Ilustrasi : Edi Wahyono
Foto-foto: Agus Setyadi/detikcom (Banda Aceh)
Senin, 19 Oktober 2020Baru tujuh bulan Samsul Bahri, 41 tahun, pulang ke kampung halamannya di Desa Alue Gadeng, Birem Bayeun, Aceh Timur, Aceh. Ketika awal pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merebak di Indonesia pada akhir Maret 2020, Samsul mendapatkan program asimilasi setelah hampir 15 tahun mendekam di sel tahanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara. Ia merupakan terpidana kasus pembunuhan terhadap seorang pria di tempat hiburan malam di Pekanbaru, Riau, pada 2005.
Tak ada yang aneh dari sikap Samsul ketika kembali ke kampung halamannya. Ia masih bisa berbaur dengan lingkungan masyarakat di sekitarnya di Alue Gadeng. Bahkan ia aktif mengikuti kegiatan sosial di lingkungannya, seperti kerja bakti atau gotong royong. Sehari-hari Samsul mencari nafkah dengan memetik kelapa sawit di ladang milik orang tuanya, yang berjarak sekitar 1 kilometer dari rumahnya. Di sepanjang jalur dari rumahnya menuju ladang, tak ada satu pun rumah warga. Hanya deretan pepohonan kelapa, kelapa sawit, dan ilalang.
Tapi, baru dua bulan lalu atau sekitar Agustus 2020, Samsul melihat bangunan rumah sederhana dari kayu dengan ukuran 4x5 meter berdiri. Rumah kayu itu dibangun di atas lahan di seberang sungai yang berjarak sekitar 100 meter dari perumahan warga. Setiap hari Samsul selalu melihat dan melewati rumah itu, yang ternyata dihuni oleh warga baru bernama Inah--bukan nama sebenarnya. Perempuan berusia 28 tahun itu adalah istri Aiyub, warga setempat yang bekerja sebagai pencari ikan di laut.
Entah sejak kapan Inah menikah dengan Aiyub. Sebab, sebelumnya, ia sudah memiliki dua anak dari hasil pernikahan dengan suami pertamanya. Namun, pada awal 2019, ia bercerai dan menitipkan kedua anaknya kepada ibunya di Medan, Sumatera Utara. Setelah dinikahi Aiyub, Inah diajak tinggal di kampung halamannya di Desa Alue Gadeng pada awal Juli 2020. Pertama, mereka tinggal di rumah kakak Aiyub tak jauh dari rumah geucik (kepala desa) dan meunasah (surau/musala) di kampung itu.
Baca Juga : Samin Mabuk, Mencuri, Lalu Membunuh
Samsul Bahri saat ditangkap (Agus Setyadi/detikcom)
Atas kesepakatan keluarganya, Aiyub membuatkan rumah sederhana dari kayu di atas ladang milik kakaknya itu. Setelah rumah itu jadi, Inah meminta anak pertamanya, Rangga, 9 tahun, tinggal bersamanya untuk menemani di rumah itu. Rangga langsung dimasukkan SD Alue Gadeng Gampong kelas II. “Rangga sekitar dua minggu baru di Alue Gadeng. Keluarga Inah tinggal di rumah itu baru sekitar dua bulan,” kata Kepala Desa Alue Gadeng Hadi Sahputra kepada detikX, Sabtu, 17 Oktober 2020.
Sejak itulah, ketika Samsul pergi ke ladang kelapa sawit, matanya selalu memperhatikan rumah kayu sederhana itu. Lebih-lebih melihat sosok wanita yang dilihatnya jarang ditemani lelaki atau suaminya. Perilaku Samsul juga mulai berubah drastis sejak dua pekan terakhir ini. Ia menjadi sering menggoda perempuan, termasuk bidan yang lewat. Karena takut terhadap ulah Samsul itu juga, Inah, yang tengah hamil tiga bulan, meminta Rangga datang dari Medan untuk menemaninya. Sebab, suaminya selalu meninggalkannya untuk mencari ikan pada malam hari.
Entah setan apa yang merasuki Samsul. Di kegelapan malam, Samsul berjalan melewati rerimbunan pepohonan menuju rumah Inah pada Sabtu, 10 Oktober 2020, dini hari, pukul 02.00 WIB. Kepalanya menoleh kiri dan kanan memperhatikan situasi sekelilingnya. Tak lama, pria bujang itu pun mencongkel pintu rumah. Begitu berhasil memasuki rumah kayu yang tak bersekat antara ruang kamar tidur dan dapur, Samsul langsung melihat Inah yang tengah tidur pulas bersama anak lelakinya, Rangga.
Tangan Samsul pun membelai tubuh Inah. Tapi, tak lama, wanita muda itu langsung terbangun. Inah terkejut, di depannya ada sesosok pria di dalam rumahnya. Ia semakin ketakutan ketika pria yang dilihatnya itu membawa sebilah parang. Namun Samsul, yang berahinya tak lagi bisa dibendung, tak peduli dan memegangi tubuh Inah. Saat itu Inah melawan dan mencoba membangunkan anaknya, Rangga. Inah pun meminta Rangga lari menyelamatkan diri.
Bukannya lari, bocah itu tak tega melihat sang ibu diperlakukan tak senonoh. Rangga berteriak agar Samsul menghentikan niat bejatnya itu. Teriakan Rangga itu membuat Samsul semakin kalut. Ia langsung mengayunkan parangnya, membacok pundak kanan bocah itu. Rangga langsung ambruk tersungkur bersimbah darah. Samsul juga mendorong tubuh Inah yang tengah berusaha mencegah anaknya dibunuh. Bacokan kedua Samsul sempat ditahan oleh tangan kecil Rangga.
Samsul Bahri ditembak di bagian kaki karena berusaha melawan petugas saat hendak ditangkap. (Agus Setyadi/detikcom)
Apa daya, tenaga bocah kecil itu tak sanggup menahan serangan Samsul. Total ada sepuluh luka di tubuh Rangga. Rangga pun tewas di tempat itu. Sementara itu, jempol tangan Inah terluka akibat bergumul dengan Samsul. Tak sampai di situ, Samsul menyeret tubuh Inah ke luar rumah sejauh 50 meter. Inah, yang masih melawan ketika hendak diperkosa, dicekik lehernya, dan kepalanya dibenturkan ke jalan beton.
Inah kesakitan dan lemas tubuhnya. Samsul pun leluasa memperkosa Inah hingga pingsan. Ketika siuman, Inah berada di kebun sawit, yang berjarak sekitar 10 meter dari jalan desa. Di tempat itu, Samsul kembali memperkosanya untuk kedua kalinya. Tanpa takut dosa, Samsul mengajak Inah membuang mayat Rangga. “Kau ikut aku ya. Anak kau kita buang saja ya,” kata Samsul yang ditirukan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Langsa Iptu Arief Sukmo Wibowo kepada detikX, Selasa, 13 Oktober 2020.
“Jangan, biar bapaknya saja yang kubur,” ucap Inah memohon. Samsul lantas mengikat kedua tangan Ina dengan kain hitam. Lalu Samsul meninggalkan perempuan itu di tengah kegelapan malam. Pria durjana ini lalu kembali ke rumah Inah untuk mengambil jasad Rangga. Ia memasukkan mayat Rangga ke dalam sebuah karung dan membawanya ke tempat Inah diikat tangannya. Berjarak sekitar 3 meter, Samsul menggali tanah untuk menguburkan jasad bocah itu. Tapi ternyata tak jadi, Samsul membawa karung berisi tubuh Rangga ke arah sungai.
Kesempatan itu tak disia-siakan Inah untuk melepaskan ikatan kain dan kabur. Selepas azan Subuh berkumandang, Inah lari ke rumah seorang warga. “Kami tahu Subuh, dia lari ke rumah warga tanpa busana, cuma baju pendek. Kemudian dikasih kain sarung. Dia kemudian lari ke rumah abang ipar untuk lapor. Dia bilang anaknya dibacok orang gila,” jelas Hadi Saputra.
Insiden itu menggemparkan warga Alue Gadeng. Inah lalu dibawa warga ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan dan memeriksa kandungannya. Setelah dicek, kondisi kandungan Inah dinyatakan aman. Polisi, yang mendapatkan laporan warga, langsung turun menuju tempat kejadian perkara (TKP). Polisi dan warga memburu Samsul dan mencari jasad Rangga. Keesokan harinya, Minggu,11 Oktober 2020, sebagian warga dan polisi menemukan Samsul di bawah pokok kayu yang berjarak sekitar 1 kilometer dari lokasi kejadian.
Bukan hanya kali ini Samsul Bahri melakukan pembunuhan. Ia sudah membunuh tiga orang sejak 2005. (Agus Setyadi/detikcom)
Ketika diciduk, Samsul hanya mengenakan celana panjang dan memegang parang. Ia langsung ditanyai soal keberadaan Rangga. Tapi Samsul bungkam. Akhirnya polisi dari Polsek Birem Bayeun membawanya ke Polres Langsa. Ternyata, ketika dalam perjalanan, Samsul disebutkan melawan dan hendak kabur. Polisi akhirnya menghadiahkan tiga timah panas pada kedua kakinya hingga roboh. Tim lainnya, yang terdiri atas warga, polisi, dan anggota Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB), melanjutkan pencarian jasad Rangga di sepanjang sungai.
Minggu, 11 Oktober 2020, pukul 15.30 WIB, jasad Rangga ditemukan terapung di sungai. Saat ditemukan, jasad masih mengenakan baju merah dan celana berwarna gelap. Jenazahnya lalu dikuburkan sekitar 600 meter dari rumahnya. "Hasil visum, Rangga meninggal karena putusnya nadi besar di sebelah kiri," kata Arief.
Dalam pemeriksaan terungkap, motif Samsul awalnya hanya ingin memuaskan nafsu bejatnya. Tetapi akhirnya niat jahatnya itu dibarengi dengan pembunuhan karena ketahuan anak korban. Menurut Hadi Sahputra, Samsul bukan orang baru di dunia pembunuhan. Pada 2005, Samsul, yang merantau ke Pekanbaru, terlibat keributan di sebuah tempat hiburan. Dia menusuk seorang pria hingga tewas. Samsul dihukum 18 tahun penjara. Semasa menjalani hukuman, Samsul disebut kembali berulah dengan membunuh seorang polisi. "Rangga ini orang ketiga yang dia bunuh," jelasnya.
Samsul dijerat dengan pasal pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati. Namun, di tengah penyidikan, Samsul ditemukan tewas di sel tahanan polisi pada Sabtu, 17 Oktober 2020, pukul 23.30 WIB. Sehari sebelum ditemukan tewas, Samsul sempat mengeluh sakit sesak napas. Menurut keterangan sesama penghuni sel tahanan, Samsul sempat tak mau makan dan minum selama dua hari, yang mengakibatkan mengalami dehidrasi. Ia sempat dibawa ke RSUD Langsa untuk dicek kesehatannya, Sabtu, 17 Oktober 2020, dini hari. Samsul sempat dicek suhu tubuh, tensi darah, kadar oksigennya, dan diberi infus hingga akhirnya, pada pukul 06.00 WIB, dokter menyatakan boleh pulang dan kembali ke sel tahanan Polres Langsa.
“Pada Sabtu malam sekira pukul 23.30 WIB, tersangka mengeluh sesak napas kembali dan, sewaktu akan dibawa kembali ke RSUD, tersangka sudah terbujur kaku di dalam sel sehingga petugas langsung membawa tersangka ke RS dan dinyatakan telah meninggal dunia,” ungkap Arief.
Penulis: Agus Setyadi (Banda Aceh)
Redaktur: M. Rizal Maslan
Desainer: Fuad Hasim