Foto: IPPHOS via Perpustakaan Nasional
Selasa, 18 Agustus 2020Jika tidak ada Mendur bersaudara, Alexius Impurung Mendur dan Frans Soemarto Mendur, proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 bisa jadi hanya cerita dari mulut ke mulut. Berkat foto dua pemuda kelahiran Talikuran, Kawangkoan, Minahasa, Sulawesi Utara, itulah, dunia bisa tahu bahwa Indonesia telah merdeka. Sebagai bukti penghormatan kepada keduanya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sempat menganugerahi Bintang Jasa Utama pada 9 November 2009.
Selain itu, sebagai bentuk penghargaan atas perjuangannya di bidang jurnalistiknya, dibangun juga Tugu Pers Mendur di kampung kelahiran Mendur bersaudara itu. Awalnya, Gubernur Sulawesi Utara, Sinyo Harry Sarundajang, meminta disiapkan peringatan Hari Pers Nasional di Manado pada awal tahun 2012. Pembangunan tugu itu menelan biaya Rp 300 juta. Setelah selesai, Tugu Pers Mendur diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 11 Februari 2013.
“Proses pembangunannya pada 2012 dan diresmikan tahun 2013. Isinya foto-foto hasil karya Alex dan Frans Mendur. Perjuangan pada masa Soekarno sekitar tahun 1945-1952,” kata Pierre Mendur, salah satu keturunan Mendur dan pengurus Tugu Pers Mendur kepada detikX, Minggu, 16 Agustus 2020.
Baca Juga : Foto Proklamasi di Tangan Mendur Bersaudara
Museum Mendur Bersaudara di Minahasa
Foto : Dok Pierre Mendur
Alex lahir pada 7 November 1907, sementara Frans lahir pada 16 April 1913. Alex meninggal dunia saat usia 77 tahun di Bandung, 30 Desember 1984, sedangkan Frans meninggal dalam usia 58 tahun di Jakarta, 24 April 1971. Alex dan Frans adalah putra-putra dari pasangan Agustus Mendur dan Ariantje Mononimbar, yang hidup sederhana sebagai petani di daerahnya. Alex tamatan sekolah rakyat (Volkschool) pada tahun 1922 hijrah ke Jakarta ikut dengan Anton Nayoan, kerabatnya yang bekerja di perusahaan perlengkapan fotografi milik orang Belanda. Alex belajar banyak tentang kamera dan fotografi di tempat itu.
Kehidupan kakak beradik Alex dan Frans Mendur setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ini biasa saja, tetap normal seperti biasanya, latar belakang keluarga kami juga di Minahasa itu adalah sebagai petani di Kawangkoang.'
Tahun 1932, Alex menjadi wartawan foto di koran berbahasa Belanda, Java Bode. Ia juga sempat pindah bekerja di perusahaan pelayaran Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM). Tak lama kemudian, dia sempat masuk koran Asia Raya. Di awal pendudukan Jepang, Alex ditugaskan di cabang lokal kantor berita Jepang, Domei Tsushin sebagai Kepala Departemen Fotografi. Sementara Frans baru datang ke Jakarta pada tahun 1939. Awalnya ia kabur saat umurnya 15 tahun ke Surabaya.
“Ketika dia Surabaya, nggak tahu bagaimana, dia mencari makan dan sebagainya itu kemudian ketemu dengan keluarga Soemarto. Kemudian, Frans menyebut namanya sebagai Frans Soemarto Mendur, karena menurutnya Soemarto ini sangat berjasa dalam hidupnya,” jelas Pierre.
Selama satu bulan, Frans diberi modal oleh Soemarto berjualan rokok asongan. Saat itu, Alex mendapat telegram yang berisi bahwa adiknya berada di Surabaya. Alex pun langsung menjemput dan membawa Frans ke Jakarta. Sejak itu, Frans diajari menggunakan kamera dan kemampuan jurnalistik oleh kakaknya hingga ia bergabung di koran Asia Raya.
Prasasti peresmian Monumen Mendur di Minahasa oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Foto : Dok. Pierre Mendur
Nama Alex dan Frans mulai dikenal oleh media-media asing ketika diketahui sebagai jurnalis foto yang berhasil mengabadikan Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. “Kehidupan kakak beradik Alex dan Frans Mendur setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ini biasa saja, tetap normal seperti biasanya. Latar belakang keluarga kami juga di Minahasa itu adalah sebagai petani di Kawangkoang,” terang Pierre.
Menurut Pierre, dari semua keluarga Alex dan Frans, yang meneruskan jejak sebagai fotografer hanya Piet Mendur. Ia adalah keponakan Alex dan Frans yang sempat menjadi Kepala Biro kantor berita di Makassar, Sulawesi Selatan. Piet inilah yang ikut meliput pembebasan Irian Barat pada 1961. Ia juga sempat mengabadikan tenggelamnya KRI Macan Tutul yang dikomandani Komodor Yos Sudarso, yang terkena bom Belanda ketika bermanuver di laut.
Walau Alex dan Frans bekerja di media milik Jepang, tapi pembelaan dan kecintaannya kepada tanah air tak kendur. Keduanya banyak bergaul dengan kaum pergerakan. Apalagi, di kantor berita Jepang Domei Tsushin, banyak pemuda pergerakan seperti Adam Malik dan Sukarni yang bekerja di situ. Oleh karena itu, keduanya sangat cepat mendapatkan informasi terkait rencana proklamasi kemerdekaan RI.
“Jadi keduanya hadir di Proklamasi dan mereka berangkat secara terpisah. Kalau nggak salah Alex berangkat seorang diri. Frans berangkat dengan wartawan-wartawan yang tergabung di Domei maupun Asia Raya,” ungkap Oscar Motuloh, Direktur Eksekutif Museum dan Galeri Foto Jurnalistik ANTARA kepada detikX, Sabtu, 15 Agustus 2020.
Frans Mendur dan Alex Mendur
Foto : IPPHOS/Tugu Pers Mendur/BBC
Menurut Oscar, Mendur bersaudara dianggap memiliki kamera yang sudah modern yang tak semua dibawa wartawan. Saat mengabadikan Proklamasi Kemerdekaan RI itulah keduanya membawa kamera merk “Leica” seri M3 hasil design Oscar Barnack tahun 1937. “Mereka (Alex dan Frans Mendur) sudah punya. Mereka sudah pakai. Dapatnya dari mana? Itu kemungkinan ketika mereka magang di koran Belanda,” jelas Oscar.
Setelah proklamasi kemerdekaan, Mendur bersaudara ikut bergabung di Harian Merdeka yang didirikan BM Diah pada 1 Oktober 1945. Enam bulan kemudian di bulan Februari 1946, koran itulah yang pertama kali memuat foto-foto hasil jepretan Frans Mendur saat Proklamasi Kemerdekaan RI. Setahun kemudian, Mendur bersaudara bersama Umbas bersaudara (Ferdinand Frans Umbas dan Justus Kopit Umbas), Alex Mamusung, dan Oscar Ganda mendirikan Indonesia Press Photo Service (IPPHOS) atau kantor berita foto Indonesia tanggal 2 Oktober 1946 di Jalan Hayam Wuruk No. 30, Mangga Besar, Jakarta Barat.
IPPHOS akhirnya pindah ke Kampung Melayu, Jakarta Timur setelah Soekarno meninggal dunia tahun 1970. Sayangnya, lama kelamaan gaung IPPHOS tak terdengar lagi walau tidak pernah dibubarkan. Langkah Mendur bersaudara dan lainnya mendirikan IPPHOS sendiri dianggap langkah sangat maju saat itu. Sebab, di Eropa sendiri, baru ada kantor berita foto Magnum di Perancis tahun 1947. “Bisa saya katakan memang mereka berdua (Mendur bersaudara) yang cukup canggih lah pada zamannya. Bisa dikatakan terkemuka,” pungkas Oscar.
Reporter: Syailendra Hafiz Wiratama
Redaktur: M RIzal
Editor: Irwan Nugroho