Jumadi Manusia Mini Kabur ke Jakarta karena Dituduh Sebagai PKI

Wong Cilik

Jumadi Manusia Mini Kabur ke Jakarta karena Dituduh Sebagai PKI

- detikNews
Selasa, 29 Apr 2014 12:37 WIB
Jakarta - Hampir setengah abad Jumadi (58) si manusia mini berjuang di jalanan Ibu Kota. Rintisan karier panjang sebagai pengatur lalu lintas rupanya kondisi Jumadi tetap tak ada perubahan.

Terbayang oleh Jumadi siang itu manakala dahulu tetap menyambung hidup di kampung halaman dia di Demak, Jawa Tengah, untuk mengurus sawah. Namun hal itu sudah tidak mungkin, terlebih lagi alasan Jumadi ke Jakarta saat itu karena menjadi buronan aparat.

“Aku dituduh anggota PKI. Jadi waktu itu ceritanya di sawah dekat rumah tiba-tiba ada motor mabur (pesawat-red), langsung ada orang tinggi besar datang ke aku dan menggebuki aku. Aku tidak terima langsung kabur, tapi sehabis itu gambar-gambarku disebar di kampung. Aku dituduh ikut Gestok (Gerakan Satu Oktober),” ujar Jumadi dengan Bahasa Jawa mengawali kisah pilu masa lalu sambil sejenak duduk di Halte Bus Jl TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Selatan, Senin (28/4/2014).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah berhasil sembunyi dari kejaran aparat, Jumadi langsung memastikan apakah orang tuanya selamat. Kekacauan waktu itu benar-benar tak bisa hilang dari ingatan dia.

“Aku langsung memendam orang tua dalam tanah. Jadi dilapisi papan tripleks biar nggak njeblos. Orang tuaku masuk situ, kalau waktunya lapar bisa keluar sebentar buat makan. Karena kalau tidak waktu itu langsung ditembak pistol sama aparat kalau ketahuan,” kata Jumadi melanjutkan cerita.

Berdebar-debar dada Jumadi tiap kali teringat peristiwa itu. Peristiwa yang akhirnya menjadi akhir hayat orang tua Jumadi yang sudah renta waktu itu.

“Orang tuaku meninggalnya di waktu dipendam itu. Tapi bukan karena dipendam, tapi memang karena takdir dari Gusti Allah. Waktu itu umurnya sekitar 80an tahun, hampir 90. Aku tak ingat persis karena sudah lama sekali. Tapi sampai meninggal ya terus-terusan ketakutan dikejar aparat zaman Soeharto itu,” ucap Jumadi.

Peristiwa itulah yang akhirnya melontarkan tubuh mini Jumadi ke Jakarta. Sebuah Ibukota yang sama sekali tidak ramah bagi seorang mini seperti dia.

“Tiga hari setelah penyergapan itu, setelah aku bikin persembunyian buat orang tua, aku langsung ke Jakarta naik motor mabur juga. Belum kenal siapa-siapa di Jakarta, tapi mau balik ke kampung juga takut sama orang-orangnya Soeharto itu. Kejam sekali waktu itu,” kata Jumadi.

Di Jakarta pun dia sempat dijauhi lantaran isu bahwa dirinya anggota PKI santer menjadi buah bibir. Tak mungkin lagi dirinya ke kampung halaman, dia memilih untuk menetap di Jakarta bagaimana pun risikonya.

Lapar dan dahaga sudah bukan ancaman lagi bagi dia. Hanya sergapan yang mungkin muncul mendadak yang menghantui masa-masa awal Jumadi meniti kehidupan baru di Ibukota.

“Padahal aku sudah mengaku pindah ke PPP, tapi tetap waktu itu gambarku masih disebar di kampung katanya. Di Jakarta juga kejar-kejaran sama aparat. Saya nggak habis pikir waktu itu zaman itu Presiden zaman apa kok sampai bikin orang takut,” sebut Jumadi.

Hingga kini memasuki usia senja pun Jumadi masih harus bergelut di jalanan Ibukota yang terkenal kerasnya. Untunglah kondisi saat ini sudah jauh berbeda, tak ada lagi teror seperti di masa lalu.

“Sekarang mau orang PDI, PPP, atau partai lain, atau PKI itu nggak ada bedanya. Semua sudah sama saja, tidak ada bedanya,” kata Jumadi kemudian sebelum dirinya terjun kembali ke medan laga di perempatan tak bertuan itu.



(bpn/trq)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads