampai suatu hari pria ini mengaku sedang sakit. Ia meminta Putri untuk datang ke apartemennya dan membawakan obat. Putri yang simpati dan telah terlanjur menaruh harapan pada pria ini tanpa curiga datang ke apartemennya. Putri agak terkejut saat mendapati sang pria dalam kondisi segar bugar, tak seperti yang ia ceritakan sebelumnya melalui telepon. Di apartemen si pria terlihat berbeda. Ia mendekati Putri dan mulai meraba-raba bagian sensitifnya.
Putri pun panik dan melakukan perlawanan. Beruntung sempat kabur sebelum pria itu berbuat lebih jauh lagi. “Aku benar-benar merasa ditipu. Dia begitu niat mendekati aku dengan tujuan itu,” tutur Putri. Kejadian itu meninggalkan trauma untuk Putri.
Penggagas support group berbasis komunitas perempuan tanpa stigma, Poppy R. Diharjo, menekankan pentingnya berhati-hati dalam menggunakan aplikasi online dating. Namun bukan berarti aplikasi online dating selalu membahayakan penggunanya. “Yang salah bukan aplikasinya, tapi manusia yang memakainya dan niat di baliknya,” ujar Poppy yang justru bertemu dengan tunangannya melalui aplikasi kencan online.
Menurut Poppy, sebelum bertemu, alangkah baiknya melakukan riset atau background check lawan kencan. Ada aplikasi semacam Truecaller yang membantu untuk memverifikasi identitas teman kencan online. Sebelum bertemu, ada baiknya melakukan video call karena bisa jadi orang itu merupakan scammer atau orang yang berbeda.
Jika ingin berkunjung ke tempat tinggalnya, sebaiknya juga memberitahu perihal itu ke orang yang bisa dipercaya. Pastikan juga teman kencan tahu soal hal itu. “Berangkat dan pulang sendiri. Demi keamanan jangan minta dijemput atau diantar pulang saat awal-awal kencan. Jangan mau kalau dia langsung ajak kopdar. Ngobrol dulu aja di apps dan telfon supaya kamu bisa dapat verbal cues dari suaranya,” tutup Poppy.
Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho