INTERMESO
“Perempuan…. Mereka benar-benar sebuah misteri.”
Stephen Hawking
Foto: GettyImages
Bagi Stephen Hawking, barangkali teori relativitas, mekanika kuantum, atau superstring, yang bikin orang awam bisa pusing tujuh keliling, sangat gampang dimengerti. Bagi profesor matematika di Universitas Cambridge, salah satu kampus paling kondang di dunia, bagaimana alam semesta tercipta mungkin lebih mudah dipahami ketimbang perempuan.
“Perempuan…. Mereka benar-benar sebuah misteri,” kata Stephen saat diwawancarai oleh New Scientist, pada ulang tahunnya yang ke-70, enam tahun lalu. Stephen bukan seorang don juan, bukan orang yang punya banyak cerita dengan banyak perempuan—meski ada sejumlah gosip di tabloid ‘kuning’ soal petualangan Stephen Hawking.
Hingga berpulang beberapa hari lalu, fisikawan jenius itu menikah dua kali dan keduanya berakhir dengan perceraian. Istri pertama Stephen, Jane Beryl Wilde, adalah seorang doktor sastra, sementara istri keduanya, Elaine Mason, adalah mantan perawatnya sendiri. Selama 25 tahun berkeluarga dengan Jane, Stephen punya tiga anak: Robert, Lucy, dan Timothy.
Jane dan Stephen sama-sama tumbuh besar di Kota Saint Albans, Hertfordshire, Inggris. Diana, teman akrab Jane, pernah berkencan dengan Stephen. “Stephen memang agak aneh, tapi dia sangat pintar. Kakakku berteman dengannya,” kata Diana, dikutip Jane dalam bukunya yang terbit pada 2007, Travelling to Infinity: My Life with Stephen.
Di lingkungannya, keluarga Stephen memang dikenal agak beda. Mereka keluarga yang sangat pintar. Kecuali Edward, adik angkat Stephen, semua anggota keluarga Hawking sangat doyan baca buku. Sama dengan anaknya yang sangat kondang, ayah dan ibu Stephen juga lulusan Universitas Oxford.
Baca Juga : Stephen Hawking Mencari Tuhan
Pasangan Stephen Hawking-Jane Wilde dan kedua anak mereka
Foto : Mirror
Meski sudah lama tahu keluarga Hawking, Jane baru ‘resmi’ berkenalan dengan Stephen dalam satu pesta tahun baru pada 1963. Stephen, saat itu 22 tahun, sudah lulus dari Oxford dan sedang melanjutkan kuliah doktoral di Universitas Cambridge. Sedangkan Jane yang dua tahun lebih muda, masih kuliah di Westfield College, Universitas London.
“Di pojok ruangan, bersandar di dinding, berdiri Stephen Hawking dengan rambut menutupi sebagian wajah dan mengenakan jaket warna biru yang agak pudar,” Jane mengenang malam perkenalannya dengan Stephen. Pemuda itu sedang berbincang soal risetnya di bidang kosmologi dengan seorang teman dari kampus Oxford.
Stephen yang tampak agak canggung itu ternyata suka bercanda juga. Di sela-sela perbincangan kelas berat soal kosmologi, Stephen melontarkan banyak lelucon diikuti tawanya yang berderai sampai terbungkuk-bungkuk. Jane terpesona oleh gayanya. “Setelah pesta usai, kami bertukar alamat. Tapi aku tak yakin akan bertemu kembali dengannya.” Sepekan kemudian, datang surat undangan pesta ulang tahun dari Stephen.
Jane baru sebulan berkenalan dengan Stephen saat dia mendengar berita itu dari Diana. Pemuda itu dirawat di rumah sakit. Kabarnya dia sakit sangat serius. “Dia berkali-kali jatuh, bahkan tak bisa mengikat tali sepatunya sendiri,” Diana bercerita. Sosok Stephen Hawking makin sering membayangi pikiran Jane. Beberapa pekan setelah keluar dari rumah sakit, mereka tak sengaja bertemu di kereta. Stephen mengajak Jane berkencan di restoran Italia, berlanjut menonton teater.
Ada cerita sedikit konyol dan lucu pada kencan pertama mereka. Dalam perjalanan pulang, saat naik bus, ternyata tak ada lagi uang di kantong Stephen. Dengan sedikit malu, Stephen minta maaf kepada Jane. “Aku sungguh minta maaf, tapi aku tak punya uang lagi untuk membayar ongkos bus,” kata Stephen. Setelah malam yang menyenangkan, Jane hanya tersenyum geli menghadapi kejadian itu. Dan sialnya lagi, ternyata dompet Jane hilang. Sungguh malam tak terlupakan.
* * *
Stephen Hawking dan Jane Wilde
Foto : SWNS
Aku sangat menyayangi Stephen. Tak ada yang bisa menghalangiku untuk menikah dengannya.”
Jane Wilde, istri pertama Stephen W Hawking“Apa kamu benar-benar serius mau menikah dengan keluarga aneh itu?” Diana bertanya kepada Jane Wilde saat gadis itu menyampaikan kabar hendak menikah dengan Stephen Hawking. Meski sulit menerima gaya menyetir mobil Stephen yang sangat sembrono dan berbahaya, Jane, yang baru 21 tahun siap menghabiskan umur bersama pemuda itu.
Sejak awal pasangan Stephen dan Jane menikah, orang-orang sebenarnya sudah sangsi apakah pernikahan mereka akan bertahan lama. Keluarga Stephen pun merasa kurang cocok dengan Jane. “Suatu kali, ibu Stephen pernah bilang kepadaku, ‘Kami tak suka kepadamu karena kamu memang tidak cocok dengan keluarga kami,’” Jane menuturkan dalam bukunya.
Sejak didiagnosis menderita penyakit Lou Gehrig atau amyotrophic lateral sclerosis pada awal 1963, kondisi tubuh Stephen makin buruk. Dia makin kesulitan berjalan, bicaranya makin tak jelas. Semula dokter meramal, umurnya tinggal dua tahun. Sebelum bertekad menikah, apa pun yang terjadi, semula Jane maupun Stephen tak yakin dengan masa depan mereka.
“Stephen tak berani membayangkan satu hubungan jangka panjang,” Jane menuturkan. Masalah itu sering jadi sumber keributan di antara mereka. “Kadang aku pulang ke London sambil berlinang air mata. Stephen mungkin merasa kehadiranku bak membubuhkan garam di atas luka-lukanya.”
Masih muda dan menghadapi penyakit yang sangat serius, Stephen yang jenius sempat tenggelam dalam depresi. Berkat sokongan Jane, juga keluarga Hawking, perlahan Stephen keluar dari jerat depresi. Pada Oktober 1964, mereka memutuskan bertunangan. Mereka tak peduli hidup Stephen akan bertahan sampai kapan. “Aku sangat menyayangi Stephen. Tak ada yang bisa menghalangiku untuk menikah dengannya,” kata Jane. Stephen Hawking dan Jane Wilde menikah di Kapel Trinity Hall pada 15 Juli 1965.
Stephen Hawking dan istri keduanya, Elaine Mason
Foto : GettyImages
Perjalanan rumah tangga pasangan muda Hawking bukanlah perjalanan yang mudah. Kemampuan fisik Stephen terus menurun. Pada akhir 1960-an, dia harus memakai kursi roda. Padahal saat itu, dia sudah punya dua anak, Robert dan Lucy. Jane yang masih muda harus berperan ganda, menjadi ibu bagi anak-anaknya sekaligus perawat bagi sang suami. Pada saat yang sama, reputasi Stephen sebagai fisikawan jenius terus menanjak.
Dalam buku pertamanya, Music to Move the Stars: A Life with Stephen, yang terbit pada 1999, Jane menulis bahwa suaminya adalah Black Hole baginya, lubang hitam yang menyedot seluruh energinya. Pada pagi hari, Jane harus mengangkat Stephen dan memindahkannya ke kursi roda, kemudian memandikan dan menyuapinya. Pada saat bersamaan, dia mesti melakukan hal serupa terhadap anak-anaknya.
Sejak pertama kali bisa mengingat ayahnya, menurut Lucy Hawking, ayahnya sudah berada di atas kursi roda. “Aku masih ingat, saat kecil ada yang bertanya apa yang paling aku inginkan. Aku bilang, aku hanya ingin ayahku bisa berjalan,” kata Lucy, dikutip Vanity Fair, beberapa tahun lalu. Lumpuh total dan nyaris tak bisa bicara, peran Stephen Hawking sebagai seorang ayah tak bisa dirasakan Lucy dan dua saudaranya.
Lelah dengan rutinitas sebagai ibu rumah tangga, Jane menemukan hiburan di gereja. Tak seperti suaminya yang condong ateis, Jane tumbuh di keluarga yang dekat dengan gereja. Di gereja, dia berkenalan dengan Jonathan Hellyer Jones. Jonathan seorang duda. Sama-sama dekat dengan gereja dan suka musik, Jane seperti menemukan seorang penghibur pada diri Jonathan.
Selama bertahun-tahun Jonathan menjadi teman dekat keluarga Hawking, bahkan kadang menggantikan peran Stephen sebagai ayah bagi anak-anaknya. Hubungan Jane dengan Jonathan makin dekat. Menurut Jane, Stephen sama sekali tak berkeberatan terhadap kedekatannya dengan Jonathan.
“Yang membuat kami dekat adalah kesepian…. Kami berdua sama-sama kesepian,” Jane bercerita kepada Guardian pada 2015. Tapi Jane merasa, dia tak mungkin meninggalkan Stephen. “Aku ingin dia bisa meneruskan karya-karyanya yang hebat. Dan aku pikir dia tak bisa melakukannya tanpa dukunganku.”
Stephen Hawking dan Jane Wilde
Foto : Guardian
Kehadiran Elaine Mason-lah yang akhirnya memisahkan Stephen dengan Jane. Elaine, janda dengan dua anak, datang pada pertengahan 1980-an sebagai perawat Stephen. Pada 1988, Stephen menerbitkan bukunya yang sangat kondang, A Brief History of Time. Buku ini tak cuma meroketkan namanya, tapi juga mendatangkan duit lumayan.
Suatu hari, Stephen mengatakan kepada Jane bahwa dia jatuh cinta pada Elaine. Pada 1990, Jane berpisah dengan Stephen. Lima tahun kemudian, Stephen menikah dengan Elaine. “Ini luar biasa…. Aku menikah dengan perempuan yang aku cintai,” kata Stephen. Pada 1997, Jane menikah dengan Jonathan.
Rumah tangga Stephen-Elaine hanya bertahan hingga 2006. Sepanjang 11 tahun berumah tangga, ada banyak cerita tak sedap soal perlakuan buruk Elaine kepada Stephen. Seorang mantan perawat menuturkan kepada Vanity Fair bagaimana Elaine membiarkan Stephen tersungkur di kamar mandi. Lucy sempat melapor ke polisi dan polisi sempat menyelidiki dugaan penganiayaan Elaine terhadap suaminya yang lumpuh itu.
Tapi investigasi polisi tak berlanjut. Stephen membantah perlakuan buruk Elaine dan mengancam akan menggugat polisi jika mereka melanjutkan pemeriksaan tersebut. “Aku tak mengatakan bahwa dugaan penganiayaan itu tak benar, tapi ada perbedaan antara tuduhan dengan bukti yang bisa dipakai di pengadilan,” ujar seorang sumber di kepolisian. Hingga Stephen bercerai dengan Elaine dan meninggal beberapa hari lalu, kasus itu terkubur di laci kepolisian.
Redaktur/Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Fuad Hasim